Gubernur Papua Lukas Enembe sudah menerima surat panggilan kedua dari Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK berharap Lukas kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, FABIO MARIA LOPES COSTA, DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memperingatkan Gubernur Papua Lukas Enembe untuk kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan dari penyidik. Lukas telah menerima surat panggilan pemeriksaan yang kedua dari KPK, tetapi kuasa hukum Lukas menyebut kliennya belum bisa hadir di Jakarta karena masih sakit.
Adapun pemeriksaan ini terkait status Lukas sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rp 1 miliar. Selain kasus ini, KPK juga menyelidiki sejumlah perkara lain terkait Lukas. Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dugaan transaksi mencurigakan berupa setoran tunai ke kasino senilai 55 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 560 miliar juga sudah disampaikan ke KPK.
”Kami berharap tersangka kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik KPK. Di situlah kesempatan menjelaskan secara utuh langsung di hadapan penyidik. Penyampaian narasi di ruang publik tidak bermakna sama sekali sebagai alat bukti,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, dihubungi di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Dia memastikan, hak-hak Lukas akan diperhatikan sesuai koridor hukum. Ali juga menekankan, upaya pemberantasan korupsi yang tengah dilakukan KPK di wilayah Papua adalah untuk memajukan pembangunan nasional, yakni demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang berkeadilan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Lukas diduga memiliki manajer pencucian uang. Saat ditanya keberadaan manajer pencucian uang tersebut, Mahfud mengatakan bahwa itu bagian dari materi penyelidikan. Ia mempersilakan KPK yang mengonfirmasi kepada Lukas.
Minta diperiksa di rumah
Pemeriksaan pertama terhadap Lukas sedianya dilakukan Senin (12/9/2022) di Markas Brimob Polda Papua di Jayapura. Namun, Lukas tidak hadir dengan alasan sedang sakit. Saat dihubungi dari Jakarta, Roy Rening, perwakilan tim kuasa hukum Lukas, mengatakan, Lukas sudah menerima surat panggilan kedua, Selasa (20/9). Ia menjelaskan, Lukas berniat ke Jakarta memenuhi panggilan tersebut untuk menjelaskan persoalan penerimaan Rp 1 miliar. Namun, dokter pribadinya menyatakan tekanan darah Lukas sedang tinggi sehingga akan berbahaya ketika berada di pesawat terbang.
Perwakilan tim kuasa Lukas Enembe yang lain, Aloysius Renwarin, menambahkan, tim kuasa hukum meminta pemeriksaan Lukas tetap terlaksana di Jayapura. Adapun tempat pemeriksaan yang diusulkan tim kuasa hukum adalah kediamannya Lukas di daerah Koya. ”Kondisi kesehatan beliau belum membaik hingga kini. Kami meminta pihak KPK bisa memahami kondisi kesehatan beliau,” katanya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, menghadiri panggilan penegak hukum merupakan kewajiban seluruh warga negara Indonesia. Apalagi, Lukas merupakan kepala daerah yang memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh yang baik kepada masyarakat.
Ia berharap KPK melakukan tindakan hukum berupa jemput paksa ketika sudah memberikan tenggang waktu yang cukup untuk melakukan panggilan kedua dan Lukas tidak kooperatif. Hal ini penting untuk menjamin hak dari tersangka, yakni segera mendapatkan kepastian hukum melalui proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Terkait kondisi kesehatan Lukas, Kurnia mendorong agar KPK meminta pendapat dari Ikatan Dokter Indonesia seperti ketika menangani kasus KTP elektronik.
Sementara itu, dalam rapat kerja Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan, kasus Lukas tidak ada hubungan dengannya. Tito mengakui, ia berhubungan baik dengan Lukas. Namun, ketika sudah berkaitan dengan masalah hukum, ia tidak bisa ikut campur. Persoalan Lukas murni dari temuan sistem perbankan. Ia mengungkapkan, di rekening Lukas dan putranya terdapat uang yang tidak sesuai dengan profil. Karena itu, PPATK melakukan pendalaman dan diserahkan kepada KPK ketika ada dugaan tindak pidana.
Sementara itu, dari pantauan Kompas, situasi di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura masih kondusif pada Rabu. Sebelumnya, dari Selasa pagi hingga sore, ribuan pendukung Lukas yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Papua menggelar aksi unjuk rasa di tujuh lokasi.
Wakil Kepala Kepolisian Papua Brigadir Jenderal (Pol) Ramdani Hidayat memaparkan, pihaknya menahan 14 pendemo karena membawa minuman keras, senjata tajam, dan bahan peledak. Dari jumlah tersebut, tujuh orang ditangkap personel Polres Jayapura dan tujuh orang lainnya ditahan di Polresta Jayapura.