Dinamika Timur Tengah, dari Kota Al-Ula hingga Vienna
Hingga akhir tahun 2021, situasi geopolitik di kawasan Timur Tengah masih sangat dinamis. Selain diwarnai rekonsiliasi antara Israel dan negara-negara Arab, tersendatnya perundingan isu nuklir Iran menyita perhatian
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Ada dua kota yang sangat mewarnai dan sekaligus menjadi faktor utama yang sangat berpengaruh atas dinamika kawasan Timur Tengah selama tahun 2021 ini. Dua kota tersebut adalah kota Al-Ula di Arab Saudi dan Vienna di Austria.
Kota Al-Ula adalah tempat digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) pada 5 Januari 2021. KTT tersebut melahirkan keputusan rekonsiliasi antara Qatar di satu pihak dan kuartet Arab (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab/UEA, dan Mesir) di pihak lain. Bermuara dari KTT di Al-Ula itu, mengalir deras cairnya situasi kawasan Timur Tengah yang lebih rekonsiliatif.
Rekonsiliasi Qatar dan kuartet Arab tersebut segera disusul dengan rekonsiliasi antara Turki dan kuartet Arab. Maklum, Turki dan Qatar berada dalam satu poros versus poros kuartet Arab. Perseteruan itu dimulai sejak kuartet Arab menjatuhkan blokade total atas Qatar pada 2017.
Berbeda dari situasi itu, KTT di Al-Ula justru mengakhiri persaingan dua poros besar di Timur Tengah itu. Hasil KTT di Al-Ula pun kemudian berandil besar pada tercapainya kesepakatan atau solusi politik di Libya. Sebagaimana diketahui, Libya juga menjadi ajang pertarungan poros Qatar-Turki versus poros kuartet Arab.
Pasca-KTT Dewan Kerja sama Teluk di Al-Ula, kawasan Timur Tengah pun diramaikan dengan saling kunjung dan silaturahmi di antara pemimpin yang sebelumnya bermusuhan. Pada Mei lalu, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamd al-Thani mengunjungi Jedddah untuk bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Kunjungan Sheikh Tamim ke Jeddah merupakan kunjungan kedua kalinya ke Arab Saudi setelah kunjungan pertama ke Al-Ula untuk menghadiri KTT Dewan Kerja Sama Teluk.
Sheikh Tamim kemudian kembali berkunjung ke kawasan Laut Merah, Arab Saudi, pada September untuk menggelar pertemuan segitiga dengan MBS dan Penasihat Keamanan Nasional UEA Sheikh Tahnoon bin Zayed al-Nahyan.
Nuansa rekonsiliasi juga mewarnai hubungan Turki dengan Arab Saudi, UEA, dan Mesir. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz pada 5 Mei lalu untuk pertama kali melakukan pembicaraan lewat telepon membahas hubungan bilateral kedua negara. Setelah komunikasi langsung lewat telepon Erdogan- Salman, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu pada 10 Mei 2021 mengunjungi Riyadh dan bertemu Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud.
Delegasi Turki, yang dipimpin Wakil Menlu Turki Sedat Onal, pada 6-7 Mei juga mengunjungi Kairo untuk bertemu dengan para pejabat tinggi Mesir. Kunjungan itu digelar sebagai bagian dari upaya menormalisasi hubungan bilateral Turki-Mesir.
Kunjungan delegasi Turki ke Mesir itu merupakan yang pertama sejak 2013.
Dalam konteks rekonsiliasi Turki-UEA, Putra Mahkota Abu Dhabi yang sekaligus menjadi penguasa de facto Uni Emirat Arab, Mohammed bin Zayed (MBZ), melakukan kunjungan ke Ankara, Turki, dan bertemu Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 24 November lalu.
Sebaliknya, pada 15 Desember lalu, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengunjungi Abu Dhabi dan bertemu sejumlah pejabat tinggi UEA. Turki juga berpartisipasi dalam Dubai Expo yang digelar dari 1 Oktober 2021 hingga 31 Maret 2022.
Dalam upaya terus memperkuat rekonsiliasi dan persaudaraan di kawasan Arab Teluk sesuai visi dan misi KTT Dewan Kerja sama Teluk, MBS sejak 6 hingga 10 Desember lalu mengadakan lawatan ke negara-negara Arab Teluk. Ia mengunjungi Oman, UEA, Qatar, Bahrain, dan Kuwait.
Lawatan tersebut diakhiri dengan digelarnya KTT Dewan Kerja Sama Teluk di Riyadh pada 14 Desember lalu dengan misi terus memperkuat kesatuan dan persatuan sikap anggota GCC sesuai dengan visi dan misi KTT di Al-Ula.
Nuklir Iran
Kota Vienna adalah tempat perundingan terkait dengan nuklir Iran. Perundingan itu mempertemukan Iran dengan Amerika Serikat, Rusia, China, Perancis, dan Jerman yang kemudian dikenal dengan rumusan P5+1.
Perundingan nuklir Iran di Vienna yang dimulai sejak 6 April 2021 mencoba menghidupkan lagi kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Namun, upaya itu belum berhasil mencapai kesepakatan baru dan masih berlanjut hingga kini.
Isu nuklir Iran adalah isu lain yang banyak memengaruhi situasi Timur Tengah. Perundingan tentang nuklir Iran dimulai lagi di Vienna menyusul tampilnya Joe Biden dari partai Demokrat sebagai Presiden AS.
Biden menyetujui dimulai lagi perundingan nuklir Iran untuk menghidupkan lagi kesepakatan itu. Perjanjian Nuklir Iran tahun 2015 macet sejak 2018 menyusul penarikan diri AS pada era Presiden Donald Trump.
Perundingan nuklir Iran mulai Senin (27/12) memasuki perundingan putaran ke-8. Dalam tujuh putaran sebelumnya, perundingan itu gagal mencapai kesepakatan baru soal isu nuklir Iran. Tidak mulusnya proses perundingan nuklir Iran itu memunculkan ketegangan politik di kawasan Timur Tengah. Ketegangan itu, antara lain, dipicu ulah Israel yang sering mengancam akan melancarkan serangan militer atas instalasi nuklir Iran jika perundingan Vienna gagal mencapai kesepakatan atau mencapai kesepakatan yang tak sesuai dengan harapan Israel.
Sejauh ini, gagalnya perundingan Vienna mencapai kesepakatan baru disebabkan besarnya perbedaan sikap Iran-AS. Teheran menuntut Washington mencabut sekaligus semua sanksi yang diterapkan mantan Presiden Trump atas Iran pada 2018. Kompensasinya, Iran mematuhi semua isi kesepakatan nuklir tahun 2015.
Namun, AS hanya bersedia mencabut sanksi atas Iran secara bertahap. AS juga ingin memasukkan isu industri rudal balistik Iran dan ekspansi pengaruh Iran ke negara-negara Arab ke dalam agenda perundingan dan menjadi bagian dari kesepakatan nuklir baru.
Iran sejauh ini menolak keras keinginan AS itu. Sebaliknya, AS menuduh Iran pada masa perundingan nuklir di Vienna telah melakukan pengayaan uranium hingga 60 persen di instalasi nuklir Natanz dan 20 persen di instalasi nuklir Fordo. Bagi AS, tindakan Iran itu melanggar prinsip dalam perundingan Vienna yang melarang Iran melakukan semua kegiatan terkait dengan nuklir selama perundingan digelar.
Perbedaan sikap antara AS dan Iran itulah yang hingga kini membuat perundingan di Vienna masih menemui jalan buntu. Meskipun demikian, para pihak terus berupaya perundingan itu tetap terjaga.
---------
Seri Laporan Internasional Catatan Akhir Tahun 2021: