Para kepala daerah mulai menjatuhkan sanksi terhadap ASN yang terbukti melanggar prinsip netralitas di dalam Pilkada 2020. Sanksi yang dijatuhkan bervariasi, termasuk diantaranya penundaan kenaikan gaji berkala
Oleh
Nikolaus Harbowo, Pandu Wiyoga, dan Irma Tambunan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjabat atau penjabat sementara kepala daerah bisa langsung memberikan sanksi terhadap aparatur sipil negara yang melanggar aturan netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 selama sanksi tersebut bersifat teguran. Jika sanksi berupa mutasi atau pemberhentian pegawai, izin dari Kementerian Dalam Negeri diperlukan.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dari total 67 kepala daerah yang tak kunjung menghukum aparatur sipil negara (ASN) terdapat 21 daerah yang dijabat oleh penjabat (Pj) atau penjabat sementara (Pjs) kepala daerah. Sementara sisanya adalah pelaksana tugas (Plt) atau kepala daerah aktif di mana mereka tidak ikut maju pada Pilkada 2020.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/11/2020), mengatakan, tak ada alasan bagi kepala daerah untuk menunda eksekusi rekomendasi KASN. Sebab, sesuai dengan keputusan bersama lima kementerian/lembaga, penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran netralitas bisa diambil alih oleh plt atau pjs kepala daerah.
Tak ada alasan bagi kepala daerah untuk menunda eksekusi rekomendasi KASN.
Kelima kementerian/lembaga itu adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Kemendagri, Badan Kepegawaian Negara (BKN), KASN, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tentang Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pilkada 2020.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sependapat bahwa penjatuhan sanksi tak perlu sampai izin ke Kemendagri sejauh bukan berupa mutasi atau pemberhentian pegawai.
”Jika sanksinya mutasi atau pemberhentian, baru perlu izin. Jika hanya teguran, tidak perlu,” ujar Akmal.
Sebelumnya, Kemendagri telah menegur 67 kepala daerah karena tak kunjung menghukum ASN yang terbukti melanggar aturan netralitas dalam Pilkada 2020. Surat teguran dilayangkan 27 Oktober 2020. Ketua KASN Agus Pramusinto menduga mayoritas kepala daerah tak kunjung menindaklanjuti rekomendasi KASN karena ada konflik kepentingan (Kompas, 2/11/2020).
Sejumlah pemerintah daerah pun mulai merespons teguran Kemendagri tersebut. Aparatur sipil negara yang melanggar prinsip netralitas telah dijatuhi sanksi.
Pjs Wali Kota Batam Syamsul Bahrum langsung menjatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun kepada satu ASN di wilayahnya yang melanggar aturan netralitas di Pilkada 2020.
Pjs Wali Kota Batam Syamsul Bahrum, misalnya, langsung menjatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun kepada satu ASN di wilayahnya yang melanggar aturan netralitas di Pilkada 2020. Keputusan itu diteken belum sampai sehari setelah surat teguran dari Kemendagri diterima pemkot setempat.
Pemkab Lingga juga sudah menjatuhkan sanksi berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun kepada empat ASN. Mereka terbukti tidak netral karena berfoto dengan mengacungkan tiga jari yang menjadi lambang nomor urut paslon Muhammad Nizar-Neko Wesha Pawelloy.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Jambi Johansyah mengatakan, terdapat dua ASN yang terbukti melanggar prinsip netralitas menjelang Pilkada 2020. Salah satu ASN telah dihukum ringan berupa penundaan kenaikan gaji selama setahun. Sementara satu ASN lagi sedang dalam proses penetapan sanksi.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengapresiasi kesigapan Pemkot Batam dan Pemkab Lingga. Menurut dia, itu bisa menjadi contoh daerah lain bahwa Pjs tak bisa diintervensi oleh kekuatan politik.
”Harus profesional sebagai penjabat yang dipercaya oleh pemerintah pusat. Pjs harus berani melaksanakan itu. Kan, dari segi kewenangan, mereka sudah boleh untuk memberikan sanksi kepada ASN itu meski harus izin (Kemendagri) dahulu,” tutur Djohermansyah.
Sementara untuk Plt dan kepala daerah aktif, lanjut Djohermansyah, seharusnya mereka bisa langsung mengeksekusi rekomendasi KASN. Dengan berlama-lama, itu mengindikasikan mereka melindungi aparaturnya yang bersalah.
Jika masih juga belum ditindaklanjuti, menurut Djohermansyah, Kemendagri harus terus bersikap tegas mendisiplinkan mereka, salah satunya diberhentikan sementara. ”Kan, sudah ada ultimatum tiga hari, ya, tegas saja. Lewat dari tenggat, Kemendagri langsung bisa jatuhi sanksi kepada mereka,” katanya.