Pelapor dan Saksi Kasus Korupsi Kerap Dikucilkan hingga Diancam
Pelapor ataupun saksi kasus korupsi di satu instansi kerap dikucilkan, dimutasi, bahkan diancam. Hal tersebut sangat merugikan, baik dalam proses pengungkapan maupun peradilan kasus korupsi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelapor dan saksi dalam kasus dugaan korupsi masih sering mendapatkan perlakuan yang merugikan, mulai dari dikucilkan di instansi tempatnya bekerja hingga diancam. Hal ini sangat merugikan dalam pengungkapan maupun peradilan kasus korupsi karena pentingnya peran mereka.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengungkapkan, pelapor dan saksi dalam kasus dugaan korupsi masih sering mendapatkan perilaku yang merugikan mereka. Hasto menyebutkan, tidak hanya pelapor dan saksi yang sering kali dirugikan. Bahkan, ahli yang dimintai kesaksian di pengadilan kerap mendapat ancaman.
”Pelapor dalam satu instansi atau lembaga sering kali mengalami pengucilan dari rekan-rekannya atau atasannya, mengalami mutasi ke tempat yang jauh, demosi, atau bahkan pemberhentian dari jabatannya. Juga ada pemberhentian status karyawan di organisasi tersebut,” kata Hasto seusai acara penandatanganan perjanjian kerja sama pencegahan korupsi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan badan usaha milik negara (BUMN) di Jakarta, Selasa (2/3/2021).
Menurut Hasto, hal tersebut sangat merugikan , baik dalam pengungkapan maupun peradilan kasus korupsi. Sebab, posisi pelapor dan saksi tersebut sangat sentral. Mereka mempunyai kesaksian untuk membantu proses peradilan.
LPSK bersama dengan KPK mengemban mandat sesuai dengan ketetapan MPR untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. KPK mempunyai mandat untuk penindakan, sedangkan LPSK melakukan perlindungan kepada saksi.
”Perlindungan kepada saksi dalam kasus korupsi sebaiknya dilakukan LPSK karena ini lebih menjamin terjadinya transparansi dan akuntabilitas agar saksi-saksi ini bukan di dalam perlindungan aparat penegak hukum yang sering kali terjadi konflik kepentingan,” kata Hasto.
Menurut dia, perlindungan saksi yang dilakukan KPK sering kali memunculkan kecurigaan konflik kepentingan dalam proses perlindungan dan penyidikan. Selain itu, ia khawatir ada pengarahan terkait kesaksian yang diberikan saksi. Hasto berharap, KPK memberikan peluang kepada saksi yang berstatus pelapor dan saksi yang berkolaborasi untuk bisa diberikan perlindungan oleh LPSK.
LPSK juga telah meminta aparat penegak hukum agar pelapor yang dikriminalisasi dapat diproses laporannya terlebih dahulu. LPSK telah menjelaskan kepada aparat penegak hukum bahwa seorang saksi tidak bisa dituntut secara pidana dan perdata ketika memberikan kesaksian.
”Ketika diproses pencemaran nama baik atau penghinaan, ditunggu sampai proses laporan selesai terlebih dahulu. Baru kalau ada tindak kejahatan yang dilakukan pelapor, diproses belakangan,” kata Hasto.
Namun, menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, sejumlah saksi merasa lebih nyaman mendapatkan perlindungan dari KPK. Meskipun demikian, KPK selalu melaporkan kepada LPSK agar tidak terjadi tumpang tindih.
”Siapa pun yang memberikan perlindungan pada intinya sama. Bagaimana saksi memberikan keterangan dengan nyaman tanpa khawatir, diskriminasi, atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu,” kata Alex.
Komitmen BUMN
Sementara itu, terkait kegiatan penandatanganan perjanjian kerja sama antara KPK dan BUMN, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, salah satu isu yang terpenting ingin ditanganinya sejak awal menjabat adalah transparansi dan kasus-kasus hukum. Sebab, di awal ia menjabat Menteri BUMN, jumlah kasus hukum di Kementerian BUMN 159 kasus dengan tersangka 53 orang.
Oleh karena itu, dengan perbaikan sistem dan pemilihan pimpinan BUMN yang berintegritas, diharapkan bisa mencegah korupsi. Ia pun mengaku telah membuat peraturan menteri yang mendukung transparansi dan transformasi. Selain itu, peraturan menteri yang mengatur agar tidak terjadi tumpang tindih.
”Kami berkomitmen terus melakukan transformasi, transparansi, dan profesionalisme di Kementerian BUMN serta perusahaan-perusahaan BUMN,” kata Erick.
Penandatanganan perjanjian kerja sama antara KPK dan BUMN diikuti 27 perusahaan. Jajaran direksi yang menandatangani, di antaranya dari Bank Mandiri, Pertamina, PLN, Jasa Marga, PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, Garuda Indonesia, dan PT Kereta Api Indonesia.