DPR Minta Pendalaman Detail Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024
Untuk menjamin penyediaan logistik dapat dilakukan dengan cepat, KPU meminta penerbitan perpres untuk memudahkan pengadaan logistik pemilu. Dengan demikian, durasi waktu untuk kampanye bisa diatur detail dan efektif.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat menilai masih diperlukan pendalaman terhadap detail-detail teknis dalam Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum mengenai Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024. Penyelesaian Rancangan PKPU itu dipastikan akan segera dilakukan antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR sebagai tindak lanjut atas kesepakatan tanggal dan hari pemilu serta pilkada serentak 2024.
Dalam rapat dengar pendapat antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan DPR, Rabu (13/4/2022) di Jakarta, masing-masing menegaskan komitmen mereka atas tanggal dan hari penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak 2024. Sesuai dengan rapat terakhir, 24 Januari lalu, pemungutan suara pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024, sedangkan untuk pilkada serentak pada 27 November 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Kendati demikian, keputusan akhir rapat meminta agar dilakukan pendalaman terhadap rancangan PKPU itu secara lebih detail dalam rapat konsinyering di antara ketiga pihak. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, rapat konsinyering itu diperlukan untuk mendalami satu per satu detail teknis yang diatur dan dijadwalkan di dalam Rancangan PKPU.
”Karena banyak sekali yang harus diperdalam, kami membutuhkan waktu untuk melakukan pendalaman itu. Kami kapan pun siap melakukan itu, sekalipun besok rapat paripurna, dan lusa sudah reses. Tidak tertutup kemungkinan akan kami pergunakan waktu yang ada untuk membuat pemilu makin baik dan berkualitas,” kata Doli.
Baca juga: Kerja Politik Para Figur Potensial Capres di Akhir Pekan
Waktu dan jadwal konsinyering untuk mendalami teknis Rancangan PKPU itu akan ditentukan kemudian. Namun, Doli memastikan DPR berkomitmen segera mengesahkan Rancangan PKPU tersebut. Dengan demikian, Rancangan PKPU itu dapat segera menjadi landasan hukum bagi kerja-kerja penyiapan dan tahapan Pemilu 2024.
Sesuai komitmen
Dalam paparannya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang mewakili pemerintah, mengatakan, pemerintah tetap berpegang pada hasil raker terakhir dengan DPR dan penyelenggara pemilu, yakni tanggal penyelenggaraan pemilu pada 14 Februari 2024 dan pilkada pada 27 November 2024.
Dalam pelaksanaan tahapan, pemerintah tetap menghargai independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu. Namun, dalam praktiknya, menurut Tito, KPU memerlukan dukungan politik dari DPR, dan dukungan anggaran dari pemerintah.
Oleh karena itu, dalam penyusunan tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024, pemerintah memberikan beberapa saran. Pertama, pemerintah meminta agar perencanaan tahapan pemilu tersebut betul-betul detail sehingga setiap tahapan dilaksanakan tepat waktu dan tidak molor.
Pemilu 2024 juga harus aman bagi penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan aparat keamanan yang mengamankan pemilu.
”Kedua, aman bagi rakyat. Kita belajar dari Pemilu 2019, masa kampanye yang hampir tujuh bulan, kita lihat bagaimana politik identitas, politik SARA yang keluar itu sangat rawan,” katanya.
Pemilu 2024 juga harus aman bagi penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan aparat keamanan yang mengamankan pemilu. Hal lainnya, terkait anggaran, pemerintah meminta penyelenggara pemilu untuk mengalkulasi anggaran secara efektif dan efisien dengan mempertimbangkan situasi negara yang juga sedang berupaya memulihkan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19. KPU didorong untuk mengoptimalkan biaya elektoral, dan meminimalkan biaya-biaya di luar elektoral.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta KPU dan Bawaslu Tancap Gas
Kecukupan waktu
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk menjalankan tahapan yang efektif dan efisien. Upaya penghematan waktu yang berdampak pada minimalisasi beban anggaran dapat dilakukan jika sejumlah tahapan dapat dipastikan waktu penyelesaiannya. Salah satunya ialah pengadaan logistik.
Pengadaan logistik ini, terutama surat suara, akan bergantung pada penyelesaian sengketa pencalonan. Sebab, hasil putusan sengketa itu akan menentukan nama dan foto calon anggota legislatif maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang akan ditampilkan di dalam surat suara. Ketika penyelesaian berlarut-larut, hal itu bisa menimbulkan kendala dalam pencetakan surat suara.
Kedua, KPU juga meminta ada kecukupan waktu untuk sortir, pelipatan, dan distribusi surat suara ke panitia pemilihan luar negeri (PPLN). ”Kami meminta bantuan pemerintah menggunakan berbagai macam aparat pemerintah untuk membantu distribusi logistik setelah cetak, dan packing (pengemasan), sampai di TPS H-1. Begitu juga untuk di luar negeri,” katanya.
Untuk menjamin hal-hal teknis terkait percepatan penyediaan dan distribusi logistik dapat dilakukan dengan cepat, Hasyim meminta dukungan pemerintah dalam pembuatan peraturan presiden (perpres) yang memudahkan pengadaan barang dan logistik pemilu. Dengan demikian, durasi waktu untuk kampanye bisa lebih diatur detail dan efektif.
Pada praktiknya dari pemilu ke pemilu selama ini, KPU mengadakan dan mendistribusikan logistik selama masa kampanye. Oleh karena itu, jika waktu pengadaan dan distribusi logistik dapat dipangkas, jadwal kampanye juga dimungkinkan untuk diperpendek. Pemendekan jadwal kampanye juga berdampak pada efisiensi anggaran.
Secara khusus, terkait perpres pengadaan dan distribusi logistik, Tito mengatakan, pemerintah siap membantu. Sebelumnya, dalam rapat terbatas pada 24 Januari di Bogor, Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Menko Polhukam untuk melancarkan pemilu.
”Presiden siap buat perpres yang spesifik mengenai pengadaan logistik pemilu. Saya kira ini komitmen dari pemerintah untuk mendukung kebutuhan regulasi,” kata Tito.
Baca juga: Setelah Dilantik, KPU-Bawaslu Segera Konsolidasi
Sementara itu, terkait anggaran, Hasyim mengatakan, ada potensi penghematan jika sejumlah kebutuhan KPU di daerah, seperti pengadaan kantor dan gudang, dapat dibantu oleh Kemendagri, yakni dengan meminta pemda melakukan hibah gedung bagi keperluan KPU daerah.
Selain itu, efisiensi juga dimungkinkan jika kebutuhan alat pelindung diri (APD) dapat didukung oleh anggaran daerah. Sebab, pada praktiknya, pada Pilkada 2020, sekalipun APD dianggarkan dalam APBN, daerah juga turut membantu.
Menanggapi hal itu, Tito mengatakan, dirinya sesegera mungkin membuat surat edaran kepada kepala daerah untuk menyiapkan fasilitas gedung bagi keperluan KPU di daerah.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan, pihaknya melakukan berbagai hal untuk persiapan pengawasan Pemilu 2024. Bawaslu juga banyak menerapkan persidangan elektronik untuk memangkas waktu. Hal itu juga akan diterapkan dalam mengatasi sengketa dan laporan dalam Pemilu 2024.
Terkait anggaran, Hasyim mengatakan, ada potensi penghematan jika sejumlah kebutuhan KPU di daerah, seperti pengadaan kantor dan gudang, dapat dibantu Kemendagri, yakni dengan meminta pemda melakukan hibah gedung bagi keperluan KPU daerah. Ketua KPU
Segerakan pengesahan
Direktur Eksekutif Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, pengesahan Rancangan PKPU tidak terikat pada waktu reses DPR. Kapan pun KPU merasa siap setelah melakukan konsultasi dengan DPR, PKPU itu dapat diterbitkan.
”Kewenangan menetapkan PKPU ada di KPU, sedangkan konsultasi itu sifatnya wajib dilakukan. Oleh karena itu, sekalipun DPR memasuki reses, tidak ada hambatan bagi KPU menetapkan PKPU itu,” katanya.
Adapun terkait dengan kecukupan waktu dan kebutuhan perpres, Khoirunnisa mengatakan, hal itu sudah seharusnya menjadi bagian dari komitmen pemerintah. Sebab, lama pengadaan logistik bertalian pula dengan masa kampanye. Jika masa kampanye diperpendek, ada konsekuensi bagi KPU dalam proses pengadaan dan distribusi logistik. Pada titik ini, KPU memerlukan bantuan pemerintah.
Berkaitan dengan regulasi tentang pengadaan dan distribusi logistik, seusai rapat dengan Komisi II DPR, Hasyim mengatakan, sepanjang regulasi itu tidak bertentangan dengan hukum yang ada di atasnya, Presiden berjanji akan menyiapkannya. KPU pun secara khusus telah mendiskusikan hal tersebut kepada Presiden.
Ia menyebut, salah satu yang menjadi hambatan KPU adalah pengadaan logistik. Dalam pengadaan logistik ini perlu ada regulasi pengadaan yang khusus. ”Berkaitan dengan pengadaan logistik, tadi Pak Mendagri juga mengatakan, Presiden akan menerbitkan (peraturan presiden) kalau itu diperlukan untuk pengadaan logistik pemilu,” katanya.
Menurut Hasyim, dalam batas-batas tertentu, perpres sangat dibutuhkan guna mempercepat pengadaan logistik. Sebab, selama ini, jika mengacu pada pengadaan normal, itu sudah ditetapkan durasi dan mekanismenya.
”Kalau ada perpres khusus mungkin dari segi durasi waktu, mekanisme (pengadaan) juga, bisa lebih dipersingkat. Nanti secara teknis, substansi perpres seperti apa, kan, akan kami bahas antara KPU dan pemerintah,” ucap Hasyim.