Komisi Aparatur Sipil Negara Tidak Jadi Dibubarkan
”Dipastikan, KASN tidak dihapus. KASN diberi penguatan,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal seusai rapat internal panitia kerja RUU tentang ASN.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk tidak membubarkan Komisi Aparatur Sipil Negara. Keberadaan lembaga tersebut justru dijanjikan akan diperkuat dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Syamsurizal seusai rapat internal panitia kerja RUU tentang ASN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022), mengatakan, salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah keberadaan KASN. Ia menegaskan, dari hasil rapat, disepakati KASN tidak akan dihapus.
”Dipastikan, KASN tidak dihapus. KASN diberi penguatan,” ujar Syamsurizal.
Sebelumnya, DPR menilai keberadaan KASN membuat panjang alur pengawasan yang justru membuat tidak efektif. Karena itu, DPR menginisiasi revisi UU ASN yang salah satunya membubarkan KASN. Niat DPR ini memantik protes dari akademisi. Pembubaran KASN dinilai akan mematikan fungsi pengawasan terhadap manajemen ASN. Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga mendukung penguatan KASN karena masih banyaknya instansi pemerintah yang belum menerapkan sistem merit (Kompas, 30 Januari 2021).
Baca juga: DPR Ingin Bubarkan Komisi ASN
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menambahkan, alasan KASN tetap dipertahankan karena merupakan simbol reformasi. Jika masih ada kelemahan di KASN, seharusnya lembaga tersebut diperkuat, bukan malah dibubarkan.
”Jadi, cara pandangnya, kelemahan KASN itu bukan menjadi alasan dibubarkan, tetapi segera diperbaiki. Kalau KASN dibubarkan, simbol reformasi di tubuh birokrasi akan hilang. KASN patut dipertahankan sebagai simbol terpenting terkait semangat reformasi birokrasi,” tutur Yanuar.
Baca juga: Pembubaran KASN, Bentuk Serangan Balik
Perubahan
Berdasarkan dokumen yang diterima Kompas, setidaknya dua pasal dalam UU ASN yang diubah, yakni Pasal 29 dan Pasal 35. Di dalam Pasal 29 UU ASN disebutkan, KASN berkedudukan di ibu kota negara RI. Kemudian, di dalam draf revisi UU ASN, pasal itu diubah menjadi KASN berkedudukan di ibu kota negara RI dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara RI.
Jadi, cara pandangnya, kelemahan KASN itu bukan menjadi alasan dibubarkan, tetapi segera diperbaiki. Kalau KASN dibubarkan, simbol reformasi di tubuh birokrasi akan hilang. KASN patut dipertahankan sebagai simbol terpenting terkait semangat reformasi birokrasi. (Yanuar)
Selain itu, di Pasal 29 akan ditambahkan dua ayat lain, yakni pertama, KASN dapat mendirikan perwakilan di provinsi dan/atau kabupaten/kota. Kedua, ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja perwakilan KASN di daerah, diatur dengan peraturan pemerintah.
Selain itu, perubahan juga terjadi di Pasal 35 UU ASN yang lama berkaitan dengan mekanisme pemilihan anggota KASN. Mekanisme pemilihan anggota KASN dilakukan dengan melibatkan DPR, seperti mekanisme pemilihan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Struktur keanggotaan KASN juga diubah. Di dalam draf revisi UU ASN tertulis, KASN terdiri atas satu orang ex officio dari unsur Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB), satu orang ex officio dari unsur Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan lima orang dari tokoh masyarakat.
Selanjutnya, anggota KASN yang berasal dari tokoh masyarakat diusulkan oleh Presiden sebanyak dua orang, dan diusulkan oleh DPR sebanyak tiga orang. Adapun usul keanggotaan KASN dari setiap unsur diajukan kepada Presiden.
Pada UU ASN yang lama di Pasal 35 disebutkan KASN terdiri dari satu orang ketua merangkap anggota, satu orang wakil ketua merangkap anggota, dan lima orang anggota.
Yanuar membenarkan soal perubahan di Pasal 29 terkait kedudukan KASN. Menurut dia, KASN tidak bisa hanya tersentral di ibu kota negara. Hal itu tidak masuk akal karena jangkauan pengawasan mereka sampai ke ratusan daerah di seluruh wilayah Indonesia. Karena itu, patut dipertimbangkan, KASN mempunyai kantor perwakilan di daerah.
”Seakan kalau hanya di pusat, KASN hanya simbol dan tak ada fungsi sehingga (pembentukan kantor perwakilan KASN di daerah) ini patut menjadi pertimbangan pemerintah. Dia, kan, mengawasi sistem merit tidak hanya birokrasi di pusat, tetapi juga di daerah,” kata Yanuar.
Berkaitan dengan perubahan di Pasal 35, lanjut Yanuar, itu masih perlu dikaji kembali lebih dalam terutama soal struktur keanggotaan KASN yang melibatkan Menpan dan RB, BKN, serta tokoh masyarakat. ”Kami belum bicara sampai sana,” katanya.
Namun, ia tak menampik soal adanya usulan perubahan mekanisme pemilihan anggota KASN. Setidaknya ada dua usulan. Pertama, perekrutan seperti pemilihan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kedua, muncul pula usulan perekrutan gabungan yang melibatkan DPR dan pemerintah.
Pada prinsipnya, ia mengklaim, DPR menginginkan agar kelembagaan KASN disempurnakan. Ia melihat, selama ini posisi KASN hanya menjadi bagian dari pemerintah dan tidak ada keterlibatan publik. Untuk itu, dalam rapat diusulkan, proses perekrutan KASN diperbaiki.
”Pola mana yang disepakati, kita lihat selanjutnya karena masih akan dinamis. Yang terpenting, perekrutan KASN nanti tidak boleh tertutup, harus open, sehingga publik bisa mengawasi. Tidak bisa orang serta-merta daftar jadi anggota KASN, tetapi harus ada seleksi dan fit and proper test, sifatnya terbuka. Jadi, mereka yang berkompeten bisa jadi komisioner,” kata Yanuar.
Ketua KASN Agus Pramusinto sangat menyayangkan apabila struktur komisioner KASN diutak-atik, apalagi disebutkan secara jelas terkait posisi ketua diisi unsur Menpan dan RB, wakil ketua dari BKN, serta anggota-anggotanya berasal dari tokoh masyarakat. Jika strukturnya seperti itu, menurut dia, KASN kelak akan disusupi kepentingan politik.
Terlebih, lanjut dia, jika dari unsur tokoh masyarakat tidak diseleksi dengan baik, ini justru akan semakin memperlemah posisi KASN. Ia menegaskan bahwa kerja KASN berkaitan dengan sumber daya manusia dan menyelesaikan masalah itu dengan pertimbangan hukum. Jika pemilihan tokoh masyarakat ini asal-asalan, tugas KASN menegakkan manajemen ASN tidak akan berjalan optimal.
”Harus diingat bahwa menegakkan manajemen ASN itu sangat berkaitan dengan teknis regulasi, bukan pertimbangan politik. Kami harap ada syarat yang terukur dalam proses perekrutan komisioner KASN dan harus terbuka,” tutur Agus.
Berkaitan dengan keberadaan KASN yang diperluas hingga daerah-daerah, menurut Agus, hal ini justru tidak menyelesaikan persoalan, melainkan akan membebani anggaran negara. Dengan posisi KASN yang hanya ada di Jakarta sekarang, itu sudah cukup karena semua kini telah didukung dengan teknologi yang memadai. Alhasil, ASN yang ingin mengadu tak perlu sampai datang ke Jakarta.
KASN saat ini hanya membutuhkan kolaborasi kuat dengan BKN dan Badan Pemeriksa Keuangan. Kolaborasi dengan BKN terkait pemblokiran ASN yang terbukti melanggar netralitas. Hal itu selama ini tidak berjalan optimal karena BKN sendiri tak cukup berani untuk melakukan pemblokiran karena khawatir menuai protes dari daerah.
Sementara itu, kolaborasi dengan BPK bertujuan untuk optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara apabila ditemukan ASN yang ditempatkan tidak sesuai dengan prosedur. Jika penempatan ASN itu tidak sesuai prosedur, artinya jabatannya tidak sah dan setiap keputusannya juga tidak sah, termasuk penerimaan gaji sehingga gaji yang diterimanya harus dikembalikan kepada negara.