IPW Laporkan Wamenkumham ke KPK atas Dugaan Penerimaan Gratifikasi
IPW melaporkan Wakil Menteri Hukum dan HAM atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait konsultasi hukum dan permintaan pengesahan status badan hukum. Diduga ia meminta asisten pribadinya ditempatkan sebagai komisaris.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menunjukkan salah satu bukti laporannya terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Eddy dilaporkan atas dugaan penerimaan gratifikasi sekitar Rp 7 miliar.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Police Watch melaporkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej ke Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan penerimaan gratifikasi sekitar Rp 7 miliar. Penerimaan uang tersebut diduga terkait dengan konsultasi hukum dan permintaan pengesahan status badan hukum.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, ia membuat pengaduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi pemerasan dalam jabatan atau penerimaan gratifikasi. ”Yang terlapor itu saya menyebutkan penyelenggara negara dengan status Wamen (wakil menteri). Wamen saya sebut dengan inisial EOSH. Saya harus tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” kata Sugeng di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Ia menjelaskan, ada aliran dana sekitar Rp 7 miliar yang diterima dua orang yang diduga sebagai asisten pribadi Eddy. Sugeng menduga penerimaan uang tersebut terkait dengan jabatan Eddy meskipun peristiwanya terkait dengan permintaan bantuan seorang warga negara kepada Eddy.
”Ini terkait posisi sebagai wamen terkait dengan dua peristiwa. Satu, meminta konsultasi tentang hukum. Yang kedua, dugaan terkait dengan permintaan pengesahan status badan hukum,” kata Sugeng.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej di sela-sela acara Kumham Goes to Campus di Universitas Udayana, Bali, Jumat (11/11/2022).
Dalam laporannya, Sugeng melampirkan bukti pengiriman dana dan percakapan yang menunjukkan bahwa Eddy mengakui dua orang yang menerima dana itu sebagai asisten pribadinya. Menurut Sugeng, bukti tersebut menunjukkan bahwa dana yang masuk ke rekening atas nama YAR dan YAM sebagai orang yang disuruh atau terafiliasi dengan Eddy. Peristiwa tersebut terjadi antara April sampai dengan Oktober 2022.
Ia menjelaskan, pada April dan Mei 2022 terdapat pemberian dana senilai total Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy melalui asisten pribadinya di Kemenkumham berinisial YAR. Pemberian itu terkait dengan permintaan bantuan konsultasi hukum yang diajukan HH yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) kepada Eddy.
Dalam laporannya, Sugeng melampirkan bukti pengiriman dana dan percakapan yang menunjukkan bahwa Eddy mengakui dua orang yang menerima dana itu sebagai asisten pribadinya.
Pada Agustus 2023, terdapat pemberian dana tunai dari HH dalam bentuk mata uang dollar AS senilai Rp 3 miliar yang diterima secara tunai oleh YAR di ruangan YAR yang diduga atas arahan Eddy. Pemberian tersebut diduga terkait dengan permintaan bantuan pengesahan badan hukum dari PT CLM untuk disahkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.
Akan tetapi, pengesahan tersebut dihapus pada 13 September 2022 dan muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan inisial ZAS. Adapun ZAS dan HH sedang bersengketa terkait kepemilikan saham PT CLM. Sebagai pemilik izin usaha pertambangan, HH pun kecewa. HH menegur Eddy melalui advokat berinisial A.
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso menjelaskan kepada wartawan terkait laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan gratifikasi sekitar Rp 7 miliar oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej, Selasa (14/3/2023), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Pada 17 Oktober 2022 sekitar pukul 12.00, dana Rp 4 miliar dan Rp 3 miliar dalam bentuk dollar AS dikembalikan melalui transfer oleh YAR ke rekening PT CLM. Namun, pada pukul 14.36, PT CLM mengirimkan kembali dana itu ke rekening YAM.
Dalam hubungan komunikasi antara HH dan Eddy, kata Sugeng, Eddy meminta dua asisten pribadinya ditempatkan sebagai komisaris PT CLM. ”Kemudian, (hal itu) diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, (yakni) Saudara YAR,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Eddy tidak mau menanggapi laporan dari Sugeng dengan serius.
Perbaikan Ditjen AHU
Menurut Sugeng, kasus ini dapat menjadi pintu masuk untuk perbaikan di Ditjen AHU yang tidak ada keterbukaan. Sebab, katanya, akses di Ditjen AHU bisa ditutup atas permintaan dari pemilik perusahaan. ”Akses membaca susunan pengurus ini seharusnya bisa terbuka ketika perusahaan itu sudah listing (daftar) sebagai badan hukum, sebagai keterbukaan informasi publik,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Eddy tidak mau menanggapi laporan dari Sugeng dengan serius. Sebab, pokok permasalahannya adalah hubungan profesional asisten pribadinya, YAR dan YAM, sebagai pengacara dengan salah satu pihak. Eddy menyebut pihak tersebut merupakan klien Sugeng.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan adanya laporan dari IPW tersebut. Namun, ia tidak bisa menyampaikan materi laporannya.
Ia menegaskan, KPK akan segera memverifikasi dan menelaah laporan itu untuk memastikan syarat pelaporan tersebut sesuai dengan ketentuan sehingga bisa ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPK. Tim pengaduan masyarakat juga akan proaktif berkoordinasi dengan pelapor dan melakukan pengayaan informasi serta data terkait pelaporan tersebut.