Perusahaan yang mengelola 14 aplikasi itu sebelumnya disidak karena menjalankan bisnis ilegal.

Catatan YLKI, jasa keuangan menjadi hal yang paling banyak diadukan dengan porsi 49,6 persen, disusul ”e-commerce” 17,2 persen, telekomunikasi 11,4 persen, perumahan 4,9 persen, dan listrik 1,7 persen.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan aliran dana investasi lebih dari Rp 1 triliun kepada perusahaan pinjaman daring ilegal. PPATK juga mengindikasikan dana berasal dari hasil pencucian uang.

Otoritas Jasa Keuangan mengingatkan masyarakat agar jangan mudah terpancing oleh tawaran pinjaman dari pelaku teknologi finansial yang tidak bertanggung jawab.

Perlu edukasi mengenai literasi keuangan di masyarakat. Apalagi, saat ini marak pinjaman daring yang ilegal dan merugikan konsumen. OJK akan terus memperketat pengawasan di bidang ini.

Presiden hingga Otoritas Jasa Keuangan digugat koalisi masyarakat sipil karena belum ada regulasi yang melindungi hingga menjawab permasalahan pinjaman daring yang menjerat warga.

Ekonomi dan keuangan digital dinilai punya dua sisi, yaitu memberikan manfaat, tetapi juga memiliki risiko rugi. Seluruh pemangku perlu mendorong pemanfaatannya sambil memitigasi risikonya.