Sosialisasi di Luar Jadwal Kampanye Pemilu 2024 Bakal Ditertibkan
KPU bersama Bawaslu dan DKPP telah membahas mekanisme sosialisasi di luar jadwal kampanye Pemilu 2024. Nantinya akan ada aturan teknis sosialisasi yang diterbitkan KPU.
> KPU akan segera menerbitkan aturan teknis sosialisasi oleh para calon peserta Pemilu 2024 di luar jadwal kampanye.
> Dalam aturan itu, parpol dilarang menggunakan teknik komunikasi yang mempersuasi atau mengajak pemilih untuk memilih mereka.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> Sosialisasi bahkan kampanye di luar jadwal sangat mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari pemangkasan durasi kampanye.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum akan segera menerbitkan aturan mengenai sosialisasi calon peserta pemilu sebelum masa kampanye. Hal itu untuk merespons masifnya agenda sosialisasi, baik partai politik, bakal calon anggota legislatif, maupun bakal calon presiden, sebelum tahapan kampanye tiba. Keberadaan peraturan penting demi terwujudnya keadilan bagi semua calon peserta pemilu.
Setahun sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2024 yang jatuh pada 28 November hingga 10 Februari 2024, sejumlah partai politik (parpol) beserta bakal calon anggota legislatif, bahkan bakal calon presiden, mulai mengintensifkan sosialisasi kepada publik. Anies Baswedan, misalnya, setelah dideklarasikan sebagai bakal calon presiden oleh Partai Nasdem pada 4 Oktober 2022, mulai bersafari politik ke sejumlah daerah. Begitu pula Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus pemegang mandat dari Muktamar PKB 2019 untuk diusung sebagai capres dari parpol tersebut.
Merespons masifnya sosialisasi tersebut, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, mengatakan, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah membahas mekanisme sosialisasi pascapenetapan parpol peserta Pemilu 2024 dalam rapat koordinasi, Senin (19/12/2022). Rapat yang diselenggarakan di kantor Bawaslu, Jakarta, itu, dihadiri pula oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Sekretariat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
”Dalam waktu dekat, KPU akan menerbitkan aturan teknis sosialisasi tersebut,” kata Idham dihubungi dari Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, parpol memiliki hak untuk menyosialisasikan statusnya sebagai peserta pemilu. Akan tetapi, dalam aturan teknis yang akan dibuat, sosialisasi dikategorikan bukan sebagai aktivitas kampanye. Oleh karena itu, parpol dilarang menggunakan teknik komunikasi yang mempersuasi atau mengajak pemilih untuk memilih mereka. Selain itu, parpol juga dilarang mencantumkan status bakal calon anggota legislatif atau calon legislatif, serta bakal calon presiden atau calon presiden.
Idham tidak menjelaskan apakah aturan teknis juga akan memuat sanksi jika ada pelanggaran terhadap ketentuan sosialisasi. Namun, ia menekankan bahwa aturan akan segera diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum. ”Aturan teknis tersebut segera diterbitkan agar publik mendapatkan kepastian. Dalam merumuskan rancangan materi aturan teknis tersebut, KPU akan berkoordinasi dengan Bawaslu, DKPP, Gakkumdu, dan lembaga terkait lainnya, seperti Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers,” ujarnya.
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, menambahkan, dalam pembahasan bersama Bawaslu dan DKPP, phaknya telah membahas soal definisi kampanye di luar jadwal dan sosialisasi. Seusai pertemuan tersebut, mereka akan merumuskannya secara lebih detail untuk membuat aturan teknis terkait. ”Kesepahaman para pihak sedang kita temukan dalam frekuensi yang sama agar tidak menambah kegaduhan,” ucap Afifuddin.
Sebelumnya, sosialisasi memunculkan polemik karena dianggap sebagai upaya untuk berkampanye sebelum tahapan resmi dimulai. Kunjungan Anies di Kota Banda Aceh, awal Desember sempat dilaporkan ke Bawaslu terkait dengan dugaan pelanggaran kampanye. Laporan tidak ditindaklanjuti karena tidak memenuhi syarat materiil. Peristiwa yang dilaporkan dinilai belum mengandung dugaan pelanggaran pemilu karena belum ada penetapan capres dan cawapres peserta Pemilu 2024 oleh KPU.
Baca Juga: KPU Diminta Buat Aturan Safari Politik Sebelum Masa Kampanye
Meski laporan tidak ditindaklanjuti, Bawaslu menilai safari politik Anies dapat dipandang sebagai tindakan yang kurang etis. Anies dinilai melakukan kampanye terselubung dan terkesan mencuri start berkampanye sebagai calon presiden 2024. Bawaslu pun meminta kepada KPU untuk membuat aturan terkait sosialisasi sebeum jadwal kampanye dimulai (Kompas.id, 16/12/2022).
Menyasar semua
Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali mengatakan, sosialisasi yang digencarkan Nasdem dan Anies dilakukan untuk memenuhi kebutuhan publik. Masyarakat berhak mengetahui dan mengenal siapa calon pemimpin mendatang.
Ia pun menampik anggapan bahwa Nasdem dan Anies telah melakukan kampanye terselubung sebelum tahapan resmi. Sebelum tahapan kampanye dimulai, tak ada aktivitas yang bisa dikategorikan sebagai kampanye. Selain itu, Anies juga belum ditetapkan sebagai peserta Pilpres 2024.
Menurut Ahmad, perumusan aturan sosialisasi dan kampanye pun semestinya dilakukan sesuai kebutuhan, bukan untuk merespons pergerakan tokoh tertentu. ”Sekarang pertanyaannya, kenapa yang diributkan hanya Anies, tetapi kenapa ketua parpol-parpol lain yang hari ini menghadiri deklarasi, kampanye itu dibiarkan,” ujarnya.
Baca Juga: Surya Paloh, Anies, dan Sembilan Jam yang Menentukan
Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKB Syaiful Huda sependapat dengan Ali bahwa, sejauh belum ada penetapan calon, baik calon legislatif maupun capres, semua yang dilakukan saat ini masih bersifat sosialisasi, bukan kampanye. ”Ketika seseorang belum ditetapkan sebagai apa pun, terlebih Cak Imin keliling sebagai capres, itu tidak bisa dikategorikan sebagai kampanye karena belum definitif. Nah, sesuatu yang dianggap kampanye, kan, ketika sudah defitinif dan sudah dapat nomor,” katanya.
Karena itu, ketika masih dalam tahap sosialisasi, Huda menilai, kegiatan apa pun yang dilakukan parpol atau calon tertentu justru seharusnya dilihat dalam perspektif membantu kerja sosialisasi KPU. Apalagi, sebagaimana diketahui, dengan tenggat kampanye yang sangat terbatas, jangan sampai berbagai substansi, misalnya menyangkut gagasan, ide, dan platform perjuangan yang ingin dibawa oleh calon tertentu, tidak tersampaikan dengan baik ke publik.
”Jadi, kalau kita tempatkan pada konteks tenggat kampanye, itu enggak cukup. Nah, karena itu, perlu diluberkan. Diluberkan itu, menurut saya, hari-hari ini dan ke depan itu menjadi ruang yang lebih baik dimanfaatkan dan KPU tidak perlu buat aturan yang rigid dan sifatnya tidak boleh. Semua ini harus dilihat dalam konteks menuju pemilu yang lebih bermakna dan kualitatif,” tutur Huda.
Baca Juga: ”Tiki-taka” Partai Politik Membonceng Piala Dunia 2022
Pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, sepakat aturan teknis mengenai sosialisasi prakampanye sangat dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan pemilu. Sosialisasi bahkan kampanye di luar jadwal sangat mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari pemangkasan durasi kampanye menjadi 75 hari, sedangkan penetapan parpol peserta pemilu sudah dilakukan 11 bulan sebelum kampanye dimulai.
”Sudah semestinya KPU segera membuat pengaturan terkait hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan parpol dengan disertai skema akuntabilitas penggunaan dana yang dikelola parpol,” ujar Titi.
Titi menilai, KPU lambat dalam menyikapi persoalan tersebut. Padahal, masyarakat sipil juga mengingatkan kebutuhan pengaturan sosialisasi prakampanye sejak jauh-jauh hari. Di satu sisi, publik memang membutuhkan informasi dan edukasi mengenai parpol yang akan berkontestasi di Pemilu 2024. Akan tetapi, tanpa aturan yang jelas, sosialisasi di luar jadwal kampanye juga bisa berisiko kriminalisasi massal terhadap parpol.