Konsekuensi Elektoral Daerah Otonomi Baru
Hadirnya tiga provinsi baru di Papua berpotensi mengubah komposisi daerah pemilihan dan alokasi kursi. Perubahan terhadap undang-undang menjadi sebuah kebutuhan guna menjamin pelaksanaan pemilu di daerah hasil pemekaran.
Lahirnya tiga daerah otonomi baru di Provinsi Papua memiliki konsekuensi terhadap daerah pemilihan di wilayah Papua yang kini menjadi lima provinsi. Jumlah daerah pemilihan berpotensi mengalami perubahan dan berdampak pada jumlah kursi di setiap daerah pemilihan. Dibutuhkan payung hukum untuk menaungi potensi perubahan ini.
Wacana soal perubahan daerah pemilihan untuk Pemilihan Umum 2024 ini seiring dengan telah lahirnya tiga daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Papua. Seperti yang publik ikuti, DPR dan pemerintah pada 30 Juni 2022 telah mengesahkan tiga provinsi baru di Papua, yakni meliputi Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.
Ketiga provinsi baru ini “membelah” 29 kabupaten/kota yang sebelumnya masuk dalam satu provinsi, yakni Provinsi Papua. Provinsi Papua Selatan meliputi 4 kabupaten, Papua Tengah terdiri atas 8 kabupaten, sedangkan Papua Pegunungan menaungi 8 kabupaten.
Wacana soal perubahan daerah pemilihan untuk Pemilihan Umum 2024 ini seiring dengan telah lahirnya tiga daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Papua.
Peresmian ketiga provinsi baru tersebut dan pelantikan penjabat gubernur dilakukan paling lama enam bulan sejak RUU diundangkan. Sementara Provinsi Papua, yang menjadi wilayah induknya hanya menyisakan 10 kabupaten.
Kebijakan pemekaran di Papua sendiri merupakan amanat dan implementasi dari UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Tiga undang-undang yang menaungi ketiga provinsi baru ini akan menjadi pijakan hukum bagi pengelolaan pemerintahan di tiga DOB tersebut.
Salah satu konsekuensi terkait hadirnya tiga provinsi baru ini adalah perubahan daerah pemilihan, terutama untuk kepentingan Pemilihan Umum 2024. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti menyatakan, penentuan jumlah kursi pada tiga provinsi baru di Papua harus memenuhi prinsip representasi. Menurut Ramlan, daerah pemilihan Papua harus dibagi ke tiga dapil lain hasil pemekaran (Kompas, 6 Juli 2022).
Berdasarkan Pasal 187 ayat 5 UU 7/2017 Tentang Pemilu, daerah pemilihan dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang.
Dari lampiran tersebut jelas disebutkan, Provinsi Papua, untuk daerah pemilihan DPR RI, hanya menjadi satu daerah pemilihan yang terdiri dari 29 kabupaten. Alokasi kursi DPR untuk Dapil Papua ini tercatat sebanyak 10 kursi.
Ketika lahir tiga DOB Papua sebagai hasil pemekaran wilayah, otomatis akan terjadi perubahan komposisi daerah pemilihan. Perubahan dari semula satu provinsi bertambah tiga provinsi, total ada empat provinsi di wilayah Papua sebagai konsekuensi dari pemekaran tersebut. Jika merujuk dapil berdasarkan Lampiran III UU 7/2017 tersebut, maka ada sekitar 20 kabupaten yang “terpisah” dari provinsi induknya, Papua.
Baca juga : Tiga DOB di Papua Dikawal hingga 2024
Daerah pemilihan
Tiga provinsi baru, yakni Provinsi Papua Selatan mencakup 4 kabupaten, yakni Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat. Sebelumnya, keempat kabupaten ini merupakan bagian dari daerah pemilihan Papua untuk DPR RI.
Keempat kabupaten ini sebelumnya juga bagian dari daerah pemilihan Papua 7 untuk DPRD Provinsi. Kemudian Provinsi Papua Tengah terdiri dari 8 kabupaten, yakni Kabupaten Nabire, Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deiyai. Seperti sebelumnya, 8 daerah ini masuk dapil Papua untuk DPR RI dan gabungan dapil Papua 3 serta Papua 4 untuk DPRD Provinsi.
Sementara Provinsi Papua Pegunungan terdiri dari 7 kabupaten, yakni Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Tolikara, Mamberamo Tengah, Yalimo, Lanny Jaya, dan Nduga. Tujuh kabupaten ini sebelumnya menjadi bagian dari dapil Papua 4 dan Papua 6 untuk DPRD Provinsi.
Terakhir, Provinsi Papua, yang notabene wilayah induknya, hanya terdiri dari 10 kabupaten. Kesepuluh daerah itu adalah Kota Jayapura, Jayapura, Sarmi, Kepulauan Yapen, Biak Numfor, Keerom, Waropen, Supiori, Mamberamo Raya, dan Pegunungan Bintang.
Sebanyak 10 daerah ini, jika merujuk Lampiran IV UU 7/2017, memang bagian dari dua dapil untuk DPRD Provinsi, yakni Dapil Papua 1 dan Papua 2. Sementara Dapil Papua 3 hingga Dapil Papua 7 untuk DPRD Provinsi berpotensi akan mengalami perubahan komposisi.
Perubahan ini tidak lepas dari konsekuensi pemekaran wilayah yang terjadi. Dapil Papua 7, misalnya, pada akhirnya akan berubah penuh menjadi wilayah Provinsi Papua Selatan sesuai hasil pemekaran, yakni Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat.
Sementara Dapil Papua 3 sampai Papua 6 berpotensi akan saling beririsan yang terbagi ke dalam dua provinsi, yakni Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan.
Ketika lahir tiga DOB Papua sebagai hasil pemekaran wilayah, otomatis akan terjadi perubahan komposisi daerah pemilihan.
Sebut saja Kabupaten Tolikara, misalnya, jika sebelumnya di Pemilu 2019 berada dalam satu daerah pemilihan dengan Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Puncak (Dapil Papua 4), setelah pemekaran, Tolikara justru terpisah dari kedua kabupaten di atas.
Tolikara masuk bagian Provinsi Papua Pegunungan, sedangan Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Puncak masuk bagian dari Provinsi Papua Tengah.
Baca juga : Penuhi Asas Representasi dalam Penentuan Kursi DPR di DOB Papua
Alokasi kursi
Selain perubahan daerah pemilihan sebagai konsekuensi lahirnya tiga DOB Papua, alokasi kursi legislatif yang diperebutkan dalam pemilihan umum juga berpotensi mengalami perubahan.
Pengaturan ulang jumlah daerah pemilihan dan kursi anggota parlemen sendiri harus tetap mengacu pada ketentuan dalam UU 7/2017 tentang Pemilu atau melalui penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) karena di UU belum diatur di dalam Lampiran III, terutama terkait 3 DOB Papua. Di Lampiran III masih berisi soal jumlah kursi anggota legislatif di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Sementara dengan adanya 3 DOB baru, jumlah provinsi bertambah menjadi 37.
Sejumlah ketentuan dalam pengaturan pendapilan dan jumlah kursi legislatif di 3 DOB Papua harus berpegang pada prinsip pendapilan yang disebutkan dalam Pasal 185 UU 7/2017.
Dimana di pasal tersebut disebutkan, penyusunan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota harus memperhatikan 7 prinsip, yakni kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan kesinambungan.
Sementara itu terkait formulasi kursi tentu tetap mengacu pada ketentuan Pasal 189 UU Pemilu dimana komposisi minimal kursi DPRD Provinsi diperbandingkan dengan jumlah penduduk.
Di pasal ini disebutkan, jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi paling sedikit 3 (tiga) dan paling banyak 12 (dua belas) kursi. Sebelumnya, di Pasal 188 juga disebutkan jumlah kursi DPRD Provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh).
Jika mengacu ketentuan di atas, maka alokasi kursi sesuai UU 7/2017 untuk DPRD Provinsi sebagai berikut : penduduk dalam rentang 1 juta (35 kursi), 1- 3 juta (45 kursi), 3-5 juta (55 kursi), 5 -7 juta (65 kursi), 7 - 9 juta (75 kursi), 9 -11 juta (85 kursi), 11 – 20 juta (85 kursi), dan lebih dari 20 juta (120 kursi). Sementara itu alokasi kursi di tiap daerah pemilihan untuk DPR RI minimal 3 (kursi) dan maksimal 10 kursi (dalam satu provinsi).
Sementara itu alokasi kursi untuk DPR RI minimal 3 kursi dan maksimal 10 kursi. Jika sebelumnya Papua memiliki 10 kursi, maka jika menjadi 4 Provinsi, maka jika dihitung berdasarkan kursi minimal, masing-masing provinsi akan mendapatkan minimal 3 kursi.
Jadi, di wilayah 4 provinsi tersebut (Provinsi Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan) total akan mendapatkan 12 kursi. Ketentuan ini tentu membutuhkan revisi dalam Lampiran III UU 7/2017 tentang Pemilu dimana disebutkan Papua masih 10 kursi.
Dengan adanya penambahan daerah pemilihan untuk DPR ini, maka berpotensi pula menambah jumlah kursi anggota DPR sejumlah 575 (lima ratus tujuh puluh lima) kursi sebagaimana diatur dalam Pasal 186 UU Pemilu.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mencatat, dengan penambahan DOB Papua ini konsekuensi yuridisnya berpotensi untuk mengubah isi ketentuan UU Pemilu, khususnya pada Lampiran III UU Pemilu.
Baca juga : Pemerintah Kaji Bentuk Payung Hukum Pemilu akibat Pemekaran Papua
Dapil dan kursi DPD
Lahirnya DOB baru tidak saja memiliki konsekuensi pada perubahan konfigurasi daerah pemilih beserta jumlah kursi di tiap provinsi, namun juga melahirkan konsekuensi pada peserta pemilu perseorangan atau senator untuk menduduki Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Selama ini, sesuai UU 7/2017, daerah pemilihan dan alokasi kursi DPD untuk 3 (tiga) DOB adalah wilayah provinsi DOB tersebut. Artinya, akan ada penambahan 3 (tiga) dapil untuk pemilihan anggota DPD di Pemilu 2024 dengan alokasi kursi di masing-masing wilayah dapil DOB tersebut adalah 4 (empat) kursi.
Jika ditotal dengan jumlah anggota DPD yang ada saat ini, maka jumlahnya bertambah 12 orang yang mewakili 3 DOB Papua plus 136 orang yang sudah ada di DPD.
Jadi total kursi DPD nanti bertambah mencapai 148 orang. Hal ini penting untuk dihitung karena menurut Hasyim Asy'ari ada ketentuan di Pasal 22C ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR.
Jika dihitung, sepertiga anggota DPR (1/3 x 575 = 191 orang), maka jumlah anggota DPD setelah adanya 3 DOB Papua (148 orang) masih memenuhi ketentuan Pasal 22C ayat (2).
Pada akhirnya, pekerjaan rumahnya adalah pada perubahan Lampiran III dan Lampiran IV yang ada dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Dengan potensi penambahan kursi DPR dan DPD, misalnya, otomatis perlu merevisi apa yang tertuang dalam lampiran tersebut.
Disebabkan lampiran tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan undang-undang, maka statusnya adalah revisi undang-undang atau pilihan lainnya melalui penerbitan Perppu. Sejumlah anggota DPR sudah menyuarakan perlunya Perppu ini jika tiga DOB Papua akan diikutkan dalam Pemilu 2024.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengeluakan keterangan tertulis terkait hal ini. Dalam keterangan tertulisnya, Mahfud menjelaskan, pemerintah tengah mempertimbangkan payung hukum yang tepat untuk mencakup keterisian wakil legislatif di tingkat pusat ataupun daerah pemekaran berdasarkan hasil pemilu (Kompas, 5 Juli 2022).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa bahwa penambahan 3 DOB di Papua berimplikasi pada perlunya menambah dapil karena ketiga DOB tersebut sudah tidak masuk Dapil Papua.
Hadirnya DOB di Papua menambah pekerjaan rumah untuk memastikan keikutsertaaan wilayah pemekaran ini di Pemilu 2024.
Praktis, hadirnya DOB di Papua ini menambah pekerjaan rumah untuk memastikan keikutsertaaan wilayah pemekaran ini di Pemilu 2024. Hal ini belum lagi ada potensi penambahan DOB lainnya di Papua, salah satunya tentang adanya RUU Provinsi Papua Barat Daya yang merupakan pemekaran dari Provinsi Papua Barat.
Mau tidak mau, wacana Perppu menjadi opsi yang bisa diambil jika membutuhkan proses yang cepat. Jika mengacu tahapan pemilu, berdasarkan Peraturan KPU No 3/2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024, penetapan jumlah kursi dan dapil berlangsung pada 14 Oktober 2022 hingga 9 Februari 2023. Kurang lebih masih ada waktu tiga bulan sebelum tahapan tersebut dimulai.
Bagaimanapun lahirnya DOB Baru memang membuka konsekuensi elektoral demi kepentingan pemilu. Kejelasan atas konsekuensi ini penting di tengah padatnya tahapan pemilu. Selain berpacu dengan waktu, pemilu juga harus dijamin akan kepastian prosesnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei ”Kompas”: Calon Anggota Legislatif Beri Insentif Elektoral ke Partai