Guna mengakomodasi penyelenggaraan Pemilu 2024 di tiga daerah otonomi baru di Papua, Komisi II menyetujui diterbitkannya perppu untuk mengubah beberapa ketentuan pada UU Pemilu. Itu dinilai tak mengganggu tahapan pemilu.
Oleh
IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, dan penyelenggara pemilu menyetujui diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu. Perppu tersebut diperlukan sebagai implikasi penyelenggaraan pemilu pada daerah otonomi baru di Papua dan Papua Barat.
Perppu diharapkan bisa diterbitkan sebelum tahapan penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan yang akan dimulai pada 14 Oktober mendatang. Namun, sebelum terbitnya perppu, pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) pada provinsi baru di Papua dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Soal isi perppu, saya kira kita masih punya waktu untuk membicarakan lintas institusi. Nanti mungkin ada konsinyering supaya punya kesepahaman bersama dan menjawab semua persoalan yang terkait dengan pembentukan ini,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat menutup rapat dengar pendapat bersama Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Pembahasan mengenai perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengemuka setelah disahkannya UU tiga daerah otonomi baru di Papua, yakni UU Provinsi Papua Selatan, UU Provinsi Papua Tengah, dan UU Provinsi Papua Pegunungan. Selain itu, Provinsi Papua Barat juga sedang dimekarkan menjadi Provinsi Papua Barat Daya dan ditargetkan bisa disahkan pada pekan depan.
Empat daerah otonomi baru (DOB) itu diamanatkan untuk melaksanakan pemilu dan Pilkada 2024. Namun, sejumlah ketentuan di UU Pemilu mesti diubah untuk mengakomodasi pelaksanaan pemilu di provinsi baru tersebut. Sebab, ada beberapa hal yang harus diubah jika ingin melaksanakan pemilu di tiga DOB itu.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, KPU merekomendasikan beberapa hal yang mesti diakomodasi dalam perppu. Pertama, melakukan penataan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi dengan mengubah Lampiran III dan Lampiran IV UU Pemilu, khususnya untuk Provinsi Papua dan menyesuaikan dengan kondisi terkini akibat adanya DOB.
Sebagai akibat penataan dapil (penambahan dapil) dan penataan pada alokasi kursi, dapat pula berpengaruh pada jumlah kursi anggota DPR sebagaimana ketentuan Pasal 186 UU No 7/2017. Oleh karena itu, perlu pula mengubah ketentuan pasal tersebut karena jumlah kursi untuk DPR ditetapkan sebanyak 575 kursi.
”Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang,” ujar Hasyim.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, KPU merekomendasikan beberapa hal yang mesti diakomodasi dalam perppu.
Selain itu, lanjutnya, aturan mengenai penyelenggara pemilu yang diatur dan didefinitifkan jumlahnya dalam Lampiran I UU No 7/2017 mengenai jumlah anggota KPU provinsi juga perlu diubah. Sebab, dengan adanya tiga DOB setingkat provinsi, perlu pembentukan KPU provinsi di DOB tersebut.
Hasyim menuturkan, ada dua hal krusial terkait waktu penerbitan perppu agar memperhatikan tahapan pemilu yang sudah diatur dalam Peraturan KPU No 3/2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Pertama, tahapan penetapan jumlah kursi dan penetapan dapil yang akan dilaksanakan pada 14 Oktober 2022 hingga 9 Februari 2023. Kedua, tahapan pencalonan Dewan Perwakilan Daerah pada 6 Desember 2022 hingga 25 November 2023.
”Dengan begitu, timeline untuk perubahan UU Pemilu sebisa mungkin dilakukan sebelum tahapan itu berjalan,” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, perubahan UU Pemilu cukup dibatasi pada masalah-masalah yang menjadi implikasi pelaksanaan pemilu di tiga DOB. Perubahan jangan melebar dari keperluan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi pemilu pertama di DOB. ”Saya menangkap ingin dipercepat. Kalau ingin cepat, ya, perppu, karena kita berpacu dengan waktu,” katanya.
Ketua DKPP Muhammad pun sepakat dengan pilihan perppu. Sebab, perppu menjadi bentuk hukum yang paling efektif dan efisien dalam mengakomodasi pelaksanaan pemilu di DOB. Apalagi ada kegentingan yang memaksa karena tahapan pemilu sudah berjalan. Namun, pembuatan perppu tetap perlu diawali dengan analisis yang tepat.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid, mengatakan, revisi UU atau perppu menjadi sebuah keniscayaan. Jika dahulu DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak merevisi UU Pemilu dan Pilkada, sebaiknya pembentuk UU tetap konsisten untuk tidak merevisinya. Maka, jalan satu-satunya adalah perppu agar bisa mengakomodasi hak politik masyarakat dan daerah atas implikasi pembentukan DOB.
”Harus ada simulasi yang akurat perhitungannya antara penataan kelembagaan dan penataan dapil sehingga pelaksanaan pemilu tidak terkesan asal jadi, tetapi pemilu yang berkualitas bisa terjadi di DOB,” ucapnya.
Sementara anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, menilai, peluang revisi UU Pemilu masih terbuka. Bahkan menjadi pilihan terbaik untuk mengakhiri politik berbiaya tinggi dan oligarki akibat UU Pemilu saat ini. ”Peluang revisi sangat besar. Saya tetap mendukung revisi bisa dilakukan tanpa mengganggu tahapan dan jadwal pemilu,” katanya.