DPR Janji Transparan Uji Kelayakan Calon Hakim Agung
Usulan 11 nama calon hakim agung tahun 2021 disampaikan pimpinan Komisi Yudisial kepada pimpinan DPR. Ketua DPR Puan Maharani memastikan pemilihan hakim agung itu akan dilakukan transparan.

Ketua KY Mukti Fajar (berbatik) menghadiri undangan rapat dengar pendapat (RDP) dari Komisi III DPR, Jumat (17/9/2021), di Jakarta. RDP tentang seleksi calon hakim agung itu diputuskan berlangsung tertutup.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat berjanji transparan dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di DPR. Nama-nama calon hakim agung itu telah diterima pimpinan DPR, Jumat (17/9/2021). Proses uji kelayakan dan kepatutan diserahkan kepada Komisi III DPR.
Usulan 11 nama calon hakim agung tahun 2021 disampaikan pimpinan Komisi Yudisial di Gedung Nusantara III, DPR, Jakarta, Jumat. Seusai menerima pimpinan KY, Ketua DPR Puan Maharani memastikan pemilihan hakim agung itu akan dilakukan transparan.
”Proses pemilihan calon hakim agung akan dilakukan secara terbuka, transparan, parsipatif, dan akuntabel,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya.
KY telah melakukan seleksi calon hakim agung sejak Februari hingga Agustus 2021. KY membuka rekrutmen, baik dari hakim karier maupun dari masyarakat sesuai dengan ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2011, serta Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2016 tentang Seleksi Calon Hakim Agung.

Ketua DPR Puan Maharani
Berdasarkan Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945, sebanyak 11 calon hakim agung tersebut disampaikan kepada DPR guna mendapatkan persetujuan dan selanjutnya akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden. Puan berharap seleksi yang dilakukan KY betul-betul menghasilkan calon-calon hakim agung terbaik.
”Oleh karena itu, hasil seleksi yang disampaikan kepada DPR RI adalah calon hakim agung yang layak untuk diajukan dan telah memenuhi kualifikasi sebagai calon hakim agung,” tuturnya.
Baca juga: DPR Diminta Tak Loloskan Calon Hakim Agung yang Punya Persoalan Integritas
Puan juga mengingatkan agar nama-nama calon hakim agung yang disampaikan ke DPR RI telah diseleksi dengan memperhatikan rekam jejaknya. Hal ini penting guna menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
”Meskipun proses pemilihan calon hakim agung dilakukan di DPR, calon hakim tersebut harus bebas dari pengaruh kepentingan politik dan independen,” ungkapnya.
Independensi itu penting, lanjut Puan, untuk membangun kepercayaan publik terhadap kinerja lembaga peradilan dan proses penegakan hukum di Indonesia. Badan Musyawarah (Bamus) DPR telah telah menugaskan Komisi III untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 11 calon hakim agung hasil seleksi dari KY. Pemilihan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hakim agung tahun 2021.
”Sesuai ketentuan undang-undang, Komisi Yudisial diberikan kewenangan untuk melakukan proses seleksi. Meski demikian, tetap diperlukan sinergi antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung sehingga rekrutmen calon hakim agung dapat memenuhi kebutuhan hakim agung di Mahkamah Agung,” ujarnya.
Baca juga: MA Krisis Hakim Agung ”Ad Hoc” Tindak Pidana Korupsi

Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/1/2021).
Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangan tertulis menyampaikan bahwa MA membutuhkan 13 hakim agung yang terdiri dari 2 orang untuk kamar perdata, 8 orang untuk kamar pidana, 1 orang untuk kamar militer, dan 2 orang untuk kamar tata usaha negara khusus pajak. Namun, dalam seleksi kali ini KY hanya mengirimkan 11 nama dari 13 kebutuhan MA.
”Kebutuhan dua calon hakim agung untuk kamar tata usaha negara khusus pajak tidak dapat dipenuhi karena tidak ada calon yang lulus seleksi hingga tahap akhir,” katanya.
Sementara itu, Koalisi Pemantau Peradilan memberikan catatan terkait penerapan keterbukaan dan transparansi dalam seleksi calon hakim agung di KY. Oleh karena itu, koalisi meminta DPR untuk mengawal lebih intensif lagi proses seleksi. Koalisi, antara lain, meminta proses seleksi dapat dilakukan secara terbuka dan dapat diakses secara daring sebagaimana dilakukan KY dalam tahap sebelumnya.
Koalisi juga meminta DPR untuk memilih calon hakim yang memiliki visi dan misi yang jelas sebagai hakim agung, tidak memiliki catatan integritas yang buruk, dan memiliki harta kekayaan yang wajar. Selain itu, mereka juga perlu memiliki pemahaman mumpuni mengenai hukum dan peradilan sesuai kamar perkara yang dipilih dan berkomitmen untuk berperan aktif dalam reformasi peradilan khususnya di MA.
Calon hakim itu juga wajib memahami peran hakim dan pengadilan dalam pemenuhan HAM sesuai kedudukan pengadilan dalam konsep negara hukum. Mereka juga dituntut memiliki keberpihakan pada kelompok rentan, yaitu perempuan, anak, masyarakat miskin dan kelompok minoritas, serta peduli pada perlindungan lingkungan hidup.

Erwin Natosmal Oemar
Advokat publik Erwin Natosmal mengatakan, DPR diharapkan bisa menggali perspektif dan cara pandang negara hukum para calon hakim agung. ”Misalnya, bagaimana para calon hakim itu melihat wajah peradilan kita. Tidak hanya soal kompetensi dan integritas. Dalam beberapa hal ada catatan terhadap sejumlah nama yang kami pandang punya catatan merah, tetapi diloloskan KY,” katanya.
Erwin mengatakan, hal-hal penting yang mesti ditanyakan kepada calon hakim agung ialah pandangan mereka soal akses pada putusan, bantuan hukum, serta pemberantasan korupsi. Isu pemberantasan korupsi menjadi hal penting yang harus menjadi perhatian DPR karena belakangan banyak putusan korupsi yang dinilai mengalami kemunduran.
”Fit and proper test jangan seakan-akan menjadi formalitas belaka,” katanya.
Rapat tertutup
Pada Jumat, Komisi III DPR RI telah memulai proses uji kelayakan calon hakim agung yang didahului pengambilan nomor urut dan pembuatan makalah. Selanjutnya proses uji kepatutan dan kelayakan terhadap masing-masing calon hakim agung akan dilaksanakan pada Senin dan Selasa pekan depan. Rincian calon hakim agung itu ialah 8 calon hakim agung dari kamar pidana, 2 calon hakim agung dari kamar perdata, dan 1 calon hakim agung dari kamar militer.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir saat memimpin rapat dengar pendapat dengan Komisi Yudisial (KY), Jumat (17/9/2021) di Jakarta.
Dari kamar pidana, calon hakim agung itu ialah Aviantara (Inspektur Wilayah I Badan Pengawasan MA), Dwiarso Budi Santiarto (Kepala Badan Pengawasan MA), Jupriyadi (Hakim Tinggi Pengawasan pada Badan Pengawasan MA), Prim Haryadi (Dirjen Badan Peradilan Umum MA), Subiharta (Hakim Tinggi Pada Pengadilan Tinggi Bandung), dan Suharto (Panitera Muda Pidana Khusus pada MA).
Selain itu, juga ada Suradi (Hakim Tinggi Pengawas pada Badan Pengawasan MA) dan Yohanes Priyana (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Kupang). Adapun dari kamar pidana, mereka ialah Ennid Hasanuddin (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Banten) dan Haswandi (Panitera Muda Perdata Khusus MA). Satu calon hakim agung dari kamar militer ialah Brigjen TNI Tama Ulinta Br Tarigan (Wakil Kepala Pengadilan Militer Utama).
Komisi III DPR juga mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pimpinan KY pada Jumat siang. Namun, rapat itu diputuskan untuk dilakukan tertutup. Sempat ada penolakan dari anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Santoso, tetapi fraksi lainnya meminta agar RDP itu dilakukan secara tertutup.
”Dalam menentukan hal ini, saya berharap pimpinan tidak hanya mempertimbangkan banyak sedikitnya fraksi, tetapi juga melihat bagaimana pemilihan hakim ini sebagai sesuatu hal yang sangat krusial. Kepentingan bahwa publik harus mengetahui para hakim yang dipilih dalam proses ini juga penting dipertimbangkan,” kata Santoso.
Meski demikian, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ichsan Soelistio, mengatakan, rapat sebaiknya digelar tertutup karena rapat itu bukan untuk memilih hakim, tetapi juga menanyakan proses yang terjadi di dalam KY sebagai panitia seleksi calon hakim agung.

Ketua KY Mukti Fajar (berbatik) menghadiri undangan rapat dengar pendapat (RDP) dari Komisi III DPR, Jumat (17/9/2021) di Jakarta. RDP tentang seleksi calon hakim agung itu diputuskan berlangsung tertutup.
”Nanti kita akan terbuka saat fit and proper test. Dengan banyaknya catatan dari masyarakat, kami ingin mendegarkan dari KY,” ucap Ichsan.
Pimpinan rapat, yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir, akhirnya memutuskan melakukan RDP secara tertutup. Adies mengatakan, sesuai tata tertib DPR, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.