KPK menetapkan Dirut PT DI Budi Santoso sebagai tersangka korupsi proyek fiktif di BUMN tersebut. Kasus ini menambah panjang deretan kasus korupsi di tubuh BUMN yang pernah ditangani penegak hukum.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nama badan usaha milik negara kembali tercoreng dengan adanya kasus korupsi di PT Dirgantara Indonesia yang melibatkan Direktur Utama Budi Santoso dengan cara melakukan pekerjaan fiktif. Akibat korupsi ini, negara dirugikan sekitar Rp 330 miliar.
Dalam konferensi pers yang disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, Jumat (12/6/2020), KPK telah menahan Budi dan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia (DI) Irzal Rinaldi Zilani (IRZ) dalam 20 hari ke depan dan dapat diperpanjang.
Mereka terlibat dalam dugaan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI pada 2007 hingga 2017. ”Pada 2008, BS (Budi Santoso) bersama dengan IRZ bersama-sama dengan pihak lain melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan di bidang bisnis di PT DI,” kata Firli.
Dalam melakukan aksinya, mereka bekerja sama dengan beberapa pejabat PT DI, yakni Direktur Aircraft Integration Budi Wuraskito, Direktur Aerostructure Budiman Saleh, serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI Arie Wibowo. Mereka menggelar rapat membahas kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Nilai biaya jamuan dan uang rapat pun tidak dapat dipertanggungjawabkan di bagian keuangan.
Pada Juni 2008 sampai dengan 2018, Budi Santoso membuat kontrak kemitraan antara PT DI dan beberapa pihak.
Pada Juni 2008 sampai dengan 2018, Budi Santoso membuat kontrak kemitraan antara PT DI dan beberapa pihak. Kontrak tersebut ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Firli mengatakan, atas kontrak kerja sama tersebut, semua mitra seharusnya melakukan pengerjaan. Namun, pada kenyataannya mereka tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama. ”Karena itu, kami menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif,” kata Firli.
Pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada para mitra. Selama 2011-2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan PT DI kepada perusahaan tersebut sekitar Rp 330 miliar yang terdiri dari uang rupiah sebesar Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar AS.
Setelah enam perusahaan tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang melalui transfer dan tunai sebesar Rp 96 miliar. Uang tersebut diterima oleh Budi, Irzal, Arie, dan Budiman Saleh. Perbuatan para tersangka diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 330 miliar.
Setelah enam perusahaan tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang melalui transfer dan tunai sebesar Rp 96 miliar. Uang tersebut diterima oleh Budi, Irzal, Arie, dan Budiman Saleh. Perbuatan para tersangka diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 330 miliar.
Saat ini KPK sudah menyita sejumlah properti dan memblokir uang tunai Rp 18,6 miliar. KPK juga akan mengembangkan kasus ini jika terdapat dugaan tindak pidana pencucian uang.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Korupsi di tubuh PT DI ini semakin menunjukkan kondisi BUMN yang dinilai sarat KKN. Kinerja keuangan yang buruk dan minim inovasi mengakibatkan sedikitnya 12 BUMN merugi pada 2018, salah satunya PT DI yang rugi Rp 961,78 miliar (Kompas, 22/11/2019).
Pada 2018, Indonesia Corruption Watch menyebut kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun dari kasus korupsi yang terjadi di 19 BUMN. Korupsi di tubuh BUMN sering kali melibatkan pimpinan BUMN, yakni direktur utama (dirut). Berdasarkan catatan ICW, pada 2019 terdapat 26 dirut atau staf BUMN yang terlibat korupsi.
Pegiat antikorupsi dan Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengatakan, kasus korupsi yang terjadi di BUMN dan melibatkan petinggi perusahaan sudah sering terjadi. Sebelumnya sudah ada beberapa dirut yang menyandang status tersangka korupsi dan diproses KPK.
Mereka, antara lain, Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Dirut PT PAL Indonesia Firmansyah Arifin, dan Dirut PT Asuransi Jasindo Budi Tjahjono.
Sejak 2004 hingga 20 Oktober 2019, dalam catatan KPK, sedikitnya ada 73 kasus korupsi yang berasal dari BUMN yang telah ditangani. Praktik korupsi di BUMN umumnya adalah penyuapan, gratifikasi, dan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Mayoritas korupsi di BUMN terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN.
Sejak 2004 hingga 20 Oktober 2019, dalam catatan KPK, sedikitnya ada 73 kasus korupsi yang berasal dari BUMN yang telah ditangani. Praktik korupsi di BUMN umumnya adalah penyuapan, gratifikasi, dan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara.
Tidak saja menjerat individu, KPK pada tahun 2018 bahkan telah menetapkan sebuah BUMN, yaitu PT Nindya Karya, sebagai tersangka korupsi dari korporasi. PT Nindya Karya terjerat kasus dugaan korupsi proyek pembangunan di Sabang, Aceh, tahun anggaran 2006-2011.
”Jumlah kasus korupsi yang terjadi dan besarnya nilai kerugian negara yang ditimbulkan telah menunjukkan parahnya korupsi di lingkungan BUMN. Hal ini juga diperkuat dari survei internal yang dilakukan Kementerian BUMN pada tahun 2013 dan hasilnya menyebutkan bahwa 70 persen perusahaan negara melakukan praktik suap dalam memburu tender proyek-proyek yang dibiayai uang negara,” kata Emerson.