Presiden Segera Ajukan Calon Pengganti Lili ke DPR
Setelah menyetujui pengunduran diri Lili Pintauli Siregar, kini Presiden Jokowi tengah menyiapkan calon pengganti Wakil Ketua KPK itu untuk diajukan ke DPR.
Oleh
NINA SUSILO, PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
SUBANG, KOMPAS — Presiden Joko Widodo akhirnya angkat suara terkait Lili Pintauli Siregar, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengundurkan diri saat kasus dugaan pelanggaran etiknya ditangani oleh Dewan Pengawas KPK. Saat ini Presiden tengah mempersiapkan calon pengganti Lili dan akan segera mengajukannya ke Dewan Perwakilan Rakyat.
”Kami akan segera mengajukan (penggantinya) ke DPR secepatnya,” kata Presiden Jokowi kepada wartawan di sela-sela kunjungan kerja ke Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (12/7/2022).
Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri saat Dewan Pengawas KPK akan menggelar persidangan etik atas kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan lembaga antirasuah itu. Kali ini, Lili diduga melanggar kode etik lantaran menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, dari sebuah perusahaan milik negara.
Kami akan segera mengajukan (penggantinya) ke DPR secepatnya.
Sejauh ini, pengajuan personel pengganti pimpinan KPK tersebut masih dalam proses. ”Karena, kan, baru saja surat pemberhentiannya minggu yang lalu sudah saya tanda tangani dan ini masih dalam proses untuk penggantiannya,” tambah Presiden.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, calon pengganti Lili akan diambil dari lima peserta yang tidak terpilih saat seleksi pimpinan KPK di DPR pada 2019. Mereka adalah Sigit Danang Joyo, Luthfi Jayadi, I Nyoman Wara, Johanis Tanak, dan Roby Arya Brata.
Rekam jejak jelas
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengharapkan Presiden dan DPR mempertimbangkan rekam jejak yang jelas. ”Presiden Joko Widodo dan DPR jangan sampai ”kejebur” di lubang yang sama. Calon anggota pengganti yang dipilih harus punya rekam jejak yang jelas di bidang antikorupsi supaya punya visi dan misi yang jelas saat jadi pimpinan, bukan aji mumpung dan ambil keuntungan dari jabatan,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani melalui keterangan tertulis, Selasa.
Julius menjelaskan, mengacu pada Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, jika terjadi kekosongan kursi pimpinan KPK, presiden mengajukan calon anggota pengganti ke DPR. Dalam Ayat (2) disebut bahwa calon anggota pengganti diambil dari calon pimpinan yang tidak terpilih di DPR sepanjang memenuhi persyaratan di Pasal 29 UU KPK.
Sekretaris Jenderal PBHI Gina Sabrina menambahkan, tunggakan pekerjaan KPK masih banyak, salah satunya mencari politisi PDI-P Harun Masiku yang hingga saat ini masih buron. Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Oleh karena itu, PBHI mendesak Presiden Joko Widodo segera mengajukan calon anggota pengganti di KPK kepada DPR yang berpengalaman di bidang antikorupsi dan memiliki integritas tinggi dengan merujuk pada Pasal 33 UU KPK.
Etika pimpinan
Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan, menyampaikan, aduan penerimaan gratifikasi oleh Lili membuka kotak pandora tentang buruknya etika di lingkar pimpinan KPK. Sayangnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan untuk menggugurkan sidang etik dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili.
Menurut Kurnia, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 71/P/2022 yang berisi pemberhentian Lili sebagai Wakil Ketua KPK yang ditandatangani pada 11 Juli 2022 tidak seharusnya menggugurkan proses sidang etik yang dilakukan oleh Dewas. Sidang tersebut secara formal sudah dilakukan pada 5 Juli 2022. Hal itu menunjukkan bahwa terlepas dari ada atau tidaknya surat pengunduran diri dari Lili, Dewas telah berketetapan menjalankan sidang pada 5 Juli 2022 dan bahkan sudah memanggil yang bersangkutan secara patut pada 1 Juli 2022.
ICW memiliki dua catatan kritis terkait penegakan etik Lili. Pertama, Dewas seharusnya tetap melanjutkan proses sidang pelanggaran etik. Sebab, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Lili terjadi saat dirinya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Kedua, Lili tidak kooperatif dan tidak memiliki itikad baik untuk menghormati proses persidangan etik. Sebagaimana diketahui, Lili mangkir dari sidang pertama pada 5 Juli 2022 dengan alasan mengikuti agenda G20 di Bali. Padahal, agenda tersebut dapat dihadiri oleh pimpinan KPK yang lain.
Oleh karena itu, ICW mendesak Dewas membatalkan penetapan dan melanjutkan proses sidang etik terhadap Lili. ”Dewan Pengawas harus meneruskan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum, jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap,” tegas Kurnia.
Sebelumnya, anggota majelis etik, Albertina Ho, menjelaskan, majelis tak serta-merta menghentikan pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili. Namun, perkara itu gugur karena tak memenuhi syarat lantaran sejak 11 Juli Lili tak lagi menjadi komisioner KPK.
Meskipun demikian, jika ada insan KPK lain yang diduga terlibat, Dewas tetap akan memproses dugaan pelanggaran etik ini. ”Jadi tetap akan dilanjutkan proses pemeriksaannya sesuai dengan peraturan Dewan Pengawas, sepanjang yang bersangkutan memenuhi syarat sebagai insan KPK. Kalau bukan, ya tidak bisa kita proses seperti halnya Bu Lili ini,” kata Albertina.