Sejumlah Warga Khawatir dan Kecewa dengan Nilai Ganti Rugi Lahan IKN
Proses dan nilai ganti rugi lahan di IKN menjadi perbincangan sejumlah warga yang tanahnya terdampak proyek tersebut. Pemerintah menyatakan proses sudah sesuai dengan aturan.
Oleh
SUCIPTO
·6 menit baca
Sejak akhir 2022, pemerintah memulai proses ganti rugi lahan yang dikuasai dan dimiliki warga di sekitar Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara atau KIPP IKN. Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara mencatat, hingga Januari 2023, sudah ada dua kelompok yang mendapat ganti rugi, yakni warga yang lahannya terdampak pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 1 dan IPAL 2 untuk IKN.
Beberapa warga dalam kelompok tersebut mengaku tidak puas dengan proses dan nilai ganti rugi lahan itu. Salah satunya ialah Hamidah yang memiliki lahan di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Perempuan 55 tahun itu sudah mendapat uang ganti rugi Rp 56 juta pada 28 Desember 2022. Nilai nominal itu untuk ganti rugi lahan seluas 155 meter persegi, 17 pohon, dan 8 rumpun tanaman.
Jika dihitung, di luar uang pengganti tanaman dan tumbuhan, nilai tanah Hamidah sekitar Rp 200.000 per meter. Ia mengatakan terpaksa menandatangani kesepakatan nilai ganti rugi tersebut. Ia bercerita, petugas yang menangani pembayaran tanah itu mengatakan kepadanya, jika nilai nominal itu tidak disepakati, uang pengganti tanah untuk Hamidah akan dititipkan ke pengadilan.
Hamidah kemudian menandatangani nilai yang disodorkan lantaran tidak mengerti jika harus melalui proses ke pengadilan. Belakangan, ia merasa nilai tersebut jauh dari cukup untuk mencari lahan tempat tinggal di sekitar Kecamatan Sepaku.
Menurut dia, saat ini harga pasaran tanah di sana sejak ada IKN sudah di atas Rp 1 juta per meter. Adapun jika ia harus membeli lahan di luar Kecamatan Sepaku, itu sudah tak memungkinkan karena harga lahan di Balikpapan sudah tinggi.
”Saya mau bangun rumah sekarang. Uang pengganti itu tidak cukup,” kata Hamidah saat ditemui, Rabu (1/2/2023).
Warga lain, Edi Susanto (67), menyatakan proses kesepakatan ganti rugi lahan tidak membuatnya nyaman untuk berpikir. Dalam tahap kesepakatan nilai lahan, ia dan warga lain dipanggil satu per satu oleh petugas ke ruangan. Selanjutnya, ia diberi pilihan sepakat atau tidak terhadap nilai yang disodorkan.
Harga tanah Edi seluas 6,7 hektar dihargai Rp 160.000 per meter persegi. Ia sempat meminta waktu untuk berpikir. ”Tapi saya enggak boleh keluar ruangan. Petugas di sana juga seperti mengarahkan saya untuk cepat membuat keputusan. Akhirnya saya sepakat dengan nilai dan harga itu,” tuturnya.
Warga juga kecewa karena nilai tersebut jauh dari yang dikatakan oleh Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Embun Sari. Dalam sebuah siniar di akun Youtube Kementerian ATR/BPN, Embun menyebut nilai nominal harga ganti rugi lahan di IKN.
”Kalau sekarang IKN, sekarang saja kemarin kita sudah lihat harganya berkisar Rp 650.000-Rp 1 juta per meter,” ujar Embun dalam siniar bertajuk ”Peran Kementerian ATR/BPN dalam Pembangunan IKN” yang diterbitkan 20 September 2022 (siaran lengkap ada di video di bawah).
Namun, pernyataan itu kemudian diklarifikasi sendiri oleh Embun. Kepada wartawan, ia mengatakan, nilai yang ia sebutkan itu belum bisa dijadikan patokan. Sebab, kondisi dan nilai tanah ditentukan oleh tim penilai atau tim appraisal yang independen. Dan, hasil penilaian tersebut sifatnya final dan mengikat.
Kendati demikian, sejumlah warga tetap merasa kecewa. Mereka memutuskan memilih ganti rugi dalam bentuk uang lantaran berpatokan nilai yang disebutkan oleh Embun. Ternyata, hasil penilaian jauh dari yang dikatakan.
Di tingkat warga, pernyataan Embun sebelumnya itu menjadi patokan. Hal itu pula yang membuat warga lain jadi gamang membuat keputusan. Misalnya, Sarina Natalina Gultom yang belum mendapat jatah ganti rugi.
Kami bukan menolak pembangunan IKN, kami sangat mendukung. Hanya saja dengan harga yang sesuai diungkapkan.
Ia gamang membuat keputusan apakah mengambil bentuk ganti rugi uang atau bentuk lain dari lahannya seluas 28 hektar. Dengan harga yang sudah dibayarkan kepada tetangganya Rp 160.000 sampai Rp 200.000, ia bakal kesulitan mendapat tanah dengan luas yang sama di Sepaku.
”Yang kami tuntut hanya minta harga sesuai yang diungkapkan Ibu Dirjen. Kami bukan menolak pembangunan IKN, kami sangat mendukung. Hanya saja dengan harga yang sesuai diungkapkan,” katanya.
Sesuai prosedur
Dihubungi terpisah, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara Ade Chandra Wijaya mengatakan, pihaknya sudah menjalankan prosedur sesuai peraturan dalam ganti rugi lahan di IKN. Prosedur yang dimaksud Chandra mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Selanjutnya, kata Chandra, pelaksanaan ganti rugi lahan juga sudah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan dan Kepentingan Umum. Ia mengatakan, pihaknya sudah menjalankan seluruh prosesnya sesuai prosedur, mulai dari pembentukan tim, sosialisasi, pengukuran oleh Satgas A, Satgas B, hingga ganti rugi lahan.
Dalam musyawarah dengan warga mengenai bentuk ganti kerugian, Chandra menyebutkan, semuanya sudah terdokumentasi dengan baik. Proses tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari kepolisian, pemerintahan setempat, kejaksaan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Berbagai elemen itu dihadirkan untuk memastikan agar proses berjalan sesuai peraturan.
Ia mengakui, ada penawaran ganti rugi dalam bentuk uang kepada warga. Kendati demikian, hal itu juga dibarengi dengan penjelasan bahwa ada opsi ganti kerugian lain, yakni ganti rugi dalam bentuk lahan, bangunan pengganti, atau hal lain yang disepakati.
Saat warga memilih dalam bentuk selain uang, pemerintah akan membuat surat dan berita acara. Selanjutnya, hal itu akan disampaikan dan diproses pihak yang membutuhkan tanah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau Otorita IKN.
Adapun bagi warga yang kecewa dengan nilai ganti rugi lahan, pihaknya tak bisa intervensi. Sebab, harga lahan dinilai dan ditentukan oleh tim penilai atau tim appraisal. Sesuai aturan, lanjut Chandra, tim tersebut independen dalam meneliti sampai menentukan nilai lahan, bangunan, dan tanaman warga.
”Penilaian dilaksanakan oleh kantor jasa penilai publik. Penghitungannya kemudian disampaikan kepada masyarakat,” ucapnya.
Menanggapi keluhan warga, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi mengatakan, pihaknya meminta warga segera melapor kepada penegak hukum jika merasa ditekan atau diarahkan dalam membuat keputusan ganti rugi lahan.
”Aspirasi masyarakat kami tangkap, dan kami akan cross check ke Pemda Penajam Paser Utara. Saya dan Pak Bupati selalu komunikasi setiap hari, ujar Thomas.
Ia mengatakan, warga yang sudah mendapat bayaran ganti rugi lahan, tetapi tidak terima dengan nilainya harus menerima uang ganti rugi tersebut. Sebab, warga sudah menyepakati dan menandatangani surat kesepakatan sehingga sudah mendapat bayaran ganti rugi.
Mengenai nilai nominal yang disebutkan Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN Embun Sari, Thomas mengatakan, pemerintah sudah mengklarifikasi hal tersebut kepada masyarakat. Selain kepada media, pemerintah juga sudah turun ke lapangan untuk menyampaikan klarifikasi.