Prospek Setelah Sinyal Anies-AHY Muncul
Demokrat yakin pasangan Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono diharapkan publik untuk Pilpres 2024. Namun, sejumlah pengamat melihat ada sejumlah variabel yang harus dihitung untuk bisa merealisasikan pasangan itu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) menerima kunjungan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (6/5/2021).
Perjumpaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang semakin intens memunculkan spekulasi bahwa keduanya akan maju bersama di Pemilihan Presiden 2024. Jika hal tersebut benar terjadi, pasangan ini disebut-sebut bisa sangat kompetitif. Namun, dengan situasi politik yang masih sangat dinamis, sejumlah tantangan akan menanti.
Partai Demokrat bisa dibilang paling getol menggembar-gemborkan terciptanya pasangan Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono. Hal ini tampak dari respons cepat sejumlah elite Demokrat setelah terjadi pertemuan antara Anies, Agus, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, serta Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu pada acara pernikahan anak dari anggota DPR Fraksi Nasdem, Sugeng Suparwoto, Minggu (18/9/2022).
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Arief mengunggah foto yang menampilkan kelima tokoh itu lewat akun Twitter-nya, Senin (19/9/2022). ”Kita tidak tahu doa siapa yang akan diterima ’langit’,” ujar Andi.
Foto yang sama juga diunggah oleh Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra melalui akun Instagram-nya. Herzaky menulis keterangan foto, ”Bakal pasangan calon diapit tiga king maker, satu di tengah dan dua di ujung? Bismillah. Ikhtiar terus. Doa terus kita. Setuju?”
Baca juga: Andi Arief: Sekarang Partai Demokrat Lebih Siap

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu dengan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu, di acara pernikahan anak dari anggota DPR Fraksi Nasdem, Sugeng Suparwoto, Minggu (18/9/2022).
Dari pernyataan-pernyataan yang dilontarkan, Demokrat terkesan melemparkan sinyal koalisi untuk mengusung Anies dan Agus. Pertemuan di antara Anies dan Agus jelang Pilpres 2024 ini memang bukan sekali atau dua kali, melainkan berkali-kali. Itu pun yang terekam di media massa.
Berdasarkan catatan Kompas, misalnya, Agus pernah menemui Anies di Pendopo Balai Kota DKI Jakarta, 6 Mei 2021. Keduanya kemudian bertemu lagi dalam acara pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat DKI Jakarta periode 2022-2027 di kompleks JiExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, 15 Maret 2022. Pertemuan lainnya, ada pula saat Anies menyambut kehadiran Agus pada ajang balap Formula E di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC), Ancol, Jakarta Utara, awal Juli lalu.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menyebut, hubungan Anies dan Agus sangat akrab dan dekat. Ini karena keduanya memang sering berkomunikasi dan berinteraksi. Dari intensnya interaksi itu, terlihat pula kalau keduanya saling melengkapi. Selain itu, Andi menyebut mereka mempunyai semangat yang sama, yakni menginginkan perubahan dan perbaikan untuk Indonesia.
Untuk mengecek seberapa kuat Anies dan Agus di mata publik jika maju bersama di Pilpres 2024, Demokrat juga mengklaim telah membuat surveinya. Dari hasil survei itu, pasangan Anies dan Agus masuk kategori papan atas.
Baca juga: Rakyat Berembuk Cari Capres, Parpol Pun Menuai Hasil

Andi Mallarangeng (ketiga dari kiri) saat masih menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga bersama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat pembukaan Kongres XIV Gerakan Pemuda Ansor di Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/1/2011).
”Pasangan Mas Anies dan Mas AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) termasuk yang paling besar diharapkan (publik). Walaupun begitu, kami belum bisa mendeklarasikan ini karena sekarang, kan, kami masih dalam pembicaraaan intensif dengan teman-teman di Nasdem dan PKS,” ujar Andi.
Untuk diketahui, raihan suara ataupun jumlah kursi Demokrat di DPR tak memungkinkan bagi Demokrat mengusung capres-cawapres sendiri sehingga partai ini harus berkoalisi dengan partai politik lain agar bisa memenuhi ambang batas pencalonan presiden.
Meski Demokrat menilai tepat pasangan Anies-Agus maju di Pilpres 2024, hingga kini Partai Nasdem dan PKS belum sependapat. Untuk Nasdem, mereka memang telah menjadikan Anies sebagai salah satu bakal capres yang akan dijagokan partai selain opsi dua nama lainnya, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Namun, partai yang dipimpin oleh Surya Paloh ini belum memutuskan Anies yang dipilih di antara dua kandidat tersebut.
Menurut Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G Plate, partai masih mencari parpol mitra koalisi. Sama seperti Demokrat, raihan suara dan jumlah kursi Nasdem di DPR belum cukup memenuhi ambang batas pencalonan presiden sehingga Nasdem harus berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres. Selain itu, Surya Paloh yang diberi mandat memutuskan satu di antara tiga bakal capres masih menimang-nimang di antara tiga kandidat yang dihasilkan Rakernas Nasdem, Juni lalu, tersebut.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kiri), Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa (tengah), dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah DPP PKS Sigit Soesiantomo pun menyebut, belum ada keputusan dengan Demokrat dan Nasdem untuk mengusung pasangan capres-cawapres tertentu. Sejauh ini, sinyal paling kuat barulah mengusung Anies sebagai capres. Sosok cawapres yang akan diduetkan dengan Anies masih cair.
”Belum bicara cawapres AHY. PKS juga berusaha untuk mengusung kader-kader internal yang punya elektabilitas dan popularitas tinggi,” ucap Sigit.
Kader internal dimaksud seperti Wakil Ketua Majelis Syura PKS Mohammad Sohibul Iman, mantan Gubernur Jawa Barat yang juga Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan, atau mantan Gubernur Sumatera Barat yang juga Ketua Dewan Pakar PKS Irwan Prayitno.
Baca juga: Ketua Pemenangan Pemilu PKS: Akar Rumput Inginkan Anies Baswedan

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono seusai melakukan pertemuan di Kantor DPP Partai Nasdem, Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Terlepas dari siapa capres dan cawapresnya, pertemuan di antara Demokrat, Nasdem, dan PKS, memang terlihat sangat intens. Misalnya, antara Demokrat dan Nasdem, setidaknya tiga kali Surya Paloh menggelar pertemuan dengan Agus setelah penyampaian tiga nama hasil Rakernas Nasdem ke publik yakni pada 29 Maret 2022, 5 Juni 2022, dan 23 Juni 2022. Adapun dalam pertemuan pada 5 Juni, Agus didampingi ayahnya yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemudian, Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Al Habsy juga pernah menyambangi Kantor DPP Partai Demokrat, 22 Juni 2022 atau lima hari setelah Rakernas Nasdem. Kedatangan Aboe disambut oleh Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya dan Andi Arief. Sebelum ke Demokrat, ternyata di hari yang sama, elite PKS baru saja bertemu dengan elite Partai Nasdem di Nasdem Tower, Menteng, Jakarta.
Tergantung lawan
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas melihat, prospek pasangan capres-cawapres Anies-Agus atau sebaliknya Agus-Anies, cukup baik. Pasangan tersebut bisa kompetitif. Namun, itu tergantung siapa pasangan yang akan dihadapinya dan tergantung jumlah pasangan yang ikut berkompetisi.
”Jika yang bertanding lebih dari dua pasangan, kemungkinan akan membutuhkan putaran kedua. Sebab, sejauh ini, dalam berbagai simulasi pasangan, belum ada satu kombinasi pasangan yang sanggup memperoleh dukungan di atas 50 persen,” ujar Abbas.

Selain itu, peluang kemenangan mereka akan sangat dipengaruhi oleh maju atau tidaknya Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Peluang kemenangan Anies-AHY atau AHY-Anies bisa menipis jika kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu maju. Demikian sebaliknya, jika Ganjar tidak maju, peluang pasangan itu membesar.
Menurut Abbas, Anies dan AHY bisa saling melengkapi. Keduanya juga bisa menarik kelompok demografi yang berbeda. Namun, untuk bisa menang, mereka butuh jaringan dan sumber daya yang besar.
Abbas juga mengingatkan bahwa ada pekerjaan rumah yang harus Anies dan AHY hadapi apabila ingin maju sebagai capres-cawapres. Mereka perlu meyakinkan publik bahwa mereka bisa memberikan model pembangunan yang lebih baik atau minimal berbeda dengan sepuluh tahun terakhir.
Tidak komplementer
Sementara itu, dari analisis Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, jika berbicara soal Anies dan Agus, setidaknya ada dua tahapan yang terlebih dulu harus dilalui.
Baca juga: Menembus ”Belantara” Pemilu dengan Basis Saintifik

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya
Pertama, kans mereka menjadi capres-cawapres. Kedua, kans mereka menang jika sudah menjadi capres-cawapres.
Kans Anies dan Agus menjadi capres-cawapres perlu diuji karena Demokrat tidak bisa sendirian untuk mengusung pasangan tersebut. Demokrat bahkan tidak bisa sekadar berkoalisi dengan satu partai lagi, tetapi setidaknya harus menggandeng dua partai.
”Makanya di situ muncul isu koalisi dengan Nasdem, PKS, Demokrat, agar memenuhi presidential threshold. Artinya, kan, di situ harus dilihat bagaimana kepentingan dari Nasdem dan PKS, dalam memutuskan nama capres-cawapres,” ujar Yunarto.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Sohibul Iman saat masih menjabat Presiden PKS seusai menyampaikan hasil pertemuan tertutup kedua partai di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Katakanlah ketiga partai ini sudah punya kesamaan kepentingan untuk mengusung Anies. Demokrat dan PKS bisa saja berpikiran sederhana bahwa mereka sudah memosisikan diri sebagai oposisi dan Anies merupakan simbol dari orang yang dianggap berseberangan dengan Presiden Joko Widodo.
Namun, berbeda dengan Nasdem. Nasdem saat ini bagian dari partai politik pendukung pemerintahan Joko Widodo. Jika mereka mengusung Anies, bisa jadi berimbas negatif pada elektabilitas Nasdem. Adapun dua opsi bakal capres lainnya dari Nasdem, juga tak mudah untuk dipilih Nasdem. Ganjar masih kader PDI-P, sedangkan Andika elektabilitasnya rendah. Ini makanya, Yunarto melihat, Nasdem belum akan memutuskan capres yang akan diusungnya dalam waktu dekat.
Selain itu, tidak mudah bagi ketiga parpol untuk menentukan pendamping dari Anies jika memang ketiganya sepakat mengusung Anies. Pilihan atas Agus hanya akan menguntungkan Demokrat. Demokrat bisa menerima efek ekor jas atau limpahan suara dari ketua umumnya sebagai cawapres. Namun, tidak halnya bagi Nasdem dan PKS.
”Kalau cawapresnya hanya diwakili oleh satu ketum partai, yang terjadi, kan, adalah zero-sum game, yang akan merugikan dua partai lain. Dari sisi itu, menurut saya, malah akan lebih logis kalau ketiga partai ini lebih bisa menerima sosok yang netral, bukan berasal dari ketiga partai ini karena akan merugikan dua partai lain. Seharusnya kalau ingin fair, Anies tidak berpartai, wakilnya juga tidak berpartai,” ujar Yunarto.

Dari sisi kans kemenangan Anies-Agus pun, ada kecenderungan yang menjadi magnet adalah Anies. ”Saya belum menemukan variabel pendongkrak yang bisa diberikan sosok oleh AHY ataupun Demokrat,” ucapnya.
Agus dinilainya bukan sosok yang bisa menjadi pelengkap bagi Anies dalam konteks personal branding. Sebagaimana diketahui, keduanya sama-sama mewakili anak muda, sosok intelektual, lulusan luar negeri, dan cenderung mewakili kalangan kelas menengah.
Anies dinilainya lebih membutuhkan sosok yang bisa dianggap menutupi kelemahan elektoralnya di Jawa Tengah atau Jawa Timur. ”Nah, AHY belum melengkapi kelengkapan itu. Masih lebih memiliki kekuatan di sana adalah sosok Muhaimin Iskandar (Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa) atau Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur),” ujarnya.
Baca juga: Koalisi Dini, Ikhtiar Parpol Lepas dari Bayang-bayang Figur Capres

Namun, situasi politik ini akan terus dinamis, apalagi mendekati akhir tahun 2022. Mungkin saja ada sosok lain yang bisa menarik untuk dilirik oleh Nasdem atau bahkan PKS. Apabila ada situasi ekstrem ketika Ganjar yang elektabilitasnya jauh lebih tinggi ketimbang Anies, lalu kemudian resmi dinyatakan tidak dicalonkan oleh PDI-P, menurut Yunarto, ini kemungkinan akan memunculkan konstelasi politik baru.
”Artinya, kita tidak bisa melihat elite-elite ini berdiri secara monolitik sebagai sebuah black box. Mereka juga akan bisa berubah sikapnya dan kepentingannya ketika melihat blok lain sudah mengambil keputusan. Nah, itu yang menurut saya hal-hal yang masih akan menjadi wilayah abu-abu yang tetap tidak mudah diputuskan dalam waktu dekat. Tetapi, kalau hanya sekadar memutuskan Anies, menurut saya, lebih mudah. Tetapi, ketika memutuskan Anies–AHY, potensi terjadinya bentrok kepentingan malah lebih besar,” jelas Yunarto.