Komisi II: Tidak Ada Wacana Penundaan Pemilu di DPR
Pemerintah kembali menegaskan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai jadwal. DPR juga turut menjamin bahwa tidak ada penundaan Pemilu 2024.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsep penundaan pemilu tidak ada dalam konstitusi sehingga hal tersebut dinilai bertentangan dengan undang-undang dasar. Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat juga menegaskan memiliki komitmen untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu 2024 sesuai jadwal.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi NasdemSaan Mustopa, Kamis (2/2/2023), menuturkan, baik Fraksi Nasdem maupun Komisi II sama-sama berkomitmen Pemilu 2024 terselenggara sesuai jadwal. Sejak awal, kata Saan, Nasdem konsisten bahwa pemilu harus dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah disepakati bersama, yaitu 14 Februari 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Begitu pula dengan Komisi II yang, menurut dia, terus mengawal dan mengawasi bersama tahapan pemilu agar berjalan baik dan sesuai tenggat. Bentuk komitmen dan jaminan dari DPR juga ditunjukkan dengan tidak adanya pintu yang dibuka untuk penundaan pemilu.
”Kalau ada upaya penundaan, kan, harus ada langkah-langkah politik yang dilakukan di DPR atau MPR. Sementara sampai hari ini, di DPR tidak ada wacana penundaan pemilu. Semua partai yang ada di DPR berkomitmen agar pemilu berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan,” ujar Saan.
Sebelumnya, pada 10 Januari 2023, Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materi Undang-Undang Pemilu kembali menegaskan periodisasi masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk sekali masa jabatan. Pasal 7 UUD 1945 yang ditegaskan oleh MK juga mengisyaratkan tak ada alasan menunda Pemilu 2024 karena masa jabatan presiden dan wapres ialah lima tahun (Kompas, 2/2/2023).
Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan salah satu masalah yang masuk dalam laporan kajian mitigasi krisis periode Januari 2023 yang dibuat Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengatakan, laporan akan diserahkan Lemhannas kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu (1/2/2023). Kajian tersebut dibuat berdasarkan permintaan dari presiden langsung. Sebelumnya, pada 12 Oktober 2022, Presiden meminta Lemhannas membuat kajian cepat untuk mengantisipasi dan memitigasi krisis pangan, energi, dan finansial (Kompas.id, 1/2/2023).
Semua partai yang ada di DPR berkomitmen agar pemilu berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan.
Senada dengan Saan, Guspardi mengatakan, Komisi II bahkan tidak pernah membicarakan wacana penundaan pemilu, baik dalam rapat terbatas maupun rapat pleno. Semua fraksi di Komisi II bahkan tidak punya keinginan untuk penundaan Pemilu 2024. Terus berjalannya fungsi DPR dalam legislasi, penganggaran, dan pengawasan berkaitan dengan pemilu juga menjadi bentuk komitmen parlemen menjaga pesta demokrasi dilaksanakan sesuai jadwal.
”Tugas DPR sebagai legislatif, kan, terus dilaksanakan. Anggaran pemilu sudah kami sepakati, regulasi sudah kami setujui, pengawasan terhadap penyelenggara pemilu juga sudah kami jalankan,” kata Guspardi.
Guspardi menambahkan, komitmen dan jaminan tidak ada pemilu juga tampak dari langkah partai politik yang sudah mulai berkoalisi dan menentukan calon presiden yang diusung. Ia mencontohkan Partai Nasdem yang sudah mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden. Selain itu, terdapat dukungan yang disampaikan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat terhadap Anies.
”Itu ditambahkan dengan pernyataan pemerintah melalui Mahfud MD (Menko Polhukam) juga menyatakan tidak ada upaya pemerintah menghalangi Anies maju sebagai capres,” tutur Guspardi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat memberi paparan dalam Rapat Pimpinan Lembaga Ketahanan Nasional di Jakarta, Rabu (1/2/2023), mempersilakan para pihak yang menginginkan dan menolak penundaan pemilu saling beradu argumen. Sebab, kata Mahfud MD, pemerintah tidak bisa menghalangi kemunculan wacana. Namun, pemerintah menjamin pemilu akan berjalan sesuai jadwal.
Hentikan wacana
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, Kamis (2/2/2023), mengatakan, penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali merupakan amanat konstitusi. Pemerintah, yang tugasnya menjalankan konstitusi, kata Feri, seharusnya tidak membicarakan hal-hal yang justru bertentangan dengan undang-undang dasar.
”Kalau pemerintah atau menterinya membicarakan wacana penundaan pemilu, niatnya melanggar konstitusi,” kata Feri saat dihubungi dari Jakarta.
Feri menegaskan, tidak ada konsep penundaan pemilu dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 22 e Ayat (1) UUD 1945 telah mengamanatkan, pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Feri mengatakan, konsep yang dikenal adalah pemilu susulan dan pemilu lanjutan. Pemilu susulan dilakukan apabila terjadi hal-hal di luar kekuasaan (force majeur) dan keadaan memaksa (overmacht) seperti bencana alam atau kerusuhan ketika tahapan belum dimulai. Pemilu akan dilakukan secara susulan dari proses awal di daerah yang tidak terjadi konflik atau bencana.
Adapun pemilu lanjutan disebabkan masalah saat tahapan sudah berjalan. Pelaksanaannya kemudian hanya melanjutkan dari tahapan yang sudah berjalan tersebut. Artinya, kata Feri, dalam situasi bencana atau konflik sekalipun, pemilu tetap ada. Penundaan pemilu disebutnya hanya akal-akalan untuk membangun pemerintahan yang otoriter.
Feri juga meminta pemerintah untuk tidak membicarakan wacana yang jelas melanggar konstitusi. Kendati setiap orang memiliki hak untuk berbicara atau menyampaikan aspirasi, pemerintah seharusnya menghindari anggapan bahwa mereka bersikap atas wacana yang melanggar undang-undang dasar.
Jangan sampai pemerintah seolah-olah permisif dan memberikan ruang agar orang-orang membicarakan hal-hal yg bertentangan dengan konstitusi.
”Jangan sampai pemerintah seolah-olah permisif dan memberikan ruang agar orang-orang membicarakan hal-hal yg bertentangan dengan konstitusi. Apalagi jika memungkinkan orang-orang melaksanakan pertentangan itu,” ujar Feri.