Akrobat Para Bakal Capres Papan Bawah
Kalaupun target menjadi capres atau cawapres tak tercapai, langkah para bakal capres papan bawah tetap bermanfaat secara elektoral, utamanya bagi parpol-nya.
Ketertinggalan tingkat elektabilitas bukan masalah bagi sejumlah ketua umum partai politik untuk tetap berupaya memasuki bursa bakal calon presiden-wakil presiden 2024. Berbekal kekuatan infrastruktur partai, mereka terus bergerak memperbesar peluang keterpilihan.
Airlangga Hartarto, salah satunya. Manuver Ketua Umum Partai Golkar yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk menjadi peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tak pernah berhenti setidaknya sejak dua tahun terakhir. Mulai dari memasang baliho di sejumlah daerah, hingga menjadikannya sebagai tawaran dalam lobi antarpartai politik untuk membangun koalisi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Golkar yang merupakan bagian dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menawarkan sosok Airlangga sebagai salah satu bakal calon presiden (capres) untuk diusung KIB.
Namun, sejak dibentuk pada Mei 2022, KIB belum memutuskan sosok yang akan diusung. Pada akhir April lalu, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) V PPP justru memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah sekaligus bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Baca juga: Koalisi Dini, Ikhtiar Parpol Lepas dari Bayang-bayang Figur Capres
Berkurangnya peluang untuk maju capres dari KIB setelah keputusan berbeda dari PPP, tak menyurutkan langkah Airlangga.
Ia aktif menggerakkan gagasan pembentukan koalisi besar di antara lima parpol pendukung pemerintah. Selain tiga parpol anggota KIB, koalisi besar itu ingin menggabungkan dua parpol lain yang kini berada dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), yakni Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Gagasan mengenai koalisi besar itu pertama kali dikemukakan Airlangga usai mengikuti buka puasa bersama di Kantor DPP Partai Nasdem, Nasdem Tower, Jakarta, akhir Maret lalu. Namun, ide tersebut mulai jelas ketika seluruh ketua umum partai anggota KIB dan KKIR bertemu dengan Presiden Joko Widodo, awal April lalu. Meski sejumlah pertemuan antarelite di antara kelima parpol itu kerap dilakukan, hingga saat ini, koalisi besar urung terbentuk.
Untuk mempercepat pembentukan koalisi besar, Airlangga dan Muhaimin bertemu dalam acara halalbihalal pasca-Lebaran 2023 di Kawasan Senayan, Rabu (3/5/2023). Keduanya sepakat untuk membentuk tim yang diketuai perwakilan Golkar dan Gerindra. Tim itu bertugas untuk mempercepat pembentukan koalisi besar dengan mengintensifkan komunikasi politik ke parpol-parpol lainnya.
Baca juga: Wacana Koalisi Besar Berembus, Apa Plus Minusnya?
Berbagai langkah yang dilakukan untuk mewujudkan gagasan koalisi besar, diakui Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily sebagai upaya untuk memperbesar peluang bagi Airlangga menjadi capres. Partai wajib mengupayakannya, karena Musyawarah Nasional (Munas) Golkar 2019 memberikan mandat kepada Airlangga untuk menjadi capres dari Golkar.
“Apa yang kita lakukan saat ini adalah bagian dari pembentukan koalisi yang bisa mendorong Pak Airlangga menjadi capres,” kata dia saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Hasil Munas juga menjadi landasan untuk menentukan arah kebijakan partai berlambang pohon beringin itu dalam pembentukan koalisi. Karena itu, dalam setiap lobi atau komunikasi dengan parpol lain, Golkar selalu menawarkan Airlangga untuk menjadi capres.
“(Pencalonan Airlangga) itu sudah menjadi pakemnya Golkar. Itu yang kami tawarkan. Kalau kami berkomunikasi (dengan parpol lain), tentu ya tawaran kita ini, tinggal kita lihat reaksinya seperti apa,” ujar dia.
Menurut Ace, selama konfigurasi koalisi masih terbuka, selama itu pula upaya untuk menjadikan Airlangga sebagai capres masih akan dilakukan. Ia tidak mengungkapkan tokoh atau pihak mana yang berpeluang paling besar untuk dipasangkan dengan Airlangga. Bagi Golkar, yang terpenting kedua pihak bisa mencapai titik temu. “Yang penting bagi kami sekarang, chemistry-nya sama dulu,” ujar dia.
Simulasi Muhaimin
Tak hanya Airlangga, upaya serupa juga dilakukan Muhaimin. Sama halnya dengan Airlangga, Muktamar PKB 2019 juga memberikan mandat kepada Muhaimin untuk menjadi capres 2024. Oleh karena itu, PKB mendorong Muhaimin untuk menjadi capres atau cawapres melalui KKIR.
Setelah pertemuan dengan Airlangga, Muhaimin mengungkapkan, upaya pembangunan koalisi yang dijajaki oleh PKB tidak terlepas dari simulasi pasangan capres dan cawapres. Di KKIR, misalnya, ia menyimulasikan dirinya berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dengan Golkar, ia pun menyimulasikan dirinya berpasangan dengan Airlangga.
“Simulasi itu tidak menutup berbagai peluang apakah Prabowo—Muhaimin, Prabowo—Airlangga, atau Airlangga—Muhaimin, itu masih proses yang akan kita jalani.
Baca juga: Adu Siasat Mengikat Koalisi Partai Politik
Selain Airlangga dan Muhaimin, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga mendapatkan mandat yang sama dari partainya. Saat menyampaikan pidato kebangsaan di Jakarta, September tahun lalu, Agus menyampaikan bahwa Demokrat siap memperjuangkan kader utamanya sebagai capres atau cawapres yang akan diusung pada 2024.
Hal itu terjawantah dalam dinamika Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Agus merupakan sosok yang diusulkan oleh Demokrat untuk menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang telah dideklarasikan sebagai bakal capres dari KPP.
Untuk penentuan cawapres, KPP menyerahkan kewenangan itu kepada Anies. Akan tetapi, sejumlah elite dari Nasdem, Demokrat, dan PKS, tidak memungkiri bahwa Agus merupakan salah satu sosok yang turut dibahas untuk mendampingi Anies.
Baca juga: Prospek Setelah Sinyal Anies-AHY Muncul
Elektabilitas
Hasil survei berbagai lembaga menunjukkan, elektabilitas mayoritas ketua umum parpol selama dua tahun terakhir berada di bawah 10 persen. Hanya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang elektabilitasnya konsisten di atas 10 persen.
Mengacu hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode 12—17 April, dalam simulasi 34 nama semi terbuka, elektabilitas Airlangga 0,6 persen, Muhaimin 0,1 persen, sedangkan Agus 2 persen. Adapun Prabowo, berada di posisi teratas dengan elektabilitas 26,5 persen.
Hasil survei Charta Politika pada 27—30 April menunjukkan, dalam simulasi 10 nama capres, elektabilitas Airlangga 1,1 persen, Agus 3,4 persen, Prabowo 22,3 persen. Sementara itu, Muhaimin tak ada dalam jajaran 10 besar elektabilitas capres pilihan publik.
Kendati demikian, baik Golkar maupun PKB tak mempermasalahkan raihan elektabilitas. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid dalam berbagai kesempatan mengungkapkan, pihaknya akan terus mendorong agar keputusan Muktamar PKB 2019 bisa terwujud.
Berdasarkan kajian PKB, tidak ada kandidat yang memiliki elektabilitas dominan saat ini. Untuk itu, setiap tokoh potensial punya kesempatan untuk berkontestasi. Tingkat elektabilitas yang diraih saat ini pun masih bisa digenjot.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati melihat, para ketua umum parpol berkukuh untuk maju di Pilpres 2024 meski elektabilitasnya belum optimal menunjukkan intensi untuk menghasilkan capres atau cawapres alternatif yang berlatarbelakang pemimpin parpol. Saat ini, hanya Prabowo ketua umum parpol yang menjadi bakal capres karena memiliki elektabilitas tinggi.
Selain itu, dengan mengusung kader sebagai capres atau cawapres, parpol mengincar efek ekor jas dari para tokoh tersebut. Dengan demikian, keberadaan mereka sebagai sorotan diharapkan bisa menambah perolehan suara partai.
Baca juga: Negosiasi untuk Pilpres Alot, Parpol Kejar Efek Ekor Jas
Jika para tokoh itu gagal menembus bursa capres atau cawapres, langkah-langkah mereka pun tetap bermanfaat secara elektoral. Para ketua umum parpol dengan berbagai manuver politiknya bakal terus menjadi perhatian dan pembicaraan publik. “Manuver tersebut akan menarik atensi pemilih, sehingga elektabilitas partainya (bisa) naik,” kata Wasisto.