Ketua Pemenangan Pemilu PKS: Akar Rumput Inginkan Anies Baswedan
Di Pemilu 2024, PKS menargetkan raihan suara naik dua kali lipat. Dalam wawancara dengan ”Kompas”, Ketua Pemenangan Pemilu PKS Sigit Sosiantomo memaparkan strateginya, termasuk soal capres. Siapa figur yang dipilih PKS?
Dua tahun menjelang Pemilu Presiden 2024, arus bawah Partai Keadilan Sejahtera mulai menyuarakan nama Anies Baswedan agar bisa diusung sebagai calon presiden. Gubernur DKI Jakarta itu bukan sosok yang asing bagi partai politik yang saat ini dipimpin Ahmad Syaikhu. Keberhasilannya menduduki kursi DKI-1 tidak terlepas dari kerja mesin politik PKS sebagai satu dari tiga parpol pengusungnya.
Namun, kesempatan untuk mengusung Anies atau calon lainnya terganjal ambang batas pencalonan presiden. Dengan raihan 50 kursi atau 8,6 persen dari total kursi di parlemen, PKS belum memenuhi syarat untuk mencalonkan capres/cawapres yang ditetapkan di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni memiliki 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Agar tetap bisa mengusung capres/cawapres, PKS harus berkoalisi dengan parpol lain. Konsekuensinya, tentu ada kompromi politik yang bisa jadi tidak sepenuhnya menguntungkan. Padahal, PKS berkeinginan kuat untuk bisa memenangi pilpres, untuk meninggalkan peran oposisi yang sudah dilakoni sejak 2014. Lantas, bagaimana PKS mengatasi situasi itu?
Di 2024, PKS juga akan bertarung untuk memenangi pemilu legislatif (pileg) serta pemilihan kepala Daerah (pilkada). Agenda serentak itu terjadi dalam konteks meningkatnya jumlah pemilih milenial dengan karakter yang jauh berbeda dibandingkan dengan para politikus yang akan berkontestasi. Bagaimana PKS merumuskan strategi untuk menghadapi beban berlipat tersebut? Belum lagi Majelis Syura PKS telah mematok target raihan suara 15 persen atau hampir dua kali lipat dibandingkan perolehannya di Pemilu 2019.
Dalam wawancara khusus bersama Kompas, di kantor DPP PKS, Jakarta, Senin (1/8/2022), Ketua DPP PKS Bidang Pemenangan Pemilu dan Pilkada Sigit Sosiantomo menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Berikut petikan wawancaranya.
Memasuki tahun politik, beberapa parpol mulai gencar menjaring capres dari suara akar rumput, bahkan sudah mengumumkan sejumlah bakal capres. Bagaimana dengan PKS?
Ya, kami membaca harapan masyarakat. Kalau disodorkan yang tingkat elektabilitas surveinya masuk papan atas itu, kan, Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerindra), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), dan Anies Baswedan. Banyak yang mengusulkan Anies ke kami, pasti. Pertama, karena dia masih muda. Yang membedakan Anies dengan Prabowo itu masalah usia. Namun, ada juga masukan yang menyebut Prabowo.
Sebetulnya menarik kalau Prabowo dan Anies digabung. Itu akan membuat masukan-masukan tersebut menyatu. Namun, pertanyaannya, apakah Anies mau menjadi wakil presiden? Mending dia jadi Gubernur DKI menyelesaikan satu putaran lagi daripada wakil presiden.
Artinya, di internal PKS sudah sepakat untuk mengusung Anies?
Di grass root PKS memang banyak masukan. Namun, kalau di elite, nanti kami musyawarahkan dengan Majelis Syura (lembaga tertinggi partai yang saat ini dipimpin Salim Segaf Aljufri) untuk menentukan capres, cawapres. Musyawarah Majelis Syura terakhir baru mengamanatkan kami untuk mencapai target perolehan suara 15 persen.
Apakah ada pertimbangan khusus sebelum melaksanakan Musyawarah Majelis Syura?
Musyawarah Majelis Syura dilaksanakan setiap tiga bulan sekali, kira-kira berikutnya Agustus ini. Ada hal yang mesti dipertimbangkan. Yakni, kami sedang mengajukan judicial review presidential threshold. Kami akan lihat perkembangannya. Kalau Agustus sudah mulai sidang dan ada lampu hijau pertanda akan disetujui, kami akan menggelar Musyawarah Majelis Syura.
Baca juga: Tekad Bulat PDI-P Mengejar ”Hattrick” Kemenangan Pemilu
Kami berharap judicial review ini diterima. Sebetulnya parpol lain juga senang kalau ini diterima karena mereka bisa mengusung capres/cawapres sendiri.
PKS memiliki mesin politik yang kuat, seandainya bisa mengusung capres/cawapres sendiri, kami ingin mengusung sendiri. Di Pemilu 2019 saat mengusung Prabowo, walaupun kami bukan cawapres, tetapi siapa yang bekerja, kan, semua orang tahu. Mesin politik siapa yang bekerja.
Bagi PKS, seandainya judicial review itu disetujui, akan sangat menguntungkan. Kami bisa mencalonkan tokoh internal PKS dengan Anies, misalnya tanpa takut bayang-bayang yang lain.
Siapa tokoh internal yang ingin dicalonkan?
Ketua Majelis Syura (Salim Segaf Aljufri), ada. Presiden PKS (Ahmad Syaikhu), ada. Ada Sohibul Iman (Presiden PKS 2015—2020).
Baca juga: Ahmad Doli Kurnia: 2024 Momentum Kembalinya Kejayaan Golkar
Bagaimana skenario berikutnya jika uji materi ditolak Mahkamah Konstitusi?
Kami tetap akan berkomunikasi dengan parpol-parpol lain untuk menyukseskan judicial review. Seandainya tetap kalah, alternatifnya ya koalisi yang sedang dibangun sekarang.
Kami akan menyinergikan dua agenda, yakni pemenangan dengan sejumlah sumber daya internal, kami ingin PKS dapat 15 persen. Kemudian dengan koalisi, kami ingin agar di pilpres nanti terpilih presiden yang kredibel. Masih ada ruang bagi kita untuk mendapatkan presiden yang kredibel itu tanpa melalui koalisi. Kita jalani saja. Episode ini untuk sementara mungkin akan menengok hasil judicial review terlebih dulu.
Pembangunan koalisi dengan parpol lain sudah sejauh mana?
Koalisi bukan strategi pemenangan kami, itu hanya akibat. Jadi, kami terhadap koalisi pun cair, mengikuti saja. Namun, karena sekarang orang mau tidak mau bicara 2024 itu tentang pilpres, akhirnya kami sudah menjajaki komuniaksi dengan Prabowo. Juga dengan PKB yang katanya Koalisi Semut Merah, tetapi mereka tiba-tiba balik badan. Mungkin semutnya kurang merah he-he-he.
Sekarang tinggal kami dengan Demokrat, lalu bertemu teman baru yang tidak kalah menariknya, yakni Surya Paloh (Nasdem). Sudah penjajakan, sampai sekarang masih sebatas membangun chemistry.
Bagaimana langkah untuk mencapai target perolehan suara 15 persen?
Kami mendaftar ke KPU di hari pertama ingin jadi yang pertama, walaupun rupanya keduluan PDI-P dan PKP. Namun, dari situ bisa dibaca, kami sangat siap, serius, karena negeri ini perlu kepemimpinan baru yang lebih progresif.
Sudah hampir 60.000 caleg yang kami rekrut di awal pendaftaran, sekarang sudah sesi penyaringan. Jadi sudah ada skuad dari kabupaten, provinsi, nasional, kira-kira 80 persen. Semua partai pasti mencari para petarung. Apalagi PKS, kami partai oposisi, tidak ingin terus berada di oposisi. Kami ingin juga berpartisipasi, berkontribusi bagi negara, sebagai partai pemenang pemilu.
Kami juga berharap komposisi milenial dan perwakilan perempuan ke depan, termasuk dari PKS, itu akan membesar. Strategi pencalegan kami menempatkan 30 persen perempuan plus kaum milenial.
Bagaimana langkah untuk menarik simpati generasi milenial?
Keseriusan kami terhadap generasi milenial terlihat dari perubahan logo PKS. Dulu itu, kan, hitam kuning yang kesannya sangat konservatif, kalau sekarang berubah jadi (oranye) partai ceria. Kami bukan hanya bicara bahwa PKS siap dengan milenial, tidak. Bahkan logo yang kita perjuangkan dalam empat kali pemilu, sekarang berubah. PKS mengikuti perkembangan zaman, responsif terhadap bonus demografi. (PKS telah mengubah logo, mars, dan himne pada Musyawarah Nasional V PKS di Bandung, Jawa Barat, November 2020).
Baca juga: Tuah Elektoral Partai Oposisi
Selain menarik milenial, PKS juga membuka diri untuk masyarakat non-Muslim di Papua, Nusa Tenggara Timur, untuk jadi caleg lewat PKS. Begitu juga untuk kalangan Nahdiyin di Jawa Timur, kami persilakan.
Kami ingin membuktikan bahwa kebinekaan itu tetap bisa terjadi di PKS. Walaupun PKS partai Islam, kami siap mengubah semuanya. Mengubah logo saja siap, mengubah organisasi tentu siap.
Artinya, menghadapi 2024, PKS akan semakin bergerak ke tengah?
Iya. Saya kira negeri ini konsensusnya seperti itu, ke tengah. Bayangkan, dulu hanya dalam tempo satu hari, tujuh kata (dalam Piagam Jakarta) berubah pada tanggal 17 Agustus 1945 karena teman-teman dari Timur menolak. Makanya ada Pancasila 18 Agustus. Artinya, ide bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang harus dipertahankan itu lebih dominan dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan. Kami belajar dari situ, dan itulah strategi pemenangan PKS.
Dengan strategi itu, ada kekhawatiran akan ditinggalkan basis pemilih tradisional PKS?
Alhamdulillah enggak. Mereka mengerti bahwa kami ini parpol, bukan mazhab agama. Makanya ada yang dari Muhammadiyah, misalnya Hidayat Nur Wahid. Habib Salim, itu ahlussunnah wal jamaah. Juga banyak yang dari Nahdlatul Ulama.
Baca juga: Caleg Pesohor, dari Panggung Turun ke Kampung
Partai Gelora yang digawangi dua eks petinggi PKS, Anis Matta dan Fahri Hamzah, diprediksi akan menyebabkan migrasi pemilih PKS. Bagaimana menghadapinya?
Kami sudah mendata, migrasi itu jumlahnya 2,5 persen, tidak signifikan. Melalui pendataan yang rapi, kami juga meneliti kader-kader yang pindah, termasuk petinggi, kan, cuma beberapa orang. Anggap saja itu zakat, margin error. Tidak banyak.
Kembali lagi ke ceruk milenial tadi, PKS ingin mendapatkan lebih besar dari kader yang keluar. Kan, dikatakan para ulama, Anda tidak akan miskin karena bersedekah, justru rezeki akan bertambah. Jadi, kami ikhlaskan saja.