Nasi baru sebagian yang sudah menjadi bubur. Ketika sudah asyik melakukan impor, jangan lupa meningkatkan produksi. Peningkatan produksi pangan yang bisa dihasilkan di negeri sendiri perlu dijadikan prioritas utama.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Menarik menyimak rapat dengar pendapat Badan Pangan Nasional dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat pada 3 April 2023. Rapat itu menguak persoalan klasik Indonesia yang tak kunjung kelar selama hampir satu dekade janji swasembada pangan Presiden Joko Widodo.
Demi merealisasikan cadangan pangan pemerintah (CPP) sesuai Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang CPP, jalan impor menjadi pilihan utama. Dari 11 komoditas yang bakal disiapkan sebagai CPP, enam di antaranya berasal dari impor. Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (NFA), pada Maret-Mei 2023, pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 500.000 ton, jagung 527.241 ton, kedelai 746.956 ton, bawang putih 190.325 ton, daging sapi 89.054 ton, dan gula konsumsi 448.550 ton.
Sebelumnya, pemerintah telah mengimpor beras pada 2022 yang baru terealisasi pada awal 2023, yakni sebanyak 492.863 ton. Pemerintah juga telah merealisasikan impor jagung dan kedelai pada Januari-Februari 2023 masing-masing sebanyak 127.165 ton dan 352.666 ton.
Pada tahun ini pula, pemerintah memutuskan mengimpor beras sebanyak 2 juta ton. Berbagai alasan dan pertimbangan digulirkan, seperti ada gagal panen pada Februari sebanyak 820.000 ton akibat dampak La Nina dan potensi gangguan produksi akibat El Nino.
Demi merealisasikan cadangan pangan pemerintah (CPP) sesuai Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang CPP, jalan impor menjadi pilihan utama. Dari 11 komoditas yang bakal disiapkan sebagai CPP, enam di antaranya berasal dari impor.
Selain itu, Bulog tak mampu menyerap gabah atau beras petani secara optimal lantaran harganya tinggi. Padahal, Bulog perlu memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP). Bulog juga diminta menyalurkan 10 kilogram beras bagi 21,35 juta keluarga penerima manfaat pada Maret, April, dan Mei 2023. Total beras bantuan sosial itu yang dibutuhkan selama tiga bulan tersebut sebanyak 640.000 ton.
Namun, per 31 Maret 2023, stok beras di Bulog hanya sebanyak 245.223 ton. Dari jumlah itu, stok komersial sebanyak 11.561 ton dan CBP 233.661 ton. Dari total stok untuk CBP, hanya 86.813 ton yang merupakan pengadaan dari dalam negeri, sisanya berasal dari impor.
Di samping itu, impor gula konsumsi juga begitu mudah dilakukan. Padahal, dahulu, impor gula lebih diprioritaskan pada gula mentah yang merupakan bahan baku industri gula rafinasi untuk makanan-minuman olahan.
Tidak mengherankan jika sejumlah anggota Komisi VI DPR menilai pemerintah tidak lagi memegang kuat filosofi dan semangat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pengadaan pangan baru sebatas sampai pada mencukupi kebutuhan, bukan kedaulatan pangan berbasis peningkatan produksi.
Memang, sebuah capaian apik swasembada beras nasional pada 2019-2021 telah diraih pemerintah melalui penghargaan International Rice Research Institute (IRRI). Namun, prestasi itu hanya bertahan sebentar setelah ada kebijakan impor 500.000 ton beras pada 2022 dan 2 juta ton beras pada 2023.
Kini, jalan impor pangan Indonesia itu telah terbuka lebar. Hal ini bukan tanpa sebab karena kebijakan itu sudah tertera dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU.
Pasal 30 Ayat (1) UU tersebut membuka lebar keran impor. Padahal, dalam Pasal 30 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani disebutkan tentang larangan mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah.
Kini, jalan impor pangan Indonesia itu telah terbuka lebar. Hal ini bukan tanpa sebab karena kebijakan itu sudah tertera dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU.
Selain itu, UU baru tersebut menghapus sanksi dua tahun penjara dan denda Rp 2 miliar bagi pengimpor komoditas pertanian saat hasil komoditas lokal masih mencukupi. Sanksi itu sebelumnya tertera dalam Pasal 101 UU Nomor 19/2013.
Hal itu justru terjadi ketika sejumlah kelompok tani berupaya meningkatkan produktivitas padi dan membangun korporasi petani. Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, misalnya, kelompok tani yang tergabung dalam Koperasi Citra Kinaraya telah memproduksi dan memasarkan beras dari benih hasil pemuliaan sendiri ke sejumlah kota di Indonesia.
Langkah serupa juga dilakukan Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) yang berpusat di Indramayu, Jawa Barat. Mereka bersama AB2TI di sejumlah daerah memuliakan benih padi Indonesian Farmer (IF-16) dan kini sedang merintis mendirikan pabrik penggilingan dan beras sendiri.
Selain itu, impor pangan juga terjadi di tengah rencana apik badan usaha milik negara (BUMN) kluster pangan mengurangi ketergantungan impor sejumlah bahan pangan. ID Food yang mendapat penugasan pemerintah mengimpor gula kristal putih dan daging sapi juga telah memiliki peta jalan menopang swasembada gula pemerintah dan mengurangi ketergantungan impor daging sapi dan sapi.
Untuk gula, misalnya, ID Food berencana meningkatkan produksi gula dari 250.000 ton per tahun menjadi 400.000 ton per tahun pada 2025. Tambahan gula tersebut akan menambah pundi-pundi gula domestik yang bakal direalisasikan SugarCo (PT Sinergi Gula Nusantara), subholding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Group, dengan target mendongkrak produksi gula kristal putih PTPN dari 786.000 ton menjadi 2,1 juta ton pada 2026.
Bahkan, melalui PT Berdikari (Persero), ID Food berencana meningkatkan produksi sapi potong. Pada 2022, dari target 10.000 sapi potong, baru tercapai sekitar 30 persen. Hingga 2025, Berdikari menargetkan dapat memproduksi 60.000 sapi potong secara bertahap.
Nasi baru sebagian yang sudah menjadi bubur. Ketika sudah asyik melakukan impor, jangan lupa terhadap peningkatan produksi pangan. Peningkatan produksi pangan yang bisa dihasilkan di negeri sendiri perlu dijadikan prioritas utama.
Dukung para kelompok tani yang ingin merealisasikan korporasi petani. Selain itu, beri dukungan konkret terhadap ID Food dan PTPN yang telah memiliki rencana meningkatkan produksi guna mengurangi ketergantungan impor.