Uang ganti rugi lahan bagi warga yang terdampak pembangunan IKN dirasa jauh dari harapan. Dengan harga yang mereka dapat, warga khawatir tak bakal bisa membeli lahan baru di dekat IKN dan menikmati pembangunannya.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sejumlah warga yang lahannya terdampak pembangunan Ibu Kota Nusantara merasa tak puas dengan harga ganti rugi lahan yang mereka terima. Dengan kondisi saat ini, harga tersebut tak memungkinkan bagi warga untuk mendapatkan lahan anyar di sekitar ibu kota baru.
Arya (bukan nama sebenarnya) menerima uang ganti rugi lahan Rp 75 juta untuk lahan miliknya seluas 653 meter persegi. Setelah melalui tahap penilaian oleh tim independen, lahannya dihargai sekitar Rp 115.000 per meter. Padahal, lahannya tak jauh dari jalan raya di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur.
”Mau bagaimana lagi? Kalau tidak terima, kami diminta ke pengadilan. Mana ada biaya untuk sewa pengacara ke pengadilan. Dengan harga ini, kami sekeluarga tidak mungkin lagi punya tanah di sekitar sini karena harganya sudah gila-gilaan, di atas Rp 1 juta per meter,” ujar lelaki 50 tahun itu saat dihubungi pada Jumat (16/12/2022).
Arya sebenarnya berharap tetap bisa tinggal di sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN). Sebab, ia ingin anaknya bisa mengakses pendidikan bagus dan turut menikmati manfaat pembangunan IKN. Namun, dengan harga ganti rugi tersebut, buatnya itu hanya mimpi belaka. Sebab, tanah di sekitar Sepaku saat ini menurutnya sudah dikuasai spekulan sehingga harganya tinggi.
Arya dan puluhan warga lainnya merupakan kelompok awal yang sudah mendapat ganti rugi lahan untuk pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. Mendengar kabar nominal uang ganti rugi tersebut, sejumlah warga yang menunggu masa pembayaran selanjutnya jadi khawatir.
Hasanuddin (53), misalnya, tak mungkin bisa tinggal di Kecamatan Sepaku lagi dengan uang ganti rugi tersebut. Dengan harga tanah yang Arya dapat, ia rasa hanya bisa membeli tanah di daerah yang jauh dari pusat keramaian. Ini mengkhawatirkannya sebab usahanya berupa warung mengandalkan keramaian orang sebagai pembeli.
Selain itu, ia juga khawatir hanya bisa mendapat lahan di tempat yang aksesnya masih buruk. Sebab, jalan yang baik baginya yang juga petani sawit penting untuk mengangkut hasil panen dengan biaya terjangkau seperti saat ini.
”Harga segitu tidak mungkin ke Balikpapan yang harga tanahnya harga kota. Kami ini sudah berjuang puluhan tahun hidup di sini, masak harus mengulang dari nol lagi,” kata Hasanuddin.
Warga lain yang juga masih menunggu hasil proses penilaian lahan juga merasa tidak puas dengan uang ganti rugi yang diterima Arya. Ia berharap pemerintah memberi opsi selain uang pengganti.
Harga segitu tidak mungkin ke Balikpapan yang harga tanahnya harga kota. Kami ini sudah berjuang puluhan tahun hidup di sini, masak harus mengulang dari nol lagi.
Misalnya, ada opsi tanah pengganti bagi warga yang lahannya terdampak pengganti IKN. Opsi itu menurutnya penting sebagai pertimbangan warga untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya sebagai pedagang, petani, atau pekebun.
”Kami ndak menerima penjelasan dan pilihan lain selain uang ganti rugi. Melihat uang ganti rugi warga lain yang sudah dapat, itu nilainya kecil sekali kalau kami ingin beli lahan lagi di sekitar sini,” kata Yati Dahlia (31), warga Desa Bumi Harapan.
Kompas mencoba menghubungi Pelaksana Tugas Camat Sepaku Adi Kustaman, tetapi hingga pukul 18.00 Wita belum ada jawaban. Soal ganti rugi lahan, sebelumnya Kompas menemui Ketua Bidang Koordinasi Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, Tim Transisi IKN, Diani Sadiawati saat berkunjung ke Kota Balikpapan, Selasa (6/12/2022).
Ia mengatakan, memang benar proses pembebasan lahan sedang berjalan di Kecamatan Sepaku akhir 2022 ini. Total lahan warga yang terdampak sekitar 817 hektar untuk KIPP IKN. Menurut dia, pemerintah sudah sesuai prosedur dalam sosialisasi dan penilaian lahan.
”Ada tim apraisal (penilai) yang independen untuk menilai lahan warga. Pemerintah tidak bisa intervensi soal itu,” ujar Diani.
Ia mengatakan akan memantau dan menindaklanjuti jika ada keluhan warga. Sebab, opsi penggantian lahan tak hanya berupa uang ganti rugi. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, kata Diani, ada lima opsi pemberian ganti rugi bagi warga yang lahannya digunakan untuk kepentingan umum.
Selain uang, ada opsi tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Setelah pengukuran lahan, kata Diani, nantinya akan ada tim penilai yang melakukan penilaian lahan.
Selanjutnya akan ada sosialisasi dan negosiasi dengan warga untuk membahas bentuk ganti kerugian. Mengenai lokasi lahan pengganti bagi warga yang tetap ingin di Sepaku, Diani mengatakan, pemerintah masih menggodok hal tersebut. Salah satunya, konsep smart village untuk warga di sekitar IKN.