Pengawasan dan Sanksi Jadi Kunci Pastikan Netralitas ASN
Berdasarkan data Bawaslu, pada Pemilu 2019 ada 914 temuan dan 85 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Sementara itu, data KASN, pada 2020-2021 terdapat 2.034 ASN dilaporkan terkait dugaan pelanggaran netralitas.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengawasan dan penerapan sanksi yang kuat menjadi kunci dalam mengantisipasi persoalan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara atau ASN dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Karena itu, dibutuhkan sinergi efektif dari semua lembaga yang mempunyai fungsi dan kewenangan menangani masalah netralitas ASN.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pada Pemilu 2019 lalu terdapat 914 temuan dan 85 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Dari jumlah tersebut, 4 kasus diproses, 101 dinilai bukan pelanggaran, dan 894 diberikan rekomendasi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sementara itu, berdasarkan data Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), pada 2020-2021 terdapat 2.034 ASN yang dilaporkan melakukan dugaan pelanggaran netralitas. Dari jumlah tersebut, 1.596 ASN terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi dan 1.373 di antaranya telah dieksekusi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengungkapkan, ketidaknetralan ASN akan berdampak pada adanya diskriminasi layanan. Selain itu juga mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam lingkup ASN, konflik atau benturan kepentingan, serta membuat ASN menjadi tidak profesional.
”Pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas aparatur sipil negara dalam pemilu dan pilkada,” kata Najih dalam pidato pembukaan penandatanganan nota kesepahaman pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dan pengawasan manajemen ASN berbasis sistem merit antara Ombudsman dan KASN, di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Najih mengatakan, upaya memperkuat pengawasan terhadap netralitas ASN diharapkan dapat mengurangi dampak buruk terhadap pelanggaran netralitas pegawai pemerintah tersebut. Karena itu, dalam pengawasan netralitas ASN pada pemilu dan pilkada serentak 2024, diperlukan sinergi efektif dari unsur kelembagaan yang mempunyai fungsi dan kewenangan dalam hal pencegahan dan penanganan netralitas ASN.
Pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas aparatur sipil negara dalam pemilu dan pilkada.
Pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman diperlukan untuk menjaga ASN tetap profesional. Sebab, ketidaknetralan ASN dapat berimplikasi pada terjadinya pelanggaran sistem merit, penyimpangan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dan malaadministrasi dalam pemberian layanan publik.
Adapun pengawasan yang dilakukan oleh KASN penting dilakukan agar ASN tidak melanggar etika dalam menjalankan tugasnya. Bawaslu, sesuai dengan fungsinya, dapat melakukan upaya penanganan cepat dalam pemeriksaan dan menindaklanjuti temuan dari adanya indikasi ketidaknetralan ASN dalam pemilu.
Ketua KASN Agus Pramusito mengatakan, secara kelembagaan KASN dan Ombudsman memiliki peran, tugas, dan fungsi serta kewenangan dalam pengawasan. KASN melakukan pengawasan pelaksanaan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku pegawai ASN serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah. Adapun Ombudsman melakukan pengawasan pelayanan publik pada penyelenggara pelayanan, termasuk ASN dan instansi pemerintah.
Sebagai lembaga pengawas yang sudah tersertifikasi SNI ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan, KASN semakin berkomitmen dalam tugas pengawasan yang bersih dari praktik-praktik penyuapan. Salah satunya dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan manajemen ASN berbasis sistem merit.
KASN dan Ombudsman memiliki irisan atau kesamaan tugas dalam menangani laporan dugaan pelanggaran, seperti dalam pengisian jabatan pimpinan tinggi; pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN dari jabatan administratif serta jabatan fungsional yang tidak sesuai prosedur atau menyimpang dari prosedur; terjadi jual beli jabatan; dan/atau secara substansi tidak berbasis merit, yakni kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Selain itu, penanganan pelanggaran nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku pegawai ASN, seperti perbuatan sewenang-wenang, mempersulit pelayanan, pembiaran terhadap pelanggaran, pungutan liar, gratifikasi/suap, dan permasalahan rumah tangga.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja yang hadir sebagai saksi dalam penandatanganan nota kesepahaman tersebut mengingatkan, pada 2024 nanti akan diselenggarakan pemilu dan pilkada serentak dalam setahun. Alhasil, akan ada irisan tahapan, apalagi jika terjadi pemilu presiden putaran kedua.
”Inilah hal-hal yang perlu kita waspadai. Karena kalau di pemilu, pergerakannya di kementerian/lembaga untuk netralitas ASN. Namun, pilkada pergerakannya di tingkat kabupaten/kota dan hubungannya sangat dekat,” kata Bagja.
Bagja mendorong kerja sama yang lebih erat, terutama dalam penindakan terhadap pengaduan di Bawaslu dan KASN. Sebab, eksekusi penindakannya ada di pejabat pembina kepegawaian, bukan KASN. Ia berharap ke depan perlu dibicarakan dengan Komisi II DPR perihal penanganan kasus netralitas ASN.