Akhiri Polemik Penundaan Pemilu
Wacana penundaan pemilu yang terus digulirkan elite perlu segera disudahi. Selain tak berdasar kuat hingga lemah dukungan politik, polemik penundaan pemilu berkepanjangan hanya akan jadi bola liar yang menguras energi.
Wacana penundaan pemilu yang terus digulirkan elite perlu segera disudahi. Selain tak berdasar kuat hingga lemah dukungan politik, polemik penundaan pemilu berkepanjangan hanya akan menjadi bola liar yang menghambat agenda Pemilu 2024. Selain itu, juga berpotensi mengganggu stabilitas kinerja dan koalisi pemerintah.
Pemilu merupakan hal sakral dan bukti nyata bahwa demokrasi benar-benar ditegakkan di Indonesia. Tidak mengherankan penolakan atas wacana itu pun juga terus bersambut dengan maraknya wacana yang terus digulirkan. Penundaan pemilu hingga penambahan masa jabatan presiden serta legislatif merupakan pengkhianatan besar bagi demokrasi dan perjuangan reformasi.
Pemilu merupakan hal sakral dan bukti nyata bahwa demokrasi benar-benar ditegakkan di Indonesia.
Ironisnya, penundaan pesta demokrasi itu terus disuarakan oleh para elite yang belakangan terus menuai polemik berkepanjangan. Seperti diketahui, isu mengenai penundaan pemilu kembali kuat mendengung setelah usulan itu keluar dari tiga partai politik, yaitu PKB, Golkar, dan PAN.
Klaim bahwa usulan tersebut berangkat dari keinginan publik hingga rekomendasi yang keluar dari analisis big data pun disematkan para politisi untuk menguatkan argumen penundaan.
Tak berhenti di situ, paling terbaru wacana penundaan pemilu juga sempat disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pernyataan serupa bukan pertama kalinya keluar dari jajaran kabinet Jokowi-Amin. Sebelumnya Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga sempat mengungkapkan adanya aspirasi dari kalangan pengusaha untuk meminta perpanjangan jabatan presiden.
Pijakan regulasi penundaan pemilu dapat dilakukan dengan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hal tersebut menjadi upaya yang harus dilalui untuk penundaan pemilu di Indonesia yang sampai saat ini tidak memiliki dasar hukum.
Jika mengacu pada Pasal 22E UUD 1945, secara jelas tertulis bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD, DPD, presiden, dan wakil presiden dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Tanpa adanya dasar aturan yang kuat, penundaan pemilu justru dapat berpotensi memunculkan pemerintahan yang ilegal karena berjalan dengan ketiadaan legitimasi konstitusi, termasuk pula lembaga legislatif di dalamnya.
Pertama, jelas mengamendemen UUD 1945. Kedua, dengan mengeluarkan dekrit presiden dan ketiga menciptakan konvensi ketatanegaraan yang dalam pelaksanaannya diterima pada praktik penyelenggaraan negara. Dari ketiganya, amendemen UUD 1945 menjadi dasar yang paling kuat untuk dapat memberikan legitimasi penundaan pemilu.
Dari penjabaran itu, jelas bahwa penundaan pemilu merupakan urusan serius yang semestinya diusulkan dari alasan kuat dan pertimbangan sangat matang. Hal ini sudah semestinya pula menjadi perhatian bagi seluruh pihak, terutama elite politik, untuk tidak dengan mudahnya menggaungkan wacana penundaan pemilu.
Baca juga: Jajak Pendapat "Kompas": Publik Berharap Pemilu Tetap Digelar 2024
Ketegasan penolakan
Terus bergulirnya isu penundaan pemilu, bahkan setelah urusan penetapan jadwal pelaksanaan hingga proses pemilihan anggota KPU-Bawaslu selesai, menegaskan bahwa maksud penundaan pemilu bukan lagi murni didasarkan pada keinginan masyarakat ataupun pertimbangan kondisi bangsa yang masih dihadapkan pada ketidakpastian pandemi.
Tak salah memang bila banyak spekulasi yang mengaitkan tujuan penundaan pemilu itu sebagai strategi politik untuk menguntungkan partai ataupun calon presiden tertentu yang akan diusung.
Penundaan waktu pemilu berarti adanya perpanjangan waktu yang tersedia untuk partai dan sosok calon presiden untuk mempersiapkan dukungannya. Kondisi ini tentu merugikan bagi partai ataupun sosok calon presiden potensial yang sudah terbilang siap melenggang ke arena pemilihan 2024.
Penundaan pemilu tentu merugikan bagi partai ataupun sosok calon presiden potensial yang sudah terbilang siap melenggang ke arena Pemilu 2024.
Jika dilihat, kondisi tarik-menarik wacana penundaan pemilu di ruang legislatif sebetulnya juga tak terlampau alot. Ketiadaan dukungan politik dari partai-partai lain di luar Golkar, PKB, dan PAN semestinya juga menjadi titik akhir untuk menyudahi polemik penundaan pemilu.
Berdasarkan aturan, pada Pasal 37 Ayat (1) UUD 1945, usul perubahan pasal konstitusi dapat diagendakan dalam sidang MPR jika diusulkan oleh sekurang-kurangnya sepertiga jumlah anggota MPR. Sementara jumlah tiga kursi partai pengusung jika ditotal 187 kursi atau hanya seperempat dari total 711 anggota MPR (575 anggota DPR dan 136 anggota DPD).
Pemerintah semestinya memang harus lebih tegas untuk bisa menunjukkan sikap penolakan penundaan pemilu. Hingga kini, ketegasan sikap dalam menanggapi wacana penundaan pemilu, bahkan tidak lebih tegas seperti pernyataaan yang dikeluarkan presiden dalam merespons usulan jabatan tiga periode.
Saat berkali-kali ide penambahan periode jabatan presiden tersebut digaungkan, Presiden Jokowi pun teguh pada ketidaksetujuannya atas usul itu. Bahkan, Presiden pernah menanggapi hal tersebut dengan pernyataan tegasnya. ”Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Presiden Jokowi, 2 Desember 2019.
Baca juga: Untung-Buntung dari Penundaan Pemilu
Mengganggu kinerja
Ketegasan sikap atas penolakan penundaan pemilu oleh pemerintah menjadi hal yang perlu ditunjukkan agar publik tak lagi rancu menangkapnya. Sikap atas penolakan itu pun harus terkonsolidasi dengan apik di tataran para elite ataupun partai. Dengan demikian, ketegasan penolakan akan jauh lebih kuat dan dapat menutup semua celah kesimpangsiuran atas usulan penundaan pemilu.
Terlebih, kisruh ini menyeret elite jajaran menteri kabinet dan berpotensi menciptakan kegaduhan baru yang berpengaruh pada stabilitas kinerja pemerintahan. Selayaknya presiden selaku kepala negara dapat mengevaluasi para menteri yang dinilai terlampau berlebih larut dalam mengurusi gejolak penundaan pemilu.
Wacana penundaan pemilu yang digaungkan saat ini begitu rentan atau bahkan telah bergeser banyak untuk lebih mengakomodasi kepentingan lain yang tak lagi berpijak pada kemaslahatan bangsa secepatnya perlu diakhiri.
Jika hal tersebut berkepanjangan hanya akan menjadi bola liar yang mengganggu stabilitas dan agenda pemerintahan yang terus dikaitkan.
Wacana penundaan pemilu yang digaungkan saat ini begitu rentan atau bahkan telah bergeser banyak untuk lebih mengakomodasi kepentingan lain yang tak lagi berpijak pada kemaslahatan bangsa secepatnya perlu diakhiri.
Dalam agenda penyiapan Pemilu 2024, misalnya, yang kini telah berproses hingga tahapan pengajuan anggaran oleh penyelenggara dan belum juga ditetapkan disinyalir ada hubungannya dengan wacana penundaan tersebut. Termasuk pula kerja-kerja tahapan pemilu yang jika mengacu pada aturan dilakukan 20 bulan sebelum pelaksanaan, maka pada pertengahan tahun 2022 proses itu harus dimulai dan jangan sampai terhambat.
Terbaru, kabar yang juga banyak menjadi perbincangan yaitu mengaitkan maksud penundaan pemilu dengan proyek strategis pembangunan ibu kota negara baru. Pembangunan ibu kota yang baru diperkirakan akan memakan waktu panjang sehingga dengan menunda pemilu setidaknya pemerintahan saat ini masih terus dapat memiliki kendali penuh atas pembangunan dan proses pemindahan ibu kota yang berjalan bertahap selama beberapa tahun ke depan.
Di tengah memanasnya peta politik untuk pemilu mendatang, begitu penting bagi pemerintah untuk dapat menjaga stabilitas kinerja dari kegaduhan kepentingan politik. Di masa seperti ini, roda politik tentu bergerak dinamis dengan berbagai manuvernya. Jangan sampai wacana penundaan pemilu yang sudah jelas berat untuk terealisasi itu terus menguras energi dan mengganggu agenda disusun dalam pemerintahan.
Mengakhiri polemik penundaan pemilu dengan ketegasan sikap mutlak harus ditunjukkan pemerintah dan para gerbong pendukungnya. Dengan begitu, kekuatan penolakan dapat terkonsolidasi apik dan dapat menyudahi segala gejolak yang terjadi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Antara Survei, Mahadata, dan Wacana Penundaan Pemilu