Golkar Punya Potensi Besar Dekati Elektabilitas PDI Perjuangan
Berdasarkan survei SMRC, elektabilitas Partai Gerindra mulai dekati perolehan Partai Golkar yang bertahan di peringkat kedua. Namun, ketimbang Gerindra, Golkar dinilai punya potensi besar mendekati elektabilitas PDI-P.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan hasil survei yang dikeluarkan Saiful Mujani Research and Consulting atau SMRC pada 26 Desember 2021, elektabilitas Partai Gerindra mulai mendekati perolehan Partai Golkar yang masih bertahan di peringkat kedua. Namun, Golkar dinilai berpotensi mendekati elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang masih kokoh di peringkat pertama.
Survei ini dilakukan SMRC pada 8-16 Desember 2021 terhadap 2.420 responden dengan margin of error sekitar 2,2 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Sebanyak 2.062 responden dianalisis. Responden yang terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dari survei tersebut, PDI-P mendapatkan dukungan terbesar, yakni 25,2 persen. Golkar berada di peringkat kedua dengan perolehan 11,2 persen dan disusul Gerindra sebesar 10,8 persen. Gerindra menggeser posisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang hanya mendapatkan dukungan 8,4 persen.
Perolehan dukungan terhadap Gerindra meningkat dibandingkan dengan hasil survei yang dikeluarkan SMRC pada 7 Oktober 2021 yang mendapatkan 9,9 persen. Pada survei ini, PDI-P mendapatkan dukungan 22,1 persen, Golkar 11,3 persen, dan PKB 10 persen.
Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas mengatakan, sejauh ini Golkar dan Gerindra belum menjadi ancaman serius bagi PDI-P. Sebab, jarak elektabilitas keduanya dengan PDI-P cukup jauh. ”Namun, Golkar punya potensi lebih besar untuk mendekati PDI-P dibandingkan dengan Gerindra,” kata Sirojudin saat dihubungi di Jakarta, Jumat (31/12/2021).
Menurut Sirojudin, Golkar memiliki infrastruktur jaringan yang lebih kuat. Nama dan brand Golkar sudah lebih mengakar di masyarakat. Tokoh-tokoh pimpinan Golkar di pusat dan daerah sejauh ini masih sangat kuat serta merata. Mereka bisa menggerakkan sumber daya politik yang besar.
Golkar punya potensi lebih besar untuk mendekati PDIP dibandingkan dengan Gerindra.
Sementara Gerindra masih terlalu bergantung pada magnet politik dan karisma Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Sirojudin mengatakan, belum terbangun kekuatan elite partai yang kuat dan merata di Gerindra. Hal ini menyulitkan Gerindra untuk bisa membangun basis konstituen yang lebih besar dari sumber-sumber nonkonstituen Prabowo.
Sirojudin mengatakan, sumber penunjang kekuatan elektoral Golkar dan Gerindra berbeda. Pemilih Gerindra sebagian besar adalah pendukung Prabowo. Sementara pendukung Golkar lebih beragam dan tersebar luas. Basis konstituensinya bukan pendukung tokoh besar nasional seperti di Gerindra. Namun, basisnya adalah pendukung tokoh-tokoh lokal. Jadi, capaian elektoral Golkar adalah hasil kerja gotong royong para tokoh atau elite lokal di sejumlah daerah.
Tantangan Golkar dan Gerindra sama-sama besar. Bagi Gerindra, jika Prabowo tak lagi aktif di panggung politik nasional, Gerindra berisiko kehilangan basis pemilih. Misalnya, jika Prabowo tak lagi maju sebagai calon presiden, sejumlah besar pemilih akan kehilangan alasan untuk memilih Gerindra.
”Ancaman terbesar Golkar adalah konflik elite puncak. Ini akan menciptakan polarisasi pada elite lokal. Pimpinan yang tidak bisa membangun konsensus tingkat elite akan menurunkan motivasi elite lokal untuk menjaga basis-basis konstituennya,” kata Sirojudin.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menanggapi hasil survei dari pihak eksternal sebagai pembanding evaluasi yang dilakukan internal Golkar. Menurut Doli, posisi Golkar di 11,2 persen tidak jauh dari perolehan suara Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 sebesar 12,31 persen suara. Hasil itu diperoleh berkat citra partai pengusung dan hasil kerja para calon legislatif.
Demi mendongkrak elektabilitas Golkar di tahun 2022-2024, para caleg akan mulai menyusun rencana kerja. Pada 2022, fungsionaris partai akan turun membantu kerja pengurus pusat dan daerah.
”Kita berupaya tingkatkan terus citra partai melalui kinerja dari pimpinan Partai Golkar dalam posisi pejabat publik mulai dari menteri, DPR, kepala daerah, hingga para kader Partai Golkar. Kita susun mulai 2022,” kata Doli.
Ia menegaskan, Golkar akan fokus bekerja untuk mencapai target dari agenda politik partai, yakni menjadi nomor satu di pemilu legislatif. Selain itu, menang pilkada minimal 60 persen dan memenangkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi presiden.
Golkar akan fokus bekerja untuk mencapai target dari agenda politik partai, yakni menjadi nomor satu di pemilu legislatif.
Sementara itu, dalam keterangan tertulis, Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan pentingnya regenerasi. Menurut Dasco, partainya tak mengenal oligarki atau adanya sekelompok orang tertentu yang berkuasa.
Dasco menyebut beberapa kader Partai Gerindra yang memiliki kemampuan menjadi ketua umum, yakni Ahmad Muzani, Fadli Zon, dan Rahayu Saraswati. Ia mencontohkan Rahayu yang baru saja terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Tunas Indonesia Raya (Tidar) periode 2021-2026.
Menurut Dasco, Rahayu terpilih lantaran telah melewati banyak fase perjalanan politik meskipun Rahayu merupakan anak salah satu pendiri sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo.