Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Daerah Berpotensi Langgar Aturan
Kementerian Dalam Negeri menegaskan, tidak ada regulasi untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang akan berakhir sebelum Pilkada 2024 tuntas digelar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri menegaskan, masa jabatan kepala daerah tidak bisa diperpanjang karena secara regulasi dibatasi selama lima tahun. Apabila diperpanjang, itu akan bermasalah dari sisi perundang-undangan dan berpotensi melanggar aturan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, Senin (14/2/2022), menjelaskan, tidak ada regulasi untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang akan berakhir. Secara regulasi, masa jabatan tersebut hanya dibatasi selama lima tahun.
Pernyataan tersebut disampaikan Akmal menanggapi usulan terkait dengan perlunya perpanjangan masa jabatan kepala daerah yang akan berakhir sebelum gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Nasional 2024 daripada menunjuk aparatur sipil negara (ASN) sebagai penjabat kepala daerah. Usulan itu disampaikan Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri yang juga mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan (Kompas, 11/2/2022).
Seperti diketahui, mulai 12 Mei 2022, sejumlah kepala daerah akan berakhir masa jabatannya. Mereka terdiri dari 272 kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati yang tersebar di 25 provinsi. Posisi kepala daerah di daerah-daerah itu baru terisi setelah tuntas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Nasional pada 2024.
Akmal menegaskan, dalam kehidupan bernegara, termasuk penyelenggaraan pemerintahan, wajib menaati aturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan masa jabatan kepala daerah telah diatur dalam Pasal 162 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah serta Pasal 60 UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun UU No 10/2016 yang memuat pengaturan tentang Pilkada, termasuk ketentuan soal Pilkada Serentak 2024, merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.
”Dua aturan tersebut menjelaskan, masa jabatan kepala daerah ialah hanya lima tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan,” kata Akmal melalui keterangan tertulis.
Di dua aturan tersebut, kata Akmal, tidak ada klausul perpanjangan masa jabatan kepala daerah. Apabila diperpanjang, itu akan bermasalah dari sisi perundang-undangan dan berpotensi melanggar aturan.
Selain itu, penunjukan penjabat kepala daerah juga memiliki dasar hukum. Dalam regulasi yang mengatur soal pilkada serentak, yakni UU No 1/2015, UU No 8/2015, UU No 10/2016, dan UU No 6/2020, memuat soal pengaturan tentang penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala dan wakil kepala daerah sampai dengan dilantiknya kepala dan wakil kepala daerah terpilih.
”Dalam menunjuk penjabat kepala daerah, pemerintah pastinya mengedepankan kapasitas, kompetensi, dan integritas secara cermat, hati-hati, serta selektif sehingga dapat menjamin kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah,” ujarnya.
Akmal meyakini, para ASN memiliki kapasitas yang bisa diandalkan untuk menjalankan tugas sebagai penjabat kepala daerah. Sebab, mereka memiliki pengalaman dan kemampuan teknis. Berdasarkan pengalaman yang ada, para penjabat kepala daerah bisa berkomunikasi baik dengan DPRD setempat.
Selain itu, kata Akmal, pemerintah tak akan lepas tangan ketika penjabat kepala daerah sudah ditunjuk dan bekerja. Sesuai dengan ketentuan Pasal 373 UU No 23/2014 dan amanat Pasal 132 Ayat (6) Peraturan Pemerintah No 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pemerintah akan secara ketat melakukan pembinaan dan pengawasan. Hal ini untuk menjamin kinerja penjabat kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Djohermansyah menanggapi, suatu daerah otonom bisa mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepadanya. Karena itu, di daerah otonom dibentuk pemerintahan daerah yang terdiri dari kepala daerah dan DPRD.
”Anggota DPRD dipilih rakyat melalui pemilu. Adapun kepala daerah dipilih secara demokratis, bisa tidak langsung oleh DPRD atau langsung oleh rakyat. Begitu amanah Pasal 18 Ayat (3) dan (4) UUD 1945,” kata Djohermansyah.
Ia menjelaskan, penyelenggara pemerintahan daerah,menurut hukum dasar, wajib dipilihdalam keadaan darurat,seperti kepala daerah dan wakilnya minta cuti kampanye atau terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam kasus tersebut, bisa diangkat penjabat dari ASN untuk waktu yang tidak lama.
Menurut Djohermansyah, memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023 hingga dilantiknya kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 sangat konstitusional. Sebab, kepala daerah tersebut adalah produk pemilihan langsung oleh rakyat walaupun lima tahun lalu, yaitu pada tahun 2017 dan 2018.
Berbeda dengan pejabat ASN yang diangkat menjadi penjabat kepala daerah. Mereka bukan hasil pemilihan rakyat, melainkan pengangkatan oleh eksekutif (Presiden/Mendagri). Jadi, kata Djohermansyah, mereka tidak memiliki legitimasi, bahkan berpotensi kuat melanggar konstitusi.
Adapun terkait dengan periodedan lama masa jabatan kepala daerah tidak diatur di dalam Bab VI UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, diatur di dalam UU No 23/2014 tentang Pemda dan ditegaskan di dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada.
Di dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada, masa jabatan kepala daerah hasil pilkada Desember 2020 yang baru dilantik tahun 2021 hanya sampai tahun 2024 alias dipotong sekitar dua tahun. Masa jabatan kepala daerah diperpendek karena ada pilkada serentak nasional. Pada 1999, masa jabatan anggota DPR dan DPRD hasil pemilu 1997 juga dipotong tiga tahun karena pemilu pascajatuhnya rezim Orde Baru dipercepat ke tahun 1999.
Logikanya, kata Djohermansyah, jika masa jabatan kepala daerah hasil pilihan rakyat bisa diperpendek, tentu ada yang bisa pula diperpanjangkarena ada penataan kebijakan pilkada serentak nasional. Mereka yang bisa diperpanjang adalah kepala daerah beserta wakilnya hasil Pilkada 2017 dan 2018. Mereka tetap bisa menjabat berpasangan hingga dilantiknya kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak2024.