PDI-P Sebut MK Gagal Jadi Benteng Konstitusi dan Demokrasi
Mahfud menyebut pilpres sudah usai dan putusan MK harus diterima secara sportif. Pihaknya menerima dengan lapang dada.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi dalam perselisihan hasil pemilihan umum Pemilihan Presiden 2024. Meski demikian, PDI-P tetap menyayangkan keputusan tersebut. Bagi PDI-P, Mahkamah Konstitusi telah gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai benteng konstitusi dan demokrasi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Seluruh dalil yang diajukan kedua pemohon tidak terbukti. Namun, tiga hakim memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan PHPU Pilpres 2024. Berdasarkan catatan Kompas, inilah dissenting opinion pertama sejak pemilu secara langsung digelar di Indonesia pada 2004 dan berujung di MK.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menanggapi putusan MK tersebut, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto dalam penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PDI-P di kantor DPP PDI-P, Jakarta, Senin (22/4/2024), mengatakan, para hakim MK telah tidak membuka ruang terhadap keadilan yang hakiki, serta melupakan kaidah etika dan moral. Dengan begitu, MK semakin melegalkan Indonesia sebagai negara kekuasaan.
PDI-P menilai bahwa demokrasi di Indonesia terbatas pada demokrasi prosedural. Dampaknya, legitimasi kepemimpinan nasional ke depan akan menghadapi persoalan serius, terlebih dengan berbagai persoalan perekonomian nasional dan tantangan geopolitik global.
”Konsekuensinya, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya authoritarian democracy melalui penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Hasto.
Konsekuensinya, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya authoritarian democracy melalui penyalahgunaan kekuasaan.
Meskipun MK dianggap gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai benteng konstitusi dan demokrasi, lanjut Hasto, PDI-P tetap menghormati putusan MK. Hal ini mengingat sifat putusan MK yang final dan mengingat.
”Terlepas dari itu, PDI-P akan terus berjuang di dalam menjaga konstitusi, dan memperjuangkan demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang demokratis, jujur dan adil, serta berjuang untuk menggunakan setiap ruang hukum termasuk melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” katanya.
Di PTUN, PDI-P masih menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena telah meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden. Dalam Pilpres 2024, Gibran kemudian berdampingan dengan calon presiden, Prabowo Subianto.
Hasto pun mengungkapkan bahwa PDI-P khawatir berbagai praktik kecurangan Pemilu 2024 secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), termasuk penggunaan sumber daya negara dan instrumen negara, akan semakin mewarnai pelaksanaan pemilu ke depan.
Hal ini mengingat berbagai kecurangan dalam Pilpres 2024 justru malah dibiarkan dan akan cenderung diterapkan kembali dengan tingkat kerusakan terhadap nilai-nilai demokrasi yang semakin besar dan mematikan prinsip kedaulatan rakyat di dalam menentukan pemimpinnya.
”(Oleh) karena itulah dalam pemetaan pilkada (pemilihan kepala daerah) nanti, semua membangun spirit PDI-P ini rumah seluruh rakyat Indonesia. Di dalam proses menjadi pemimpin, kami tidak memilih seseorang itu dari aspek keluarganya, dari aspek kekayaannya, tetapi komitmen ideologisnya di dalam menyelesaikan masalah rakyat, bangsa, dan negara,” tutur Hasto.
Ia pun mengungkapkan, persis setelah putusan MK, seluruh ketua umum partai politik pengusung Ganjar-Mahfud menggelar rapat di kediaman Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Dalam rapat tersebut, hadir Megawati, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta, dan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
”Di situ dibahas berbagai persoalan melemahnya rupiah terhadap dollar AS, kenaikan harga kebutuhan pokok, krisis pangan, pertarungan geopolitik, ketegangan di Timur Tengah seperti perang Iran dan Israel, juga terkait global warming. Itu juga persoalan serius,” kata Hasto.
Di sisi lain, partainya mengapresiasi sikap beberapa hakim MK yang berani menyampaikan kebenaran. Untuk kali pertama dalam sengketa pilpres di MK, ada tiga hakim MK yang memberikan suatu penilaian kritis atau dissenting opinion terhadap pelaksanaan pilpres.
Sportif terima putusan MK
Sementara itu, ditemui secara terpisah di Posko Teuku Umar, Jakarta, Mahfud, mengatakan bahwa dirinya dan Ganjar telah menerima putusan MK. Menurut dia, dari sudut hukum, Pilpres 2024 sudah selesai dan tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan.
”Pokoknya pilpres sudah selesai karena hasil pilpres hanya ditentukan oleh MK. Oleh sebab itu harus kita secara sportif menerima putusan MK ini. Saya dan Mas Ganjar tadi di MK juga sudah menyatakan menerima putusan ini dengan lapang dada,” kata Mahfud.
Mahfud pun mengucapkan selamat kepada capres-cawapres terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, atas putusan ini. ”Selamat bertugas dan kita jaga negara ini dengan sebaik-baiknya. Mudah-mudahan negara ini semakin baik,” ujarnya.
Mahfud mengajak seluruh pendukungnya dan pendukung kubu lawan agar bersatu. Menurut dia, hukum harus selalu ditegakkan dengan menerima putusan MK. Selanjutnya, seluruh pihak harus ikut menjaga negara ini agar keberlangsungan negara juga tetap berjalan dengan baik. Apalagi situasi geopolitik sekarang tidak mudah dan bisa saja berdampak pada Indonesia.
”Dan saya akan memberi contoh pada hari ini, saya menerima karena itu putusan hukum sebagai bagian dari keadaban hukum. Mari tegakkan hukum dengan baik. Karena kalau hukum tidak baik, maka akan semakin hancur. Kalau orang bekerja tanpa hukum, maka itu nanti akan saling memangsa dan negara jadi korban. Itu komitmen kami,” ucapnya.
Mahfud juga mengomentari adanya tiga hakim yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan PHPU Pilpres 2024. Menurut dia, ini merupakan fenomena yang menarik dan baru ada di sepanjang sejarah MK.
”Saya mengikuti MK sejak awal, sampai sekarang tidak ada dissenting opinion dalam pemilu. Karena kode etik hakim itu sebenarnya, kalau menyangkut jabatan orang, jangan sampai ada dissenting opinion biar kelihatan kompak dan tidak terjadi masalah,” ucap Mahfud.
Oleh sebab itu, jika dilihat sejak Pilpres 2004, 2009, 2014, dan 2019, tidak pernah ada dissenting opinion. Semua hakim kompak satu suara. Jika ada hakim yang tidak setuju, itu biasanya dikompakkan terlebih dahulu.
”Tetapi, rupanya (di putusan PHPU Pilpres 2024) ini (suara semua hakim) tidak bisa disatukan sehingga terpaksa dissenting opinion. Tidak apa-apa, menjadi sejarah di dalam perkembangan hukum. Menurut saya, semua hakimnya baik. Delapan hakim yang memutus ini, insya Allah baik-baik," kata Mahfud.
Terlepas dari itu, ia berharap, pemilu ke depan harus diperbaiki. Apalagi, dalam putusan PHPU Pilpres 2024, seluruh hakim, baik yang memiliki dissenting opinion maupun yang tidak dissenting opinion, secara eksplisit meminta agar ada perbaikan untuk proses pemilu dan pilkada ke depan. Dengan begitu, tidak akan terjadi lagi penyalahgunaan kekuasaan dan kecurangan-kecurangan.
”Dan pilkada itu sudah akan mulai proses seleksinya, pendaftarannya, yaitu bulan Juni. Jadi, karena sudah 2 bulan lagi, berarti ini harus ada kerja-kerja cepat untuk lakukan penataan-penataan, apakah itu peraturan, PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum)-nya atau apa, kita lihat nanti perkembangannya,” ucap Mahfud.