Hakim Agung Sudrajad Dimyati (tengah) mengenakan rompi oranye dan digiring menuju mobil tahanan setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (23/9/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati, tersangka suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. KPK menduga Sudrajad dan beberapa orang lain menerima suap tidak hanya untuk pengurusan satu perkara.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dari keterangan sejumlah saksi yang sudah diperiksa dan bukti elektronik, Sudrajad diduga tidak hanya terkait dengan satu perkara. ”Diduga juga ada perkara-perkara lain yang pengurusannya melibatkan orang-orang yang sama,” kata Alexander dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Sudrajad bersama dengan PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung (MA), Desy Yustria; PNS pada Kepaniteraan MA, Muhajir Habibie; serta Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu diduga menerima uang dari debitor Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, melalui kedua pengacaranya sebanyak 202.000 dollar Singapura atau senilai Rp 2,2 miliar.
Heryanto dan Ivan merupakan pihak yang sedang melanjutkan upaya hukum di tingkat kasasi pada MA terkait laporan pidana dan gugatan perdata aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Ketika tim KPK melakukan tangkap tangan, dari Desy ditemukan dan diamankan uang sekitar 205.000 dollar Singapura dan adanya penyerahan uang dari PNS MA, Albasri, sekitar Rp 50 juta.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kedua dari kiri) saat memberi keterangan tentang penangkapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati (rompi tahanan) di KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).
KPK telah menahan delapan tersangka dalam kasus ini. Masih ada dua tersangka lain yang belum ditahan, yakni Ivan dan Heryanto. KPK akan segera menjadwalkan pemanggilan keduanya ke KPK.
Selain itu, KPK juga merevisi terkait penamaan tersangka. Sebelumnya, KPK menyebut PNS MA, Redi, sebagai salah satu tersangka, seharusnya PNS MA, Nurmanto Akmal.
Alexander mengatakan, saat ini penyidik masih melakukan pendalaman terkait beberapa perkara lain yang diduga melibatkan Sudrajad. KPK akan menyampaikan ke publik ketika diperoleh kecukupan alat bukti. Tim penyidik menahan Sudrajad untuk 20 hari pertama terhitung mulai 23 September 2022 sampai dengan 12 Oktober 2022 di rumah tahanan KPK pada Kavling C1.
Terkait dengan keterlibatan Sudrajad, Alexander mengungkapkan, dalam banyak kasus, pelaku utama nyaris tidak pernah melakukan komunikasi yang bisa diperoleh KPK. Pelaku utama selalu menggunakan kaki tangan. Dari pengakuan dan keterangan beberapa pihak, KPK meyakini bahwa terdapat cukup alat bukti untuk menetapkan tersangka pada Sudrajad.
”Jadi, itu yang kemudian kami lakukan penindakan terhadap para pelaku utama tersebut,” kata Alexander.
Petugas KPK di Kantor KPK, Jakarta menunjukkan bukti berupa uang senilai 205.000 dollar Singapura dan Rp 50 juta kepada wartawan saat konferensi pers operasi tangkap tangan dugaan pemberian suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, Jumat (23/9/2022).
KPK pada Jumat juga telah menggeledah Gedung MA. Alexander mengungkapkan, penyidik masih mencari bukti-bukti dalam rangka pembuktian. Seusai konferensi pers, Sudrajad enggan menjawab pertanyaan wartawan.
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Azmi Syahputra, mengatakan, OTT yang dilakukan KPK di MA kembali mencoreng dunia peradilan. Dugaan korupsi tersebut menjadi tindakan yang melenceng dan preseden buruk di dunia peradilan. Kualitas penegakan hukum di Indonesia yang seharusnya berdasar bukti, tetapi justru dicemari dengan suap dan adanya mafia peradilan.
Menurut Azmi, kasus ini sebagai potret realitas perilaku para penegak hukum di pengadilan yang bobrok. Insan pengadilan semestinya diharapkan menjadi pilar keadilan bagi bangsa, tetapi justru tidak punya budaya malu.
”Mengaku penegak hukum, tetapi tanpa moral dan menggeser hukum menjadi ’permainan’ yang menurunkan fungsi dan tujuan hukum sebagai alat kepuasan untuk diri sendiri dengan cara suap,” ujarnya.
DOKUMENTASI PRIBADI
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra
Ia menegaskan, kejadian ini menjadi bentuk kemerosotan bagi MA. MA belum berhasil membina hakim dan aparatur peradilan dengan baik dan benar. Karena itu, harus ada introspeksi dan evaluasi yang menyeluruh terkait sistem perekrutan dan seleksi hakim di MA. Salah satunya, rekam jejak calon hakim agung harus disisir maksimal dalam pelaksanaannya.
Azmi menuturkan, perilaku para pelaku pengadilan ini nyata telah membuat hukum sebagai permainan. Jual beli putusan hakim mengakibatkan semakin hilangnya putusan hakim yang berbobot. Para pelaku pengadilan seperti menjual putusan hakim dengan uang dari para pelaku yang terbukti pada saat OTT ditemukan oleh KPK.
Menurut perwakilan Tim Advokasi Amicus, Johan Imanuel, peristiwa operasi tangkap tangan oleh KPK di MA menjadi momentum bagus untuk pembenahan sistem peradilan. Hal ini terutama dalam memproses banding, kasasi, sampai peninjauan kembali dan uji materiil, karena di Indonesia, sidang-sidang untuk proses hukum itu digelar tertutup.
”Sebenarnya kalau persidangan transparansi itu lebih mudah dipantau dan diawasi oleh masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya potensi pelanggaran hukum yang mungkin timbul dalam proses persidangan,” kata Johan.
Di Semarang, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan, kasus korupsi apa pun yang terjadi di lembaga mana pun harus diproses hingga tuntas. Pemerintah mendukung upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
”Tentu kami mendukung upaya-upaya penegakan hukum untuk masalah pemberantasan korupsi. Itu menjadi komitmen pemerintah karena salah satu programnya adalah pemberantasan korupsi di lembaga mana pun, di tingkat mana pun,” ujar Wapres Amin kepada wartawan seusai meresmikan renovasi kawasan pusaka Masjid Baiturrahman Semarang dan Kantor MUI Jawa Tengah, Jumat (23/9/2022).
Ditambahkan bahwa penegakan hukum untuk kasus korupsi adalah kewenangan KPK. Karena itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa terjadi korupsi sesuai aturan perundangan. Sepanjang ada bukti jelas, menurut Wapres, kasus harus diproses.