Sistem multipartai melahirkan distribusi suara partai yang tidak merata. Akibatnya, partai gurem hadir sebagai konsekuensi sistem multipartai. Ada yang bertahan, ada yang layu sebelum berkembang.
Paradigma penegakan hukum politik uang di pemilu harus lebih berani. Pendekatan Mahkamah Konstitusi, salah satunya, dituntut progresif dalam menangani perkara sengketa hasil pilkada dengan dalil pelanggaran politik uang.
Di tengah pandemi Covid-19 dan kasus positif yang meningkat, India menggelar pemilu legislatif negara bagian.
Konfigurasi partai politik masih belum beranjak jauh dari hasil Pemilu 2019. Oleh karena itu, untuk unggul di Pemilu 2024 kelak, tiap parpol memerlukan variabel-variabel yang dapat mendongkrak perolehan suara mereka.
Pemilih muda yang berusia 17-40 tahun dan mendominasi suara pada Pemilu 2024 (60 persen) menginginkan adanya regenerasi kepemimpinan. Sosok seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil jadi capres pilihan mereka.
Pemutakhiran daftar pemilih oleh KPU terkendala karena ketiadaan pasokan data kependudukan dari Kemendagri. Padahal, UU Pemilu mengamanatkan, data kependudukan diberikan Kemendagri setiap enam bulan sekali.
Para pemimpin daerah yang lahir di tengah krisis akibat terpaan pandemi Covid-19 ini diharapkan dapat menjadi figur sentral yang mampu menghadirkan kerja pemerintah jauh lebih efektif dan inovatif.
KPU telah mencoba menerapkan pemutakhiran daftar pemilih secara berkelanjutan dengan jumlah 190 juta pemilih pada 2020. Kualitas dari hasil pemutakhiran diklaim mencapai 99,96 persen.
Jika mengamati dinamika politik di negeri tercinta, rasanya tak berlebihan jika dikatakan wajah politik kita telah diwarnai budaya plutokrasi yang semakin melapangkan jalan pemilik modal menjadi pejabat publik.
Saat Rapimnas Golkar, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, Golkar saat ini bagaikan gula yang mengundang semut. Kader diminta membaca situasi dengan jeli agar kelak ”Beringin” bisa memimpin koalisi besar.