Sederet Daya Memikat Parpol untuk Tiket Pencalonan Anggota Legislatif
Sejumlah partai politik menerapkan seleksi ketat dalam menjaring bakal calon anggota legislatif. Apa saja yang harus dilakukan agar tiket pencalonan dari partai bisa diperoleh?
> Memahami kebutuhan partai politik penting agar partai terpikat dan memberikan tiket pencalonan anggota legislatif.
> Bakal calon anggota legislatif baru harus mempunyai keunggulan kompetitif.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> Penilaian terhadap bakal caleg baru yang tidak mempunyai nama besar diuji melalui survei.
Sejumlah partai politik menerapkan seleksi berlapis untuk mereka yang ingin menjadi wakil rakyat. Ini terutama berlaku bagi mereka yang berasal dari luar partai. Mereka harus terlebih dulu melalui verifikasi administrasi, rekam jejak, psikotes, dan wawancara dengan pejabat teras partai.
Sejauh mana keterkenalan publik dan jejaring yang dimiliki, termasuk yang ditilik partai. Begitu pula kesiapan finansial. Apalagi untuk melalui pemilihan anggota legislatif dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, bisa miliaran rupiah, dan tak ada sokongan dari partai, yang ada justru mereka harus menyumbang untuk mendongkrak elektabilitas partai.
Ahmad Iman Sukri termasuk yang pernah melalui beratnya tahapan seleksi itu untuk memperoleh tiket pencalonan anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat Pemilu 2014. Pria yang baru masuk PKB pada 2013 ini bisa lolos. Ia ditempatkan menjadi calon anggota DPR di salah satu daerah pemilihan (dapil) di Jawa Tengah. Hanya saja, Ahmad kesulitan bersaing dengan caleg lain, utamanya petahana, sehingga ia gagal terpilih.
Tak patah arang, Ahmad kembali maju di Pemilu 2019, maju dari salah satu dapil di DKI Jakarta. Bedanya kali ini, ia telah berstatus sebagai salah satu pengurus di DPP PKB. Dengan status itu, ia lebih mudah masuk dalam daftar bakal caleg yang disusun PKB. Ia juga bisa memanfaatkan struktur partai di daerah untuk memperluas keterkenalannya. Namun, persaingan yang ketat di DKI Jakarta kembali membuat impiannya menjadi anggota DPR kandas.
Baca juga: Tertarik Jadi Wakil Rakyat? Lewati Dulu Serangkaian Tes di Parpol
Kini, Ahmad kembali berniat maju lagi di Pemilu 2024. Sama seperti 2019, sebagai pengurus DPP PKB, Ahmad kembali memperoleh karpet merah untuk menjadi bakal caleg dari PKB. Partai bahkan telah memberitahunya akan ditempatkan di salah satu dapil di Jawa Timur saat proses penjaringan bagi orang dari luar partai yang ingin menjadi bakal caleg PKB belum tuntas.
Di PKB, penjaringan itu di antaranya harus melalui tahapan verifikasi dan wawancara dengan pejabat partai.
”Menjadi kader dan kemudian pengurus harian partai itu memudahkan untuk bisa dapat tiket pencalonan dari partai. Jajaran pengurus di daerah nantinya juga bisa membantu dalam pemenangan di pemilu. Selain itu, yang juga penting kesiapan waktu, kesehatan, mental, dan finansial,” ujar Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB ini.
Sejumlah aspek tersebut, terutama kesiapan finansial, juga jadi pertimbangan partai. Pasalnya, menurut dia, ongkos harus dari calon. Ongkos itu bisa sampai miliaran rupiah, seperti untuk kampanye, membiayai alat peraga kampanye dan saksi untuk menjaga suara saat proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara.
”Setiap calon harus terlebih dulu berkomitmen untuk pembiayaan alat peraga kampanye dan saksi. Saksi untuk dirinya sendiri saja itu sudah membantu sekali,” kata Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ini.
Jika Ahmad Iman Sukri melenggang masuk dalam daftar bakal caleg PKB dengan menjadi pengurus harian partai, lain lagi ceritanya dengan Doadibadai Hollo.
Saat proses penjaringan bakal caleg masih berlangsung di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mantan personel grup musik Kerispatih ini sudah dijanjikan untuk berlaga dalam kontestasi untuk kursi DPR, di salah satu dapil di Jawa Barat.
PSI sengaja merekrutnya untuk menjadi bagian dari partai dan memberi satu tempat di Pemilu 2024 karena percaya pemikiran Badai sejalan dengan visi dan misi partai. Badai juga dipercaya bisa mewakili kelompok seniman dan musisi. Selain itu, kedekatan Badai dengan Ketua Umum PSI Giring Ganesha saat masih sama-sama sebagai musisi jadi pertimbangan lainnya.
Baca juga: Caleg Pesohor, dari Panggung Turun ke Kampung
Sebelum janji itu dipenuhi, ia sadar harus tetap melalui sejumlah tahapan penjaringan dari partai, seperti tes psikologi. Namun, ia yakin janji melaga di Pemilu 2024 akan tetap dipenuhi PSI, dan ia bakal lolos dari fase penjaringan.
”Saya siap-siap saja. Tidak ada masalah buat saya. Tes psikologi apa segala macam tidak ada masalah buat saya. Sebab, saya yakin tidak ada masalah dengan diri sendiri. Kalau tidak ada masalah, ngapain takut,” ujar Badai.
Bersamaan dengan itu, ia terus mencoba memperkuat keterkenalannya di mata publik melalui media sosial. Ia juga telah menyusun sejumlah program dan rencana untuk turun mengenalkan diri kepada para calon pemilih. Dengan sejumlah persiapan itu, ia semakin optimistis PSI akan memberikan padanya tiket pencalonan untuk berkontestasi di Pemilihan Legislatif 2024.
Mengacu pada Pasal 244 Undang-Undang Pemilu menyebutkan, daftar bakal caleg yang disusun parpol harus memuat maksimal 100 persen dari jumlah kursi pada setiap dapil. Adapun total kursi DPR serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota di seluruh dapil mencapai 20.462 kursi. Maka, sejumlah itulah bakal caleg yang harus disiapkan oleh parpol.
Kebutuhan partai
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengungkapkan, untuk bisa menjadi caleg, bakal calon harus memahami terlebih dulu kebutuhan partai.
”Partai ini organisasi yang rasional. Jadi, kebutuhannya memastikan agar mereka kalau bisa mempertahankan kursinya di dapil tertentu atau bisa mendapatkan tambahan kursi di dapil itu,” ujarnya.
Ketika daerah tersebut tidak mempunyai kursi, lanjut Arya, bakal caleg tersebut harus meyakinkan partai politik bahwa ia mampu mendulang suara bagi partai dengan menunjukkan jejaring lokalnya, pengalaman, kepemimpinan, dan visinya.
Khusus dalam proses pencalonan untuk anggota DPR, hubungan caleg dengan pimpinan partai dan pengambil kebijakan di tingkat pusat menjadi penting.
Baca juga: Jurus Jitu Para Penghuni Senayan, Tak Tergoyahkan di Setiap Pemilu
Arya mengingatkan, proses mendapatkan tiket pencalonan itu berat. Sebab, dalam proses penjaringan terdapat beberapa lapisan. Pertama, partai akan memprioritaskan petahana karena sudah mempunyai pengalaman. Mereka juga mempunyai basis massa yang jelas, pendanaan, dan peluang untuk mempertahankan kursi lebih besar.
Kedua, partai biasanya memprioritaskan mantan kepala daerah karena peluangnya menang lebih besar. Ketiga, elite partai. Keempat, dinasti politik seperti anak pimpinan partai, anak kepala daerah, atau anak presiden. Kelima, pengusaha.
Meskipun bakal caleg yang berasal dari kelima lapisan tersebut memiliki potensi lebih besar untuk dicalonkan, mereka belum tentu akan bisa mendapatkan kursi. Partai akan memonitor melalui survei opini publik.
Pertarungan caleg dari kelima lapisan tersebut pun akan ada pada pemilihan nomor urut. Karena itu, mereka harus bisa memahami kebutuhan partai untuk menang dan memberikan bukti kepada partai bahwa layak dicalonkan.
Arya mengingatkan, caleg yang tidak mempunyai pengalaman publik, jejaring lokal, dan visi bisa kalah.
Sementara itu, bakal caleg baru DPR yang bukan berangkat dari kelima lapisan tersebut harus mempunyai keunggulan kompetitif. Misalnya, mereka menunjukkan mempunyai pengalaman dalam keorganisasian massa, seperti berasal dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis sosial dan masyarakat, akademisi, atau jurnalis.
Mereka biasanya sudah mempunyai pengalaman dalam mendorong isu-isu publik di tingkat lokal dan mempunyai basis massa. Pengalaman dan rekam jejak di masyarakat tersebut bisa menjadi bukti bahwa ia layak untuk dicalonkan.
”Layak itu misalnya dia punya pengalaman publik yang panjang, punya visi ke depan yang bagus, punya jejaring lokal yang kuat sehingga partai akhirnya sadar bahwa kalau ini dijagokan, dia bisa menang karena mikir-nya pasti dapat kursi,” kata Arya.
Baca juga: Caleg Perempuan Menembus Legislatif, antara Militansi dan Privilese
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya juga melihat ada perbedaan pendekatan partai dalam melihat bakal caleg dari petahana dan yang sama sekali baru berkontestasi di pemilu. Namun, mereka sama-sama dituntut oleh partai memiliki elektabilitas yang cukup untuk menjadi faktor penambah suara partai dalam mendapatkan kursi.
”Biasanya tentu saja yang akan lebih dilihat adalah caleg yang lebih banyak turun ke lapangan. Kemudian juga dilihat frekuensi kegiatan sosial atau bagaimana keaktifan mereka di sosial media terutama untuk level DPR. Itu kalau bicara dalam konteks proporsional terbuka,” kata Yunarto.
Indikator petahana lebih jelas, seperti seberapa sering turun ke lapangan ketika reses, seberapa sering menggelar kegiatan pengumpulan massa atau kegiatan sosial, keaktifan dalam kegiatan di DPR, hingga keaktifan di sosial media. Variabel lain ialah sumbangsih ke partai.
Hal-hal tersebut biasanya berpengaruh terhadap penentuan nomor urut bagi para bakal caleg dalam daftar caleg. Petahana yang dianggap memiliki lebih banyak logistik akan cenderung mendapatkan nomor urut satu. Petahana yang dianggap tidak berkontribusi terhadap partai, terutama kepengurusan daerah, bisa disingkirkan di nomor urut yang lain atau dipindah dapilnya.
Baca juga: Pindah Partai Politik, Kursi Tak Hilang
Sementara itu, bakal caleg baru akan dipengaruhi oleh sosok yang dianggap lebih populer, bagian dari politik dinasti, atau mantan kepala daerah. Bahkan, beberapa partai menjaring calon dari partai lain sebagai langkah paling taktis. Penilaian terhadap bakal caleg baru yang tidak mempunyai nama besar atau portofolio akan diuji melalui survei.
Tantangan bagi bakal caleg baru adalah bagaimana menghadapi petahana, tokoh lokal yang biasanya berasal dari tokoh politik dinasti, dan sosok yang populer seperti selebritas. Di luar itu, ada variabel panggung belakang yang sulit dibuktikan, seperti kedekatan dengan pengurus partai di tingkat DPP atau menjadi bagian dari keluarga politisi senior.
Baca juga: Caleg Tandem, Simbiosis Mutualisme demi Gaet Suara Pemilih
Variabel lain di panggung belakang yang menjadi salah satu penilaian partai ialah kesiapan logistik dan uang yang dimiliki untuk biaya kampanye. Kedua hal itu akan menjadi penilaian partai dalam melihat seberapa serius dan daya dorong yang dimiliki bakal caleg tersebut.
Alhasil, ada beragam cara untuk memikat partai politik agar memberikan tiket pencalonan anggota legislatif. Cara mana yang Anda akan pilih?