Rafael Alun dan Istri Disebut Terima Gratifikasi Rp 16,6 Miliar dan Pencucian Uang hingga Rp 58 Miliar
Gratifikasi diterima Rafael dari 62 perusahaan wajib pajak via beberapa perusahaan tempat istrinya duduk jadi komisaris. Bersama istrinya, Ernie, Rafael gunakan harta hasil tindak pidana untuk beli berbagai aset.
JAKARTA, KOMPAS — Pegawai Direktorat Jenderal Pajak berharta jumbo, Rafael Alun Trisambodo, Rabu (30/8/2023), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, didakwa tiga dakwaan sekaligus oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan penerimaan gratifikasi senilai Rp 16,6 miliar dan tindak pidana pencucian uang dalam bentuk berbagai macam aset yang nilainya lebih dari Rp 58 miliar. Dalam melakukan tindakan pidana itu, Rafael disebut melakukannya bersama-sama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek.
Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Suparman Nyompa itu, jaksa KPK mengungkap bahwa untuk menyamarkan harta kekayaan yang patut diduga hasil tindak pidana, Rafael membeli berbagai macam aset atas nama orang lain. Bahkan, beberapa di antara aset tersebut ada yang menggunakan nama ibunya.
Aset yang dibeli mulai dari bidang tanah, rumah, apartemen, motor, mobil, peralatan katering, dan kendaraan untuk rumah makan Bilik Kayu di Yogyakarta, perhiasan, serta 70 tas dan dompet bermerek kelas atas, seperti Hermes dan Gucci. Selain aset, juga ada sejumlah uang tunai dalam bentuk rupiah, dollar singapura, dan dollar AS.
Di hadapan majelis hakim yang beranggotakan Panji Surono dan Jaini Basir, dakwaan dibacakan secara bergantian oleh jaksa KPK yang terdiri atas Arif Rahman Irsady, Yoga Pratomo, Nur Haris Arhadi, dan Sandy Septiadi M Hidayat.
Jaksa menyebutkan bahwa Rafael Alun Trisambodo selaku penyelenggara negara bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek dalam kurun waktu 2002-2013 menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar.
Baca Juga: Kasus Rafael Alun ”Pintu” Masuk Bongkar Kasus di Kementerian Keuangan
Pada dakwaan pertama, jaksa menyebutkan bahwa Rafael Alun Trisambodo selaku penyelenggara negara bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek dalam kurun waktu 2002-2013 menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar untuk pengurusan pajak sejumlah perusahaan selaku wajib pajak. Gratifikasi itu diperoleh melalui empat perusahaan jasa konsultasi pajak dan konstruksi. Tiga dari empat perusahaan itu didirikan Rafael dengan Ernie duduk sebagai komisarisnya, yakni PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar. Satu perusahaan lagi, PT Krisna Bali International Cargo, tidak disebutkan proses pendirian dan komisarinya.
Penerimaan dari 62 perusahaan wajib pajak
Dalam uraiannya, jaksa menyebutkan, Rafael mendirikan PT ARME pada 2002 dan menempatkan istrinya, Ernie, sebagai komisaris utama. Perusahaan tersebut kemudian memberikan jasa konsultasi pajak dan bisa mewakili klien dalam pengurusan pajak di Ditjen Pajak. Pada 2008, Rafael mendirikan PT Cubes Consulting dengan menempatkan Ernie dan Gangsar Sulaksono, adik Rafael, sebagai pemegang saham dan komisaris. Pada 2012, Rafael mendirikan PT Bukit Hijau Asri dengan menempatkan Ernie sebagai komisaris. Perusahaan tersebut bergerak di bidang konstruksi.
Jaksa menyampaikan, dari PT ARME diperoleh penerimaan dari 62 perusahaan wajib pajak ditambah pendapat lainnya senilai Rp 12,8 miliar. Dari penerimaan tersebut, Rafael dan Ernie mendapat bagian Rp 1,6 miliar. Melalui PT Cubes Consulting, terdapat penerimaan perusahaan yang tak dilaporkan ke dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebesar Rp 4,4 miliar.
Demikian pula dari PT Cahaya Kalbar, Rafael menerima uang Rp 6 miliar yang disamarkan dalam pembelian tanah dan bangunan di Jakarta Barat. Sementara dari PT Krisna Bali International Cargo, terdakwa menerima uang Rp 2 miliar dari PT Krisna Group. Dengan demikian, dari keempat perusahaan itu diperoleh penerimaan Rp 27,8 miliar, sedangkan yang khusus diterima terdakwa dan istrinya adalah sebesar Rp 16,6 miliar.
Atas perbuatannya itu Rafael didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca Juga: KPK Tetapkan Rafael Alun Tersangka, 12 Tahun Diduga Terima Gratifikasi
Gunakan nama ibu
Rafael kemudian didakwa lagi bahwa antara 2003 dan 2010, ia bersama-sama istrinya, Ernie, menempatkan harta kekayaan ke penyedia jasa keuangan dan membelanjakan harta kekayaannya untuk pembelian aset tanah ataupun rumah yang diduga merupakan hasil tindak pidana. Pembelian aset itu ada yang atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.
”Terdakwa menempatkan harta kekayaan yang diperoleh dengan maksud untuk disembunyikan atau disamarkan asal-usulnya karena tidak sesuai dengan profil terdakwa selaku pegawai negeri pada Ditjen Pajak,” ujar jaksa.
Terkait hal itu, Rafael disebut membeli tanah, ruko, rumah, serta tanah dan bangunan di berbagai tempat di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Manado (Sulawesi Utara), serta di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta). Rafael juga disebut membeli kendaraan yang surat-suratnya atas nama orang lain. Nilai totalnya mencapai Rp 29,86 miliar.
Untuk menyamarkan transaksi, beberapa aset diatasnamakan menggunakan nama ibunya, Irene Suheriani Suparman. Namun, di kemudian hari dilakukan hibah dari Irene kepada Rafael.
Menempatkan harta di penyedia jasa keuangan
Selain membeli aset, Rafael juga menempatkan hartanya di penyedia jasa keuangan. Dia menempatkan modal usaha sebesar Rp 5,1 miliar di PT Statika Kensa Prima Citra (SKPC) dengan mengatasnamakan ibu dan istrinya sebagai pemilik modal.
Perbuatan Rafael tersebut didakwa melanggar Pasal 3 Ayat (1) huruf a dan c UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah menjadi UU No 25/2003 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Rafael bersama Ernie juga didakwa menempatkan atau mengubah bentuk harta kekayaan ke berbagai aset lain sebagai bentuk menyamarkan asal-usulnya yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi antara 2011 dan 2023. Dalam bentuk aset barang nilainya mencapai Rp 18 miliar, Rp 59 miliar uang tunai di rekening BCA atas nama Agustinus Ranto, serta 2,09 juta dollar Singapura dan 937.900 dollar AS yang tersimpan di safe deposit box (SDB).
Baca Juga: Klarifikasi Kekayaan Rafael Alun Trisambodo, KPK Libatkan Pemeriksa Senior
Asal-usul kekayaan menyimpang dari profil penghasilan
Dalam dakwaan ketiga ini, jaksa menyebutkan bahwa pada rentang 2011-2023 asal-usul perolehan kekayaan Rafael menyimpang dari profil penghasilannya. ”Asal-usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah karena menyimpang dari profil penghasilan terdakwa selaku pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak,” kata jaksa.
Jaksa menyebutkan bahwa pada rentang 2011-2023 asal-usul perolehan kekayaan Rafael menyimpang dari profil penghasilannya.
Dalam uraiannya, jaksa menyebutkan bahwa pendapatan dan penghasilan Rafael sebagai pegawai Ditjen Pajak dan istrinya, Ernie, yang memiliki pekerjaan di bidang swasta, ditambah pendapatan lain, menurut data LHKPN, pada 2011 tercatat sebesar Rp 1,2 miliar. Kemudian pada 2022 tercatat sebesar Rp 2 miliar. Adapun harta kekayaan Rafael yang dilaporkan ke LHKPN pada 2011 tercatat sebesar Rp 20,4 miliar dan pada 2022 sebesar Rp 56,7 miliar.
Di kurun waktu 2011 sampai 2023 itu, Rafael disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 11,5 miliar sebagaimana dakwaan pertama. Di kurun waktu ini juga, Rafael disebut memperoleh penerimaan lain berupa uang tunai, yakni 2,09 juta dollar Singapura, 937.900 dollar AS, dan Rp 14,5 miliar.
”Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan dan menempatkan harta hasil gratifikasi tersebut,” ujar jaksa.
Pada rentang waktu tersebut, Rafael dan Ernie membeli berbagai aset, antara lain tanah, membangun rumah yang tersebar di Kota Yogyakarta, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara. Lagi-lagi, Rafael menggunakan nama ibunya dan pegawai yang bekerja di perusahaan milik Rafael dalam melakukan jual beli tersebut. Rafael juga menggunakan nama ibunya ketika membangun restoran Bilik Kayu di Yogyakarta dan membeli perlengkapan beserta kendaraan operasional untuk restoran tersebut.
Masih terkait hal itu, Rafael juga membeli kendaraan dengan mengatasnamakan ibunya dan baru kemudian dibalik nama menjadi atas nama Angelina Embun Prasasya, anak Rafael. Rafael juga menggunakan nama pegawainya, Albertus Katu maupun Agustinus Ranto Prasetyo, ketika membeli beberapa unit kendaraan roda dua dan roda empat. Rafael juga disebut bersama anak laki-lakinya, Mario Dandy Satriyo, membeli mobil pada 2020.
Baca Juga: Ramai-ramai Membongkar Kejanggalan Kekayaan Pejabat
Membeli 70 tas dan dompet merek Hermes hingga Gucci
Sementara itu, Rafael juga disebut membeli 70 tas dan 1 dompet yang total nilainya mencapai Rp 1,5 miliar, yang diperuntukan untuk Ernie. Tas dan dompet yang dibeli itu bermerek Hermes, Louis Vuitton, Channel, Christian Dior, Gucci, Balenciaga, dan Givenchy. Dari seluruh dompet dan tas itu, 32 di antara asli dan sisanya tidak asli.
Selain membeli aset atas nama orang lain, Rafael juga menempatkan hartanya di kotak deposit pada kurun waktu 2021-2023 sebesar 2,098 juta dollar Singapura dan 937.900 dollar AS. Rafael juga menempatkan hartanya di sebuah rekening atas nama Agustinus Ranto Prasetyo sebesar Rp 5,6 miliar.
”Asal-usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah karena menyimpang dari profil penghasilan terdakwa selaku pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak,” kata jaksa.
Atas perbuatan tersebut, perbuatan Rafael dinilai melanggar Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Terhadap surat dakwaan tersebut, Rafael menyatakan mengerti dan akan mengajukan nota keberatan terhadap surat dakwaan. Nota keberatan akan dibacakan dalam sidang pada Rabu (6/9/2023).