Biaya Kuliah Tinggi, Pengajuan Beasiswa bagi Mahasiswa Tidak Mampu Melonjak
Biaya kuliah dirasa makin berat. Alternatif pinjaman daring mulai berkembang meski masih banyak kendala.
JAKARTA, KOMPAS — Pembiayaan masih menjadi tantangan bagi anak-anak muda Indonesia untuk melanjutkan kuliah. Hal ini terlihat dari lonjakan pengajuan beasiswa khusus bagi mahasiswa tidak mampu.
Dalam seleksi jalur prestasi masuk perguruan tinggi negeri tahun 2024, terdapat 205.218 calon mahasiswa yang mengajukan beasiswa khusus mahasiswa tidak mampu. Jumlah ini naik dari tahun lalu sebanyak 191.827 calon mahasiswa.
Ketua Umum Tim Penanggung Jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Tahun 2024 Ganefri yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (9/4/2024), mengatakan, di seleksi nasional masuk PTN, baik jalur prestasi, tes, maupun jalur mandiri, calon mahasiswa dapat mengajukan beasiswa kuliah untuk keluarga tidak mampu melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Dengan mengajukan Kartu KIP, calon mahasiswa yang tembus PTN akan diverifikasi kelayakannya. Bagi yang lolos, ia akan menerima beasiswa kuliah dan biaya hidup hingga selesai diploma 3 ataupun sarjana/sarjana terapan.
”Kuota KIP Kuliah tiap tahunnya bergantung dari pemerintah. Sesuai ketentuan, minimal 20 persen kuota PTN untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Mahasiswa yang sudah diterima ada yang mendapat KIP Kuliah dari pemerintah. Namun, jika jumlah pelamar di PTN melampaui kuota, ya, pimpinan PTN harus berusaha untuk memastikan mahasiswa tetap bisa kuliah tanpa terkendala biaya, dengan mencari sumber beasiswa lain,” kata Ganefri.
Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie meminta PTN bijak dalam penetapan tarif uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa. Biaya yang ditanggung mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
”Perguruan tinggi harus inklusif. Harus bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Untuk itu, hati-hati dalam penetapan tarif UKT. Jangan menaikkan UKT. Namun, buka ruang atau tambah kelompok tarif UKT,” kata Tjitjik.
Terkait biaya kuliah atau UKT di PTN, Center for Digital Society (CfDS) sebagai pusat studi dan kajian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (MADA) pada pekan lalu membahas hasil penelitian dengan metode analisis data digital dan desk study terkait polemik pinjaman daring atau online yang mulai muncul di tanggal 25 Januari 2024 oleh akun menfess @itbfess di platform media sosial X yang memunculkan gambar brosur pinjaman online yang sudah bermitra dengan universitas sebagai program untuk mencicil UKT.
”Sebagian besar atau 54,9 persen tanggapan warganet negatif terhadap solusi membayar UKT dengan pinjaman online (pinjol),” kata Research Officer CfDS UGM Achmed Faiz Yudha Siregar di diskusi CfDS Response bertajuk ”Benarkah Pinjol Menjadi Solusi Mahalnya UKT Mahasiswa?”.
Baca juga: Biaya Kuliah yang Makin Tinggi
Tak setuju solusi pinjol
Achmed memaparkan, dari 25 Januari 2024, cuitan terkait UKT dan pinjol mulai marak hingga menjelang akhir Februari, bertepatan dengan periode pembayaran UKT saat itu. Kemudian, isu ini meningkat pada 4 Februari karena ada salah satu tokoh politik yang mengangkat isu ini untuk diangkat menjadi isu publik.
Berdasarkan hasil riset tim CfDS yang beranggotakan Achmed Faiz Yudha Siregar, Arifatus Sholekhah, Alifian Arrazi, Bangkit Adhi Wiguna, dan Falah Muhammad, sebagian besar cuitan menunjukkan kritik atau respons negatif terhadap kebijakan pembayaran UKT melalui pinjol. Mereka melihat bahwa kedua respons, baik negatif maupun positif, sama-sama menunjukkan ketidaksetujuan penggunaan pinjol untuk membayar UKT.
”Sejak transformasi PTN menjadi PTN Badan Hukum, terjadi tren kenaikan UKT yang signifikan. Pada 1994 sebesar 81 persen dana PTN berasal dari APBN. Namun, setelah menjadi PTN badan hukum, alokasi dana pemerintah turun drastis menjadi 35 persen,” ujar Achmed.
Peneliti CfDS lainnya, Arifatus Sholekhah, mengatakan, dari kajian di UGM, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Indonesia, ada tawaran mengatasi pembayaran UKT bagi yang terkendala pinjaman perbankan dan pinjaman daring. Bunganya ada yang nol persen, kerja sama PTN dengan bank BUMN, serta pinjaman daring bervariasi, berkisar 1,6 -1,75 persen per bulan.
Arifatus mengatakan, skema yang diberikan oleh beberapa PTN badan hukum belum tepat. Seperti contoh skema cicilan internal yang ditawarkan UI terbatas hanya untuk mahasiswa program sarjana dan vokasi dan kerja sama platform pinjol Danacita dengan UGM dan ITB yang memiliki bunga 1,60-1,75 persen per bulan.
Ada pinjaman dengan cicilan nol persen, kerja sama dengan bank milik pemerintah, tetapi ini dinilai eksklusif. Ada pengecekan latar belakang ekonomi keluarga sehingga pinjaman lebih diprioritaskan bagi yang mampu membayar. Padahal, keluarga yang rentan secara ekonomi sangat membutuhkan dana untuk membiayai kuliah.
Sejak transformasi PTN menjadi PTN badan hukum, terjadi tren kenaikan UKT yang signifikan.
UGM menyediakan Beasiswa UGM Tahun 2024 yang dialokasikan dari Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) tahun 2023 sebagai wujud kepedulian dan komitmen untuk memberikan ruang yang luas bagi generasi muda Indonesia dalam memperoleh pendidikan terbaik di kampus UGM. Komponen beasiswa berupa bantuan pendidikan senilai UKT atau maksimal Rp 4 juta per mahasiswa per semester untuk periode dua semester.
Tim CfDS juga melakukan studi komparasi pada pinjaman yang diberikan oleh pihak federal dan swasta di Amerika Serikat. Kehadiran pinjaman tersebut belum memperbaiki masalah atas peningkatan biaya pendidikan di sana. Sementara itu, Indonesia masih terdapat ketergantungan pada pinjaman swasta yang disebabkan oleh absennya kebijakan dan skema pinjaman pemerintah.
”Ada kekhawatiran bahwa pinjaman swasta mungkin kurang memberikan perlindungan yang memadai bagi debitor, rentan terhadap kemungkinan gagal bayar, dan memiliki ketentuan yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut,” kata Achmed.
Achmed mengatakan, ada pernyataan dari pemerintah agar PTN tidak menaikkan UKT. Hal ini sejalan dengan terbitnya Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional pada PTN di Lingkungan Kemendikburistek. PTN diminta menambah kelas UKT daripada menaikkan besaran UKT.
”Ini juga masih perlu dikritisi, apakah jadi solusi? Sebab, belum tentu jadi solusi karena tidak tahu pemilihan tiap golongan UKT sudah benar akurat atau belum,” ucapnya.
Baca juga: Perguruan Tinggi Pindar
Diakui OJK
Secara terpisah, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memastikan pembiayaan dari fintech lending untuk layanan pendidikan resmi diakui sebagai entitas bisnis yang memiliki dasar hukum dan juga berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karena itu, keberadaan payung hukum yang mengatur fintech lending memastikan keamanan dalam operasionalnya sehingga menjadi solusi layanan keuangan untuk pendidikan.
Baca juga: Utang Biaya Kuliah Membelit Sepanjang Masa
Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar mengatakan, peran fintech lending dapat mendorong inklusi sektor pendidikan. Hal ini sudah dilakukan oleh sejumlah anggota AFPI berizin OJK sebagai solusi pembiayaan atau edu loan. Kerja sama fintech lending ini dilakukan dengan perguruan tinggi, lembaga kursus, dan lembaga pengembangan kompetensi lainnya.
”Pendidikan adalah kunci bagi kemajuan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Namun, seringkali tantangan finansial menjadi penghalang dalam meraih pendidikan berkualitas. Industri fintech lending telah berkomitmen untuk menerapkan layanan terbaik dalam mengoptimalkan akses layanan pendidikan melalui kolaborasi antara perguruan tinggi dan lembaga jasa keuangan,” kata Entjik dalam acara LawTech Mini Roundtable, akhir Maret lalu.
CEO Danacita Alfonsus Wibowo menjelaskan, kesenjangan biaya menjadi salah satu kendala utama yang menyebabkan masih rendahnya partisipasi masyarakat pada pendidikan tinggi di Indonesia, terlebih dengan pilihan pembiayaan eksternal yang terbatas. Hal tersebut mendorong Danacita untuk turut serta memajukan pendidikan di Indonesia dengan meningkatkan jumlah pelajar pendidikan tinggi melalui solusi pembiayaan yang memahami penuh kebutuhan para pelajar dan dunia pendidikan tinggi.
Sejak berdiri, Danacita sudah menyalurkan lebih dari Rp 400 miliar biaya pendidikan untuk pelajar di seluruh Indonesia. ”Pendidikan menjadi segmen pasar yang belum banyak dilayani. Kami hadir mengisi kekosongan tersebut untuk memberikan akses pembiayaan yang terjangkau,” ujar Alfonsus.
Direktur Eksekutif AFPI Yasmine Meylia S mengatakan, penyelenggara fintech lending akan terus berupaya meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat, termasuk sektor pendidikan tinggi. Dari 101 anggota AFPI berizin OJK, terdapat empat platform yang fokus dalam pendanaan sektor pendidikan.
Menurut data OJK, hingga Januari 2024, pendanaan dari fintech lending ke sektor pendidikan sebesar Rp 2,47 triliun atau 1,49 persen dari total penyaluran pinjaman ke sektor produktif yang tercatat sebesar Rp 165,82 triliun.