Kerja Politik Para Figur Potensial Capres di Akhir Pekan
Sejumlah tokoh potensial calon presiden giat melakukan kerja-kerja politik untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya. Jarak dan waktu libur tak menjadi halangan.
Jalan-jalan di akhir pekan lihat ke kiri dan ke kanan, Pohon-pohon dan burung-burung semua menyambut riang. Pergi jauh ke luar kota lewati desa-desa. Pikiran segar hati jadi riang. Duhai asyiknya.
Penggalan lagu ”Jalan-jalan” yang dipopulerkan grup musik Shaggy Dog rasanya cocok menjadi anthem perjalanan bagi para politisi yang menghabiskan akhir pekan untuk melakukan kerja-kerja politik. Sebagian dari tokoh potensial calon presiden (capres) pilihan publik terlihat bepergian ke kota di luar wilayah tugasnya untuk berceramah jelang buka puasa di masjid-masjid kampus, bernyanyi bersama warga di ruang terbuka, hingga bermain tenis meja dengan para komedian di acara televisi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Salah satunya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Pada Jumat (8/4/2022), ia bertolak hampir 400 kilometer dari kantornya di Bandung, Jawa Barat, menuju Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Di masjid kedua kampus itu, Kamil didaulat untuk menjadi penceramah jelang waktu berbuka puasa dan shalat tarawih berjamaah. Dalam ceramahnya, ia menyampaikan tentang kepemimpinan dan upaya menjemput masa depan Indonesia. ”Semoga kita semua menjadi kaum pemenang dan pemilik masa depan. Aamiin,” tulis Kamil di akun Instagram resminya.
Berselang sehari dari kedatangan Kamil, giliran Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, yang memenuhi undangan untuk menjadi penceramah dan mengikuti shalat Tarawih di Masjid Kampus UGM. Kedatangannya disambut banyak orang yang tidak hanya menyimak apa yang dia sampaikan, tetapi juga berebut untuk bersalaman dan memotretnya menggunakan ponsel. Melalui akun Instagram resmi, Anies bersyukur bisa kembali ke kampus almamaternya. ”Sebuah kehormatan bisa berbagi apa yang sudah kami kerjakan di kota Jakarta,” tulis Anies.
Baca juga: Cek Ombak Dahulu, Arungi Lautan Pilpres Kemudian
Pada hari yang sama, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terbang menuju Sumatera, persisnya untuk memberikan kuliah umum di Universitas Sumatera Utara, Medan. Selama menyampaikan materi, Ganjar piawai mencairkan suasana dengan berinteraksi aktif dengan para mahasiswa. Mahasiswa pun terlihat antusias. Selain mengajaknya berswafoto, ada pula yang melukis karikatur wajah alumnus UGM tersebut, selama kuliah umum, lalu menyerahkannya di akhir acara.
Safari Ganjar di Sumatera tak berhenti di Medan, ia melanjutkan perjalanan ke Aceh, berkunjung ke rumah Rektor Universitas Malikussaleh, Aceh, Herman Fitria. Di rumah tokoh itu, ia menjalani prosesi pemberian gelar kehormatan ”Teuku” dari Majelis Adat Aceh.
”Ini bukan sekadar pemberian gelar, tapi juga sebuah tanggung jawab moral menjaga kehormatan Aceh beserta seluruh sejarah, masa depan, dan warganya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya melalui akun Instagram.
Perjalanan ke Sumatera juga dilakukan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Akhir pekan lalu, ia menghadiri pengukuhan Profesor Kehormatan untuk politisi senior Golkar, Fahmi Idris, di Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Setelahnya, ia juga datang ke silaturahmi bersama keluarga besar Golkar se-Sumbar. Dalam momentum itu, Airlangga mengingatkan para kader untuk terus membantu rakyat, mendukung program pemerintah memulihkan ekonomi nasional, dan menyukseskan Golkar di Pemilu 2024.
Akhir pekan di luar kota asal bagi para politisi tidak hanya dihabiskan dari kampus ke kampus. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pada Jumat lalu, berada di DI Yogyakarta, bersafari ke sejumlah pesantren dan masjid. Ia pun mencicipi kuliner malam di Pendopo Lawas, Yogyakarta. Beberapa warga yang ada di sana tampak terkejut, bahkan histeris melihat kehadiran AHY. Tak hanya makan malam, ia juga menyempatkan untuk bernyanyi bersama beberapa anak muda yang ada di Pendopo Lawas. Mereka menyanyikan ”Cendol Dawet” yang dipopulerkan almarhum Didi Kempot.
Perjalanan AHY belum berhenti di Yogyakarta. Dengan bus berkelir biru dilengkapi stiker Demokrat dan foto wajahnya, ia melanjutkan safari ke Jawa Tengah. Mulai dari berziarah ke Masjid Agung Demak, mengunjungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kudus, hingga buka puasa bersama dengan warga di Desa Prawoto, Kabupaten Pati.
Meski tidak di luar Jakarta, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir juga beraktivitas berbeda di akhir pekan. Ia tampil di sebuah reality show komedi televisi nasional bersama sejumlah komedian, antara lain Andre Taulany dan Wendy Cagur. Di acara tersebut, Erick yang mengenakan jaket bomber, kaus, celana, dan sepatu olahraga itu ikut bersenda gurau dengan berakting sebagai pelatih tenis meja.
Penjajakan partai politik
Tak hanya dipilih publik, geliat dari sejumlah figur potensial capres itu pun jadi perhatian partai politik. Sebagai pemegang tiket pencalonan presiden-wakil presiden, parpol mulai melirik para figur tersebut untuk diusung pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Bahkan tak hanya itu, parpol telah mulai membuka komunikasi dengan beberapa figur itu.
Baca juga: Pindah Partai Politik, Kursi Tak Hilang
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya. ”PKS membuka komunikasi dengan semuanya. Anies Baswedan misalnya, penjajakan komunikasi sudah jalan, kemudian Ganjar Pranowo, lalu Prabowo Subianto. Sandiaga Uno bahkan lebih dekat lagi. Beberapa waktu lalu Anies dan Sandi, kan, sepedaan bareng dengan Presiden PKS (Ahmad Syaikhu). Tinggal tentu nanti Majelis Syura PKS yang akan menentukan,” ujar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Selasa (12/4/2022).
Beriringan dengan penjajakan komunikasi itu, partai juga membuka komunikasi dengan parpol lain. Sebab, dengan raihan suara ataupun kursi PKS di Pemilu 2019, tidak mungkin bagi PKS untuk mengajukan sendiri pasangan capres-cawapres. ”Harapannya koalisi bisa lebih awal terbentuk, lalu mencari pasangan capres-cawapres bersama-sama, terus deklarasi,” katanya.
Namun, berbeda dengan PKS dan sejumlah parpol lain yang mulai melirik para figur potensial capres itu, Partai Golkar tetap mencoba mengajukan Airlangga Hartarto sebagai capres di Pilpres 2024. Meski elektabilitasnya belum terlihat menonjol dari hasil survei sejumlah lembaga, menurut fungsionaris Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily, Golkar akan konsisten mencalonkan Airlangga. Dengan fokus pada elektabilitas Airlangga, Ace pun mengaku Golkar belum melihat figur yang pas mendampingi Airlangga di Pilpres 2024.
”Sekarang ini kami fokus menaikkan elektabilitas Airlangga. Selain itu, komunikasi dengan partai lain untuk membangun koalisi pencapresan karena untuk mengusung capres-cawapres, Golkar juga harus berkoalisi dengan parpol lain agar memenuhi syarat UU Pemilu,” tambahnya.
Melebarkan sayap
Pengajar komunikasi politik di Universitas Paramadina, Jakarta, Hendri Satrio, dihubungi dari Jakarta, Senin (11/4/2022), melihat, upaya para politisi yang juga tokoh potensial capres di luar wilayah kerjanya merupakan upaya untuk melebarkan sayap popularitas mereka. Berdasarkan hasil survei Kedai Kopi, lembaga survei yang ia dirikan, publik yang mengenal mereka, terutama yang berlatar belakang kepala daerah, masih terfokus di wilayah kerja masing-masing. Selain itu, beberapa kepala daerah yang sudah akan habis masa jabatannya juga membutuhkan panggung lain setelah tak lagi menjadi pejabat publik.
”Karena hasil survei itulah, mereka berkeliling ke berbagai daerah,” katanya.
Dari sejumlah agenda itu, tambahnya, mereka berharap peningkatan popularitas. Salah satu ukurannya adalah ketika banyak media massa memberitakan kegiatan tersebut.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menambahkan, para tokoh potensial capres memiliki kebutuhan yang sama, yakni meningkatkan elektabilitas. Akan tetapi, mereka memiliki sumber hambatan yang berbeda. Hambatan yang dimaksud terkait dengan tingkat popularitas dan seberapa besar tingkat kesukaan publik yang memengaruhi elektabilitas. ”Berbagai aktivitas bersama berbagai kelompok atau komunitas yang dihadiri bisa digunakan untuk menjawab kebutuhan atau memperbaiki kelemahan masing-masing,” ujarnya.
Baca juga: Jatuh Bangun Caleg Pendatang Baru Menembus Parlemen
Berdasarkan survei SMRC pada 13-20 Maret 2022, ada beberapa tokoh dengan popularitas tinggi, tetapi tidak semua orang menyukainya. Prabowo Subianto, misalnya, popularitasnya mencapai 97 persen, tetapi penerimaan publiknya 73 persen. Begitu juga Anies yang popularitasnya 87 persen, tetapi penerimaan publiknya 75 persen.
Sementara itu, ada empat tokoh yang popularitasnya belum optimal, tetapi memiliki tingkat penerimaan publik yang positif. Mereka adalah Kamil dengan popularitas 65 persen dan disukai oleh 84 persen mereka yang mengetahuinya, Ganjar yang popularitasnya 69 persen dan penerimaan publik mencapai 81 persen. Sandiaga Uno dengan tingkat popularitas 81 persen disukai oleh 84 persen di antaranya, serta Khofifah Indar Parawansa yang popularitasnya 49 persen disukai 80 persen dari orang-orang yang mengetahuinya.
Dilihat dari tingkat elektabilitas, dari 43 capres yang ditanyakan kepada responden, Ganjar meraih elektabilitas tertinggi, yakni 18,1 persen. Ia disusul oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (17,6 persen), dan Anies (14,4 persen). Di urutan berikutnya ada Kamil (3,9 persen), AHY (3,5 persen), Megawati Soekarnoputri (3,1 persen), Basuki Tjahaja Purnama (3 persen), Sandiaga Uno (2,9 persen), Khofifah Indar Parawansa (2,5 persen), dan Muhaimin Iskandar (2,3 persen).
Menurut Abbas, elektabilitas Ganjar masih tertinggi karena cukup disukai publik. Akan tetapi, jika ingin unggul jauh dari Prabowo, ia harus menaikkan popularitas. ”Itu bisa dilakukan jika dia bisa dikenal oleh pemilih dari wilayah lain di luar Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur,” katanya.
Sementara Anies perlu memperbaiki tingkat kesukaan publik karena meski jauh lebih populer dari Ganjar, ia kurang disukai masyarakat. Akibatnya, elektabilitas Anies sulit naik sehingga ia tampak berusaha keras meningkatkan intensitas interaksi dengan warga.
Adapun Kamil, elektabilitasnya juga masih rendah walaupun cukup populer dan disukai. Hal itu di antaranya terjadi karena citra kepemimpinannya lebih rendah dibandingkan dengan Anies dan Ganjar. Kamil juga belum bisa sepenuhnya memenangi dukungan mayoritas pemilih Jawa Barat. ”Ia membutuhkan kompensasi dengan memperluas basis dukungan di luar Jawa Barat,” kata Abbas.
Sementara itu, AHY juga memiliki kebutuhan untuk memperluas basis pendukung. Sebab, meski cukup populer, dia belum bisa meyakinkan pemilih dari luar pendukung Partai Demokrat. Begitu juga Erick yang perlu meningkatkan popularitas dan kesukaan publik pada dirinya. Erick membutuhkan upaya sosialisasi yang jauh lebih besar dibanding tokoh-tokoh lain.
Baca juga: Adaptasi Partai Politik untuk Membidik Pemilih Muda
Kesempatan pemilih
Abbas menambahkan, selain meningkatkan popularitas yang diharapkan berbuah peningkatan elektabilitas, upaya para tokoh potensial capres untuk memperkenalkan diri di berbagai daerah ini juga baik untuk masyarakat pemilih. Hal itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengenal tokoh-tokoh yang akan berkontestasi dalam Pilpres 2024. Dengan begitu, masyarakat punya waktu lebih lama untuk membandingkan kekuatan, kelemahan, rekam jejak, dan potensi para calon. Keputusan untuk mendukung pun bisa diambil dengan lebih rasional.
Sayangnya, sejauh ini belum ada satu pun dari tokoh potensial capres yang mulai menawarkan gagasan tentang Indonesia ke depan. Mereka terlihat belum berani memasuki wilayah tersebut secara serius. Akibatnya, masyarakat belum mendapatkan informasi apa pun dari mereka secara substansial.
Diduga hal itu terjadi karena para tokoh belum memiliki ide atau agenda yang dianggap bernilai. Mereka baru sekadar ingin menjadi capres, tetapi belum punya visi yang akan dijalankan ketika terpilih. ”Makanya, masyarakat sudah waktunya mengajukan pertanyaan yang lebih serius supaya mereka mulai terbuka,” tutur Abbas.