Besok, Buron Kasus Korupsi Surya Darmadi Serahkan Diri ke Kejaksaan
Kuasa hukum buron Kejaksaan Agung dan KPK Surya Darmadi, Juniver Girsang, mengabarkan, Surya akan kembali ke Indonesia, besok, dan langsung ke kejaksaan. Ia siap menjalani proses hukum kasus korupsi yang menjeratnya.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·5 menit baca
JAKARTA,KOMPAS – Pemilik Duta Palma Group, Surya Darmadi, yang juga tersangka dalam kasus korupsi penguasaan lahan sawit dan pencucian uang, siap untuk menjalani proses hukum, baik di Kejaksaan Agung maupun kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi. Surya Darmadi akan tiba di Indonesia pada Senin (15/8/2022), setelah menjalani pengobatan di luar negeri.
Kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang, saat dihubungi pada Minggu (14/8/2022), mengatakan, Surya akan langsung ke kejaksaan untuk menjalani pemeriksaan. Pihaknya juga sudah menyiapkan seluruh dokumen yang diperlukan terkait dengan kasus yang dihadapi.
”Kami sudah siapkan semua,” kata Juniver.
Pada 1 Agustus lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Surya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam perizinan perkebunan kelapa sawit dan pencucian uang di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, yang merugikan negara hingga Rp 78 triliun. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman.
Kejagung juga telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah yang bersangkutan ke luar negeri. Masa pencegahan itu dilakukan selama enam bulan, hingga 11 Februari 2023.
Sebelum penetapan tersangka oleh Kejagung, Surya Darmadi terlebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nama Surya bahkan masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2019 karena terlibat dalam perkara dugaan suap revisi alih fungsi hutan pada tahun 2014.
KPK menetapkan Surya sebagai tersangka karena menawarkan imbalan sebesar Rp 8 miliar kepada Gubernur Riau Annas Maamun melalui utusan Annas, Gulat Manurung, jika areal perusahaannya masuk dalam revisi surat keputusan Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Terkait status pencegahan Surya ke luar negeri, Juniver sempat meminta pihak Imigrasi untuk mencabutnya. Hal tersebut penting untuk memudahkan proses Surya Darmadi masuk ke wilayah RI.
Menurut Juniver, Surya juga telah mengirimkan surat kepada Jaksa Agung cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dan Direktur Penyidikan pada Jampidsus, 9 Agustus lalu. Surat tersebut berisi pernyataan kesediaan untuk mengikuti semua proses hukum.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan, pihaknya belum mengetahui rencana kepulangan Surya Darmadi mengingat kejaksaan tidak menerima pemberitahuan resmi dari yang bersangkutan. Kejagung juga tidak menerima surat pernyataan kesiapan menjalani proses hukum yang diklaim kuasa hukum telah dikirimkan kepada Jaksa Agung.
Ditanya apakah kejaksaan akan menjemput Surya Darmadi di Bandara Soekarno-Hatta untuk kemudian membawa yang bersangkutan ke kejaksaan guna menjalani pemeriksaan, Ketut mengungkapkan, ”Tidak ada rencana itu. Suratnya saja kami belum terima.”
Namun, jika benar-benar kembali ke Indonesia, Surya dapat masuk ke wilayah Indonesia dengan mudah. Sebab, menurut Ketut, Surya tidak dalam posisi ditangkal masuk ke Indonesia. Kejaksaan hanya meminta pihak imigrasi mencegah yang bersangkutan bepergian ke luar negeri.
Mengenai kesediaan Surya untuk menjalani proses hukum, pihak kejaksaan juga tidak akan memberikan apresiasi. ”Tidak ada apresiasi. Itu kewajiban bagi warga negara yang baik, harus taat hukum,” kata Ketut.
Tamparan bagi KPK
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, kedatangan Surya Darmadi ke Kejagung penting untuk dia memberikan klarifikasi terhadap kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 78 triliun. Hanya dengan cara menghadapi proses hukum itu, Surya Darmadi bisa membela haknya, termasuk apakah benar Rp 78 triliun tersebut merupakan suatu kerugian yang riil.
”Terus terang, aku saja bertanya-tanya, kerugian itu sebenarnya bagaimana menghitungnya, mengapa hingga senilai itu. Katakanlah kalau itu nilai lahan dan panen selama ini, tetapi apakah sebesar itu. Kalau tanah itu sebenarnya tidak bisa dihitung karena tanahnya, kan, tetap milik negara. Tinggal minta balik. Kalau bicara panen, kan, butuh biaya bibit, pupuk, tenaga, dan macam-macam. Apakah nilai Rp 78 triliun itu dihitung penuh atau sudah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan. Surya Darmadi bisa membela itu kalau dia pulang,” ujar Boyamin.
Terlepas dari itu, ia menilai bahwa kasus ini menunjukkan Kejagung semakin hebat dalam penanganan kasus korupsi, sekaligus kritik terhadap KPK. Surya memilih pulang saat ditersangkakan oleh Kejagung, tetapi kabur ketika tersandung kasus di KPK.
Dalam beberapa hal, lanjut Boyamin, KPK seperti diajari oleh Kejagung dalam cara membangun pengungkapan perkara.
Selama ini, KPK hanya fokus dalam penanganan kasus suap atau gratifikasi atau hanya dalam rumpun kejahatan jabatan (Pasal 5, 11, dan 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Sementara Kejagung menyidik kasus intinya terkait penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum (Pasal 2 dan 3 UU PTPK). Kasus Surya Darmadi dan korupsi di tubuh Garuda Indonesia menjadi contoh paling tepat untuk hal ini.
”Di dua kasus itu, KPK hanya masuk di kasus suapnya. Untuk Garuda, kasus pengadaannya tidak disentuh oleh KPK. Tetapi diambil oleh Kejagung yang nilai kerugiannya sampai Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun. Padahal, dugaan suap yang melibatkan Emirsyah Satar juga ada kaitannya dengan pengadaan, tapi suapnya saja yang diproses,” kata Boyamin sembari berharap, ke depan KPK lebih banyak melakukan case building.
Peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola, juga melihat hal serupa meskipun sebenarnya KPK juga membantu dan mendukung proses hukum yang ada di kejaksaan. ”Tapi leading sector-nya memang kejaksaan,” ujarnya.
Selain itu, ia melihat KPK belakangan ini sibuk dengan persoalan internal yang dihadapi mulai dari kasus tes wawasan kebangsaan hingga kasus etik yang menimpa pimpinannya.
Dalam penanganan kasus Surya Darmadi, Alvin mengingatkan agar Kejagung memanfaatkan perjanjian pertukaran informasi dengan penegak hukum di Singapura, tempat Surya diduga bermukim selama ini. Kejaksaan bisa memanfaatkan perjanjian kerja sama penegakan hukum yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi pada awal tahun.
”Info mengenai aset, kegiatan bisnis di Singapura. Katakanlah jika aset tersebut sudah dialihkan atau bisa jadi ada hal lain yang bisa diungkap. Info tersebut penting sebagai bahan tambahan bagi kejaksaan,” tuturnya.