Rijatono Lakka, Penyuap Lukas Enembe, Disebut Beri Imbalan Senilai Rp 35 Miliar
Rijatono Lakka diduga memberikan suap kepada Lukas Enembe berupa uang Rp 1 miliar dan pekerjaan renovasi sejumlah aset milik Lukas senilai Rp 34,4 miliar. Jaksa KPK menuntut Rijatono dihukum 5 tahun penjara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka dengan pidana penjara lima tahun. Jaksa menyatakan Rijatono terbukti menyuap Gubernur Papua (nonaktif) Lukas Enembe berupa uang imbalan sebesar Rp 1 miliar dan renovasi fisik pada aset milik Lukas senilai Rp 34,4 miliar.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2023), jaksa KPK, Ni Nengah Gina Saraswati, menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Rijatono terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi tersebut.
”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Lakka) dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 250 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” kata Gina dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Arsan Fatrika.
Pada 11 Mei 2020, Rijatono memerintahkan staf PT Tabi Bangun Papua dan CV Walibhu Fredrik Banne mengirimkan fee atau uang imbalan ke rekening Lukas sebesar Rp 1 miliar.
Gina mengungkapkan, pada 11 Mei 2020, Rijatono memerintahkan staf PT Tabi Bangun Papua dan CV Walibhu, Fredrik Banne, mengirimkan fee atau uang imbalan ke rekening Lukas sebesar Rp 1 miliar. Uang tersebut berasal dari penerimaan proyek di Pemerintah Provinsi Papua. Menurut jaksa, pemberian uang itu bersifat ilegal karena terkait dengan pemberian imbalan untuk proyek di Provinsi Papua.
Di dalam persidangan, Rijatono berdalih uang yang dikirimkan merupakan milik Lukas yang akan digunakan untuk berobat. Namun, di dalam keterangan tujuan transaksi ditulis ”belanja alat loder” dan sumber dana dari ”usaha PT Papua Maju Perkasa”.
”Jika memang uang tersebut adalah milik dan bersumber dari saksi Lukas Enembe, seharusnya terdakwa dan Fredrik Banne tidak perlu menyembunyikan transaksi tersebut dengan informasi yang tidak benar,” kata Gina.
Ia menambahkan, uang yang disetorkan secara tunai oleh Rijatono melalui Fredrik dan masuk ke rekening Lukas tersebut beralih ke beberapa nama, seperti Teuku Hamzah Husen, Daniel Christian L, Ade Rahmad, dan lain-lain. Karena itu, keterangan Rijatono yang menyebut uang yang ditransfer untuk kepentingan pengobatan Lukas adalah tidak berdasar.
Selain memberikan uang tersebut, Rijatono juga memberikan imbalan kepada Lukas sebesar Rp 34,4 miliar dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik aset-aset milik Lukas dalam kurun waktu 2019 sampai dengan 2021.
Sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, kata Gina, terbukti adanya pengeluaran keuangan dari perusahaan untuk membiayai renovasi dan pembangunan fisik pada aset milik Lukas maupun Yulce Wenda (istri Lukas), yaitu rumah indekos Entrop, Rumah Macan Tutul, Tanah Entrop (tanah dan pagar), Gedung Negara, PLN Rumah Koya, Rumah Koya, Rumah Santarosa, butik, Hotel Grand Angkasa, dapur Hotel Angkasa, Batching Plan, truk dan crane yang seluruhnya untuk pekerjaan pembangunan Hotel Angkasa.
Lukas tidak pernah diminta membayar atas pekerjaan tersebut. Saksi juga membenarkan bahwa uang yang dipakai untuk membiayai pekerjaan itu bersumber dari pemasukan proyek-proyek yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua yang dikerjakan oleh Rijatono.
Rijatono mengenal Lukas selaku Gubernur Papua periode 2013-2018 pada 2017.
Jaksa mengungkapkan, Rijatono mengenal Lukas selaku Gubernur Papua periode 2013-2018 pada 2017. Ia dianggap memiliki kemampuan di bidang konstruksi sehingga Lukas memerintahkannya untuk merenovasi rumah pribadinya.
Karena Rijatono merupakan anggota sekaligus orang yang dituakan dalam Ikatan Keluarga Toraja, Lukas memintanya sebagai tim sukses pemenangannya ketika maju sebagai calon Gubernur Provinsi Papua untuk periode 2018-2023.
Ketika Lukas dinyatakan sebagai pemenang pada Pilkada Gubernur Provinsi Papua masa jabatan 2018-2023 dan dilantik pada 4 September 2018, Rijatono meminta proyek kepada Lukas sebagai kompensasi karena menjadi tim sukses Lukas. Atas permintaan tersebut, Lukas memintanya menyediakan imbalan atas proyek-proyek yang diperoleh dari APBD Provinsi Papua dan Rijatono menyetujuinya.
Antara Rijatono dan Lukas pun terjadi kesepakatan. Lukas memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Papua Gerius One Yoman untuk mengupayakan Rijatono sebagai penyedia barang dan jasa pada proyek-proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua. Atas intervensi Lukas melalui Gerius, Rijatono memperoleh beberapa proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua selama 2018 sampai 2021 dengan total nilai kontrak sebesar Rp 110,4 miliar.
Seusai mendengar tuntutan jaksa, Rijatono menyatakan mendengar dan mengerti. Hakim Arsan memberikan kesempatan kepada Rijatono untuk mengajukan pembelaan. Rijatono pun menyatakan siap mengajukan pembelaan. Sidang selanjutnya dengan agenda nota pembelaan akan digelar pada 9 Juni 2023.
Di luar persidangan, saat dihubungi dari Jakarta, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, Lukas Enembe akan mulai disidangkan pada pekan depan. ”Untuk perkara terdakwa Lukas Enembe, sesuai penetapan majelis hakim akan disidang Senin (12/6/2023) dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa KPK di PN Jakarta Pusat,” ucap Ali.