DPR Ingatkan Penyelenggara Pemilu agar Tidak Beropini
Pernyataan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja terkait usulan penundaan Pilkada 2024 bisa membingungkan publik. Opini dari Bagja juga bisa mengganggu partai politik dalam proses pencarian bakal calon kepala/wakil kepala daerah.
Oleh
IQBAL BASYARI, DIAN DEWI PURNAMASARI, YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS-Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat mengingatkan penyelenggara pemilu agar fokus dengan tugasnya, bukan sibuk memunculkan opini yang bisa membingungkan publik. Hal ini disampaikan menyusul pernyataan Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja yang mengusulkan penundaan waktu pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2024.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu) seharusnya memahami posisinya sebagai pelaksana undang-undang. Penyelenggara pemilu hanya melaksanakan perintah undang- undang, bukan mengomentari, menanggapi, dan memberikan opini.
”Kalaupun ada perubahan, bukan domain Bawaslu, melainkan domain pemerintah dan DPR sehingga jangan ada spekulasi dari pelaksana undang-undang,” katanya, di Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Pasal 201 Ayat (8) UU Pilkada menyebut, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan kepala daerah di seluruh wilayah pada November 2024. Selanjutnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR dengan Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), awal Januari 2022, telah disepakati pemungutan suara pilkada serentak nasional 2024 digelar pada 27 November 2024.
Meski demikian, Rahmat Bagja saat Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga yang digelar Kantor Staf Presiden, Kamis (13/7), mengusulkan agar ada pembahasan penundaan pilkada. Penyebabnya, ada sejumlah potensi gangguan jika Pilkada 2024 digelar bersamaan, salah satunya gangguan keamanan.
Doli menekankan, hingga saat ini, belum ada pembicaraan secara resmi antara pemerintah dan DPR untuk mengubah UU Pilkada, termasuk yang mengatur waktu pemungutan suara. Dengan demikian, seluruh pelaksana UU, yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP, harus tetap melaksanakan tahapan pemilu sesuai yang diatur di UU No 10/2016.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa juga mengingatkan penyelenggara pemilu fokus menyiapkan penyelenggaraan pemilu legislatif, presiden, ataupun pilkada pada 2024. Penyelenggara pemilu dimintanya tak beropini dan masuk ke ranah yang menjadi kewenangan lembaga lain.
Bawaslu, khususnya, tak perlu merisaukan hal-hal yang bukan kewenangannya, termasuk keamanan. Hal itu akan diantisipasi lembaga terkait.
”Keamanan menjadi ranah TNI dan Polri. Bawaslu fokus saja mengawasi pemilu dan pilkada agar berjalan secara luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil) dan tidak ada kecurangan,” ujar Saan.
Menurut Saan, opini yang dilontarkan Bawaslu bisa membingungkan publik. Opini itu dapat mengganggu partai politik dalam mencari bakal calon kepala-wakil kepala daerah untuk diajukan di pilkada.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menambahkan, usulan Bawaslu melanggar konsensus yang disepakati bersama. Alasannya, penentuan tanggal Pilkada 2024 telah disetujui Bawaslu. Maka, justru menjadi pertanyaan ketika Bawaslu mengusulkan hal yang berbeda dengan kesepakatan bersama.
Sebelum Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua KPU Hasyim Asy’ari diingatkan Komisi II DPR akibat pernyataannya terkait kemungkinan perubahan sistem pemilu, Desember 2022. Hasyim pun dilaporkan ke DKPP dan dijatuhkan sanksi peringatan. DKPP menilai pernyataan Hasyim telah menimbulkan kegaduhan serta kegelisahan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai usulan penundaan pilkada tidak perlu ada jika penyelenggara pemilu mau bekerja serius. Apabila penyelenggara pemilu selalu mendahulukan ketakutan dan kekhawatiran, tidak akan pernah ada pemilu. Menurut dia, sejak dahulu, masalah selalu ada, dan hukum sudah menyiapkan instrumen untuk mengatasinya.
”Pemerintah siap memfasilitasi dan menjaga keamanan. Ini agenda konstitusional, harus dilaksanakan sesuai jadwal dan mekanisme hukum yang berlaku,” kata Mahfud.
Ditemui terpisah, Bagja mengatakan, usulan memundurkan pilkada dibahas dalam rapat tertutup. Usulan itu juga masih sebatas diskusi dan bukan menjadi usulan lembaga. Usulan ini juga bukan didasarkan pada kajian. ”Itu dibahas di forum tertutup sehingga kemudian saya kira hal tersebut juga nanti solusinya akan ada di forum tertutup juga,” ujarnya.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengaku KPU belum mengetahui usulan Bawaslu. Namun, KPU menilai jika ada perubahan jadwal, lebih baik dimajukan sebelum November. ”KPU ingin lebih cepat, lebih baik, pemungutan suara di September,” katanya.