ITB Klaim Tak Jadikan Pinjaman Daring Opsi Utama Bayar Tunggakan UKT
Skema pembayaran dengan pinjaman daring diklaim tidak menjadi opsi utama pembayaran uang kuliah tunggal di ITB.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Rektorat Institut Teknologi Bandung mengklaim tidak menjadikan pinjaman daring sebagai opsi utama dalam pembayaran tunggakan uang kuliah tunggal atau UKT yang menjadi polemik beberapa waktu terakhir. ITB juga memperbolehkan 182 mahasiswa jalur reguler yang menunggak pembayaran UKT mengikuti perkuliahan.
Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB Muhamad Abduh menampik isu penggunaan pinjaman daring sebagai solusi utama pelunasan tunggakan UKT para mahasiswa. Dia menyebut, kerja sama dengan platform pinjaman daring Danacita hanya menjadi salah satu opsi pembayaran bagi mahasiswa yang belum melunasi UKT.
“Kami ingin tekankan, Danacita bukan menjadi opsi pertama. Masa tiba-tiba Danacita, semua ada prosedurnya. Kami tidak pernah memaksa dan mengarahkan karena ada metode pembayaran yang lain,” ujar Abduh dalam jumpa pers di gedung Rektorat ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/1/2024).
Polemik soal pembayaran tunggakan UKT di ITB menggunakan pinjaman daring ini mengemuka di media sosial selama beberapa waktu terakhir. Publik pun bereaksi karena sejumlah mahasiswa ITB terancam cuti karena tunggakan yang tidak bisa dilunasi.
Sejumlah mahasiswa ITB juga sempat melakukan aksi protes di luar gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Senin (29/1/2024). Mereka meminta pihak kampus menghapuskan opsi penggunaan pinjaman daring karena dinilai memberatkan mahasiswa, terutama dari kalangan tidak mampu.
Abduh menyatakan, setelah berdialog dengan mahasiswa, ITB memberikan keringanan kepada 182 mahasiswa jalur reguler untuk mengikuti perkuliahan meski mereka menunggak pembayaran UKT. Kerja sama dengan Danacita juga tetap dilanjutkan sebagai salah satu opsi pembayaran UKT bagi mahasiswa pascasarjana dan jalur mandiri.
Kami ingin tekankan, Danacita bukan menjadi opsi pertama.
Ke depan, Abduh juga menantikan skema pinjaman kepada mahasiswa yang tengah digodok oleh pemerintah. Dia berharap pinjaman yang menyerupai program student loan di luar negeri itu bisa membantu masyarakat kuliah di perguruan tinggi.
”Kami akan sangat mendukung jika itu ada karena menjadi bagian dari kepedulian negara untuk menyediakan pendanaan bagi pendidikan. Ini adalah bagian investasi yang bersangkutan, dan saat (kuliah) sudah selesai kemudian bisa beraktivitas dan berhasil tentu dananya akan kembali lagi ke negara,” ujarnya.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, berpendapat, pemerintah perlu melakukan pemetaan anggaran pendidikan secara makro. Dia menilai alokasi anggaran untuk operasional dan investasi pendidikan saat ini tidak maksimal.
”Dari perhitungan saya, hanya 10 persen anggaran pendidikan yang digunakan untuk nomenklatur pendidikan. Karena itu, pemetaan anggaran ini harus dilakukan terlebih dahulu, terutama untuk operasional dan investasi pendidikan. Apalagi, alokasi anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” paparnya.
Cecep juga mengingatkan pemerintah agar tidak terlalu reaktif terhadap isu-isu yang beredar terkait UKT. Semua kebijakan diharapkan sesuai dengan perhitungan yang matang sehingga langkah awal yang lebih baik adalah membenahi anggaran.
”Jangan reaktif, jangan sekonyong-konyong. Semua harus evidence based policy. Memang student loan itu bagus karena prinsipnya tidak memberatkan mahasiswa. Tetapi, semua harus dipetakan agar tepat sasaran,” ujarnya.