Gubernur Papua Lukas Enembe setorkan uang senilai Rp 560 miliar ke kasino. Uang itu diduga terkait dengan korupsi dan pencucian uang. Temuan ini ironi bagi Papua yang banyak masyarakatnya dibelit kemiskinan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, NIKOLAUS HARBOWO, FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan transaksi mencurigakan berupa setoran tunai yang diduga dilakukan Gubernur Lukas Enembe di judi kasino senilai 55 juta dollar Singapura atau senilai Rp 560 miliar. Nilai itu setara sepertiga dana otonomi khusus yang diterima Pemerintah Provinsi Papua tahun 2022 sebesar Rp 1,5 triliun.
Besarnya uang setoran di judi kasino itu diduga berkaitan dengan dugaan gratifikasi, korupsi dana operasional Pekan Olahraga Nasional Papua, dan pencucian uang. Temuan ini menjadi ironi di tengah kondisi rakyat Papua yang masih membutuhkan dukungan untuk peningkatan kesejahteraan.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Komisi Pemberantasan Korupsi, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022), mengatakan, hasil kerja sama PPATK dengan negara lain menemukan aktivitas perjudian itu diduga dilakukan di dua negara berbeda. Selain itu, PPATK juga menemukan setoran tunai sebesar 5 juta dollar Singapura yang di antaranya digunakan untuk pembelian perhiasan dan jam tangan dengan harga 55.000 dollar Singapura atau senilai dengan Rp 550 juta.
”Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dollar (Singapura) atau Rp 560 miliar. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu,” kata Ivan.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, selama ini transaksi judi kasino paling mudah menggunakan valuta asing (valas) karena sulit dilacak. Pelakunya dilakukan oleh beberapa orang pada beragam tempat, bahkan di luar negeri. Praktik judi tersebut, lanjutnya, kemungkinan digunakan untuk menyamarkan pemberian suap dan pencucian uang. ”Transaksinya tidak dilakukan di dalam negeri,” ucapnya.
Praktik judi sebagai cara menyamarkan tindak pidana asal juga pernah diungkap dalam laporan Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang 2021 yang diterbitkan PPATK. Berdasarkan perkara pencucian uang dari penjualan narkotika dengan terdakwa Devi Yuliana, menurut perkara Nomor 57/PID.SUS/2019/PT DKI, disebutkan praktik judi terindikasi jadi salah satu cara menyamarkan transaksi narkoba.
12 transaksi
Lebih lanjut disampaikan Ivan, temuan itu merupakan sebagian dari sejumlah transaksi yang diduga melibatkan Lukas. Selama lima tahun ini, PPATK menemukan 12 kali transaksi terkait keuangan Lukas sebagai Gubernur Papua, dengan variasi setoran tunai dan setoran ke pihak lain sebesar Rp 1 miliar sampai ratusan miliar rupiah.
Dengan ditemukannya berbagai transaksi mencurigakan, PPATK pun membekukan dan penghentian transaksi kepada sebelas jasa keuangan, seperti asuransi serta bank yang terkait dengan Lukas. Nilai transaksi yang dibekukan sebesar Rp 71 miliar lebih, yang mayoritas dilakukan oleh anak Lukas.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, kasus lain yang diduga dilakukan Lukas adalah terkait dengan dana operasional pengelolaan PON Papua dan pencucian uang yang nilainya ratusan miliar rupiah.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, sejauh ini KPK baru menyelidiki gratifikasi yang diduga melibatkan Lukas sebesar Rp 1 miliar. Hal itu telah diklarifikasi terhadap saksi ataupun dokumen. ”KPK akan mengembangkan terhadap perkara lainnya,” ucapnya.
Apabila Lukas ingin diperiksa di Jayapura, Papua, KPK meminta kerja samanya agar masyarakat ditenangkan. Sejak Lukas ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dan akan diperiksa pada 12 September lalu, massa berjumlah 300 orang memenuhi jalan di depan Markas Brimob Polda Papua, tempat Lukas akan diperiksa. Mereka menilai penetapan tersangka Lukas merupakan upaya kriminalisasi.
”Kalau nanti Pak Lukas ingin berobat, kami pasti akan memfasilitasi. Hak-hak tersangka akan kami hormati,” ujarnya.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, kasus lain yang diduga dilakukan Lukas adalah terkait dengan dana operasional pengelolaan PON Papua dan pencucian uang yang nilainya ratusan miliar rupiah.
Dari sejumlah bukti tersebut, Mahfud MD menyampaikan bahwa kasus Lukas bukan rekayasa politik. ”Tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu, melainkan merupakan temuan dan fakta hukum,” kata Mahfud.
Roy Rening selaku perwakilan tim kuasa hukum Lukas mengatakan, pihaknya menyayangkan pernyataan Mahfud MD. Ia menilai pernyataan tersebut tidak bersifat pro justitia dan dapat berdampak pada nama baik kliennya. ”Padahal, pemda setempat tengah melaksanakan program pembangunan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Roy.
Temuan ini menjadi ironi di tengah kondisi masyarakat Papua yang masih terbelit masalah kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua, sebagai contoh, sebesar 2,05 atau lebih tinggi dibandingkan nasional 0,42. Demikian pula Indeks Kedalaman Kemiskinan Provinsi Papua mencapai 6,31, hampir empat kali lipat dari nasional 1,67.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menyampaikan, bicara dalam konteks Papua, problemnya terkait kemiskinan, pelayanan publik, dan tata kelola pembangunan daerah. Untuk itu, perlu ada pembenahan yang serius, terutama dalam mekanisme pemonitoran dan evaluasi dana otonomi khusus Papua.