Gubernur Papua Lukas Enembe diduga memiliki seorang penghubung di Singapura. KPK akan mengupayakan untuk memeriksa atau memanggil orang tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, FABIO MARIA LOPES COSTA, DIAN DEWI PURNAMASARI, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu dekat akan mengejar keterangan dari seseorang di Singapura yang diduga berperan sebagai penghubung Gubernur Papua Lukas Enembe. Terkait Lukas, KPK juga menegaskan tak hanya menangani satu penyidikan dugaan korupsi, tetapi ada sejumlah penyelidikan yang saat ini tengah berjalan.
Seperti diberitakan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan berupa setoran tunai yang diduga dilakukan Lukas Enembe ke kasino senilai 55 juta dollar Singapura atau Rp 560 miliar. Lukas juga diduga terlibat dalam kasus penerimaan gratifikasi, penyelewengan dana operasional Pekan Olahraga Nasional Papua, dan pencucian uang (Kompas, 20/9/2022).
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/9/2022), mengungkapkan, KPK sudah mengantongi nama salah seorang yang diduga berperan sebagai penghubung Lukas di Singapura.
”Tinggal nanti kita upayakan untuk pemeriksaan atau pemanggilan. Kalau dia warga negara Singapura, ya, pasti akan ada proses-proses kerja sama antarnegara untuk bisa menghadirkan yang bersangkutan sebagai saksi berkaitan dengan apakah orang ini terlibat aktif atau pasif dalam hal membantu tersangka dalam hal menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatan,” kata Karyoto.
Pada pekan ini pimpinan KPK sudah berencana berangkat ke Singapura untuk bertemu dengan pimpinan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Pemeriksaan atau pemanggilan terhadap sosok penghubung tersebut juga akan dibicarakan.
Karyoto mengungkapkan, perkara yang ditangani KPK terkait Lukas bukan hanya satu. Ada beberapa kasus yang ditangani KPK berdasarkan laporan dari masyarakat dan PPATK. Ketika proses penyidikan sedang berjalan, KPK juga melakukan penyelidikan terhadap beberapa perkara lain.
Dia juga menuturkan, KPK saat ini telah mengambil alih pemblokiran yang dilakukan PPATK senilai Rp 71 miliar atas beberapa jasa perbankan ataupun asuransi. ”Ini sedang kami dalami. Kami sedang cari tindak pidana pokoknya apa. Apakah itu suap, apakah itu berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, atau yang lain-lain,” kata Karyoto.
Menurut dia, laporan dari PPATK sifatnya informasi intelijen untuk mendeteksi adanya transaksi yang mencurigakan. Hal tersebut sebagai upaya untuk membuktikan aliran dana dan biasanya nanti akan tergabung dalam tindak pidana pencucian uang. Dalam pencucian uang, katanya, berbagai cara dilakukan untuk menyimpan hasil kejahatan dengan menyamarkan atau menyembunyikannya, seperti melalui perbankan.
Terpisah, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus Lukas ke KPK.
Secara terpisah, Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko berpandangan, setoran di judi kasino patut diduga sebagai pencucian uang meski cara ini bukan hal baru. Meski hukum di Indonesia melarang keras perjudian, di sekeliling Indonesia ada banyak lokasi perjudian yang besar, semisal di Makau, Hong Kong, dan Singapura.
Melalui judi kasino, uang yang diduga hasil korupsi dapat dilipatgandakan dengan cepat. Sementara jika dari judi seseorang mendapatkan keuntungan berupa uang, maka uang itu seolah sebagai hasil dari judi, bukan korupsi. Demikian pula ketika kalah, uang itu akan hilang begitu saja, tidak terlacak.
Unjuk rasa di Jayapura
Di Jayapura, Papua, berlangsung unjuk rasa ribuan pendukung Lukas Enembe. Pihak kepolisian mengamankan lima orang yang diduga hendak melakukan provokasi dalam aksi tersebut.
Data kepolisian menunjukkan, terdapat tujuh lokasi unjuk rasa yang tersebar di Distrik (kecamatan) Jayapura Utara, Distrik Abepura, dan Distrik Heram. Unjuk rasa ini terpusat di Taman Imbi, Jayapura.
Dari pantauan Kompas, saat unjuk rasa, situasi di sejumlah ruas jalan Kota Jayapura, seperti Distrik Jayapura Selatan dan Distrik Abepura, tampak sepi. Padahal, kedua daerah itu merupakan pusat perkantoran, lembaga pendidikan, dan perdagangan.
Sekitar pukul 11.00 WIT, ratusan orang dari Sentani menuju Kota Jayapura tertahan di Tugu Batas Kota yang berada di Distrik Heram. Tampak sekitar 200 personel Brimob menghadang para pengunjuk rasa di lokasi tersebut. Kondisi itu menyebabkan massa menutupi badan jalan. Akibatnya, arus kendaraan bermotor dari Jayapura ke Sentani dan sebaliknya sempat terhenti hingga massa kembali ke Sentani sekitar pukul 15.00 WIT.
Sementara massa dari Abepura dan Heram berkumpul di Taman Imbi yang berada di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Mereka menyampaikan orasi dan menyerahkan surat berisi aspirasi kepada Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda.
Wakil Kepala Polda Papua Brigadir Jenderal (Pol) Ramdani Hidayat mengapresiasi Koalisi Rakyat Papua yang menggelar unjuk rasa dengan kondusif di Jayapura. Hal ini menunjukkan unjuk rasa yang damai dan bermartabat.
Benyamin Gurik selaku perwakilan dari Koalisi Rakyat Papua menyatakan, unjuk rasa ini untuk menuntut KPK menghentikan kriminalisasi terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe. Sebab, Lukas tidak menerima gratifikasi, tetapi menggunakan uang miliknya senilai Rp 1 miliar pada 2020.
Lukas sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rp 1 miliar pada tahun 2020.
Benyamin juga menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait dugaan penyalahgunaan anggaran hingga ratusan miliar rupiah masih bersifat opini karena belum disertai bukti apa pun dan belum ada pemeriksaan terhadap Lukas.
Terkait dugaan korupsi penerimaan gratifikasi, Karyoto menegaskan, KPK baru memanggil Lukas satu kali sebagai tersangka. Pekan ini, KPK akan melayangkan surat panggilan agar Lukas memenuhi panggilan pada pekan berikutnya.
Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, meminta Gubernur Papua Lukas Enembe hadir memenuhi panggilan KPK dalam kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Karena yang sedang dihadapi adalah kasus hukum, Lukas juga diminta tak perlu mengerahkan massa di Papua. Dengan mobilisasi massa untuk keperluan tertentu, lanjutnya, Lukas justru dianggap mempersulit dirinya sendiri.