DPR Persoalkan Putusan MK yang Ubah Masa Jabatan Pimpinan KPK
MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Pengubahan itu semestinya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, bukan MK.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ilustrasi. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan empat perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/2/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi yang mereformulasi ketentuan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sebelumnya diatur di dalam Undang- Undang KPK selama empat tahun, menjadi lima tahun, Kamis (25/5/2023). Kewenangan pengubahan itu seharusnya dilakukan DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, bukan MK.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni menyatakan akan berkomunikasi dengan pimpinan Komisi III yang lain guna memanggil MK. Pemanggilan bertujuan mendapatkan penjelasan.
Mahkamah menyatakan, pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang terbatas empat tahun seperti diatur Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) itu dinilai melanggar prinsip keadilan. Pengaturan itu melanggar Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni
MK membandingkan masa jabatan pimpinan KPK dengan 12 lembaga non-kementerian, seperti Komisi Pemilihan Umum. Pimpinan lembaga-lembaga itu memiliki masa jabatan lima tahun. Maka, MK berpandangan, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK empat tahun tidak adil.
Putusan dijatuhkan dalam sidang di MK, Jakarta, atas perkara uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dalam gugatannya, ia meminta keadilan seperti dijamin Pasal 27 dan 28D UUD 1945 agar masa jabatan pimpinan KPK sama dengan 12 lembaga non-kementerian lain, yakni lima tahun.
MK juga menyesuaikan masa jabatan Dewan Pengawas KPK yang sebelumnya empat tahun, seperti diatur dalam Pasal 37A Ayat (3) UU KPK, menjadi lima tahun.
Dari sembilan hakim konstitusi, putusan diamini lima hakim, yakni Ketua MK Anwar Usman, hakim konstitusi Arief Hidayat, Daniel P Yusmic, Manahan Sitompul, dan Guntur Hamzah. Empat hakim lain mengajukan pendapat berbeda, yakni Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021).
MK sadar pengaturan masa jabatan pimpinan KPK adalah kebijakan hukum pembentuk undang-undang. ”Namun, prinsip kebijakan hukum atau open legal policy dapat dikesampingkan jika bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Guntur Hamzah.
Empat hakim konstitusi yang tak sependapat menyatakan, karakteristik independensi KPK tetap dijamin tanpa berkaitan dengan masa jabatan pimpinan KPK. Masa jabatan pimpinan lembaga non-kementerian juga tak seragam. Masa jabatan anggota Komisi Informasi, contohnya, empat tahun. ”Mahkamah masuk ke wilayah kewenangan pembentuk undang-undang,” kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Batas usia minimal
Terkait Pasal 29 Huruf e UU KPK Kedua (UU No 19/2019) yang mengatur usia pimpinan KPK paling rendah 50 tahun, yang turut dipersoalkan Ghufron dalam gugatan, MK menyatakan ketentuan itu memberikan perlakuan tak sama di hadapan hukum terhadap pimpinan KPK saat ini. Dalam UU KPK Pertama (UU No 30/2002), usia pimpinan KPK sekurang-kurang 40 tahun.
Maka, MK berpendapat, pimpinan KPK dapat mencalonkan diri kembali sebagai calon pimpinan KPK periode berikutnya meski belum berusia 50 tahun. MK menyatakan, Pasal 29 Huruf e UU KPK harus dimaknai calon pimpinan KPK berusia paling rendah 50 tahun atau sudah berpengalaman sebagai pimpinan KPK.