Mulai Januari 2022 Gerindra Jalankan Strategi ”I Plus 1”
Gerindra akan segera menjalankan strategi I + 1 atau inkumben ditambah satu. Program itu akan diawali dengan pemetaan daerah mana saja yang berpotensi untuk mendapat satu kursi legislatif untuk tambahan posisi inkumben.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mulai Januari 2022, Partai Gerindra akan melaksanakan memulai upaya pemenangan pemilu legislatif berlanjut pemenangan pemilihan presiden dengan menerapkan strategi I plus 1. Selain itu, Gerindra juga akan mengakomodasi kader-kader lama serta kader perempuan.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dalam acara HUT Ke-13 Perempuan Indonesia Raya–PIRA, salah satu organisasi di bawah naungan Partai Gerindra, Sabtu (9/10/2020), menuturkan, Gerindra akan segera menjalankan strategi I + 1 atau inkumben ditambah satu.
Program itu akan diawali dengan pemetaan daerah mana saja yang berpotensi untuk mendapat satu kursi di legislatif untuk tambahan inkumben. ”Kami mulai Januari 2022 dengan pemetaan,” kata Dasco.
Dia mengatakan, selama ini ada fenomena orang yang baru masuk parpol karena kekuatan ekonominya, tetapi masuk daftar calon anggota legislatif. Selain itu juga timbul kompetisi antarcalon dari Gerindra di satu wilayah untuk merebutkan kursi yang hanya satu. Menurut dia, hal ini harus diubah.
Oleh karena itu, PIRA diminta untuk bertanggung jawab memenuhi kuota perempuan di DPR di segala tingkatan. ”Setelah itu baru kita konsentrasi ke Pemilihan Presiden 2024,” kata Dasco.
Pengurus PIRA Edriana Noerdin mengatakan, afirmasi perempuan di DPR hingga kini belum tercapai, di antaranya, karena masalah politik uang. Sampai saat ini jumlah perempuan anggota DPR baru sekitar 20 persen dari total 575 DPR. Sementara proporsi keterwakilan perempuan di parlemen dari Gerindra bahkan di bawah 20 persen.
Dia berharap perempuan bukan hanya dicalonkan untuk memenuhi kuota, melainkan juga untuk menggolkan agenda-agenda yang penting guna melindungi perempuan. Ia menggarisbawahi pentingnya para perempuan politisi meningkatkan kualitas dan integritas, di antaranya tidak menjadi kutu loncat.
”Partai juga diharapkan tidak menerima kutu loncat dari partai lain,” katanya.
Ia mengatakan, dalam rangka menyukseskan strategi I + 1, PIRA perlu mengindentifikasikan kader yang potensial. Infrastruktur untuk kampanye perlu disiapkan. Di sisi lain, ia mengingatkan dukungan parpol.
Pengajar politik Universitas Indonesia, Chusnul Mar’iyah, mengingatkan peran politik perempuan itu adalah keterlibatan. Di Indonesia, sejarah menunjukkan keterlibatan ini sudah berlangsung bahkan sejak sebelum kemerdekaan.
Persentase keterwakilan perempuan yang 30 persen, menurut dia, kurang dari proporsi perempuan secara kependudukan, yaitu 50 persen dari total penduduk Indonesia. ”Memang ini proses panjang. Denmark, Norwegia, dan Swedia mencapai keterwakilan 20 persen setelah 60 tahun dan 30 persen setelah 7O tahun,” katanya.
Chusnul mengatakan, untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik, ada beberapa kendala yang harus dilalui. Pertama, sistem kepartaian, di mana banyak kebijakan pemilu diambil oleh pria. Kedua, banyak perempuan yang kurang modal di dalam konteks politik uang. Ketiga, masalah latar agama dan sosial budaya yang membuat tidak saja kurangnya penerimaan masyarakat, tetapi calonnya sendiri juga merasa tidak percaya diri.
”Kita butuh perempuan untuk duduk dalam proses pengambilan keputusan agar keputusan yang diambil lebih baik untuk seluruh masyarakat,” katanya.