Kejaksaan Pelajari Informasi Kemlu Singapura Terkait Buron Korupsi Surya Darmadi
Kemlu Singapura membantah dugaan keberadaan Surya Darmadi di negaranya. Nama buron kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 78 triliun itu pun belum tertera dalam daftar ”red notice” di situs Interpol.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Luar Negeri Singapura membantah dugaan keberadaan Surya Darmadi di negaranya. Merujuk catatan keimigrasian, tersangka kasus pembukaan perkebunan kelapa sawit tanpa izin itu, saat ini, tidak ada di Singapura.
Bantahan itu disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura melalui keterangan resmi, Jumat (5/8/2022) malam. Keterangan resmi merespons sejumlah pemberitaan media massa Indonesia yang memuat tentang kasus dugaan korupsi yang melibatkan Surya Darmadi dan keberadaannya.
”Berdasarkan catatan Imigrasi kami, Surya Darmadi tidak berada di Singapura saat ini,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura yang dipublikasikan di situs https://www.mfa.gov.sg.
Kendati demikian, Singapura bersedia untuk memberikan bantuan yang diperlukan jika Indonesia mengajukan permohonan resmi terkait pencarian Surya Darmadi. ”Jika Indonesia membuat permohonan resmi disertai informasi pendukung yang diperlukan, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan dalam lingkup hukum dan kewajiban internasional kami,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya akan mempelajari seluruh hal yang terkait dengan pernyataan Singapura tentang keberadaan Surya Darmadi.
”Kami akan pelajari dulu semuanya,” ujar Ketut saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (6/8/2022).
Ditanyakan soal kerja sama dengan Singapura untuk mencari Surya Darmadi, Ketut mengatakan masih diupayakan. ”Masih diupayakan, secara formal belum,” ujarnya.
Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi bersama eks Bupati Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman, oleh Kejaksaan Agung pada awal Agustus. Pemilik PT Duta Palma Group itu juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
Dalam kasus itu, PT Duta Palma Group diduga membuka dan mengelola perkebunan kelapa sawit tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Usaha itu juga dilakukan tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tak hanya itu, izin lokasi dan izin usaha perkebunan untuk lima perusahaan yang berada di bawah naungan PT Duta Palma Group juga diduga diterbitkan secara melawan hukum. Kelima perusahaan yang dimaksud ialah PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
Menurut perhitungan Kejaksaan Agung, korupsi yang dilakukan PT Duta Palma Group merugikan negara Rp 78 triliun. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara ditambah kerugian perekonomian negara. Dari total jumlah itu, kerugian keuangan negara sekitar Rp 10 triliun, sedangkan sisanya adalah kerugian perekonomian negara.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini Surya tidak ditahan oleh Kejaksaan Agung karena masih dalam status daftar pencarian orang (DPO). Kejaksaan Agung menduga, ia berada di Singapura. Tak hanya DPO Kejaksaan Agung, Surya juga menjadi buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019. Surya terlibat dalam perkara dugaan suap revisi alih fungsi hutan pada 2014 yang disidik KPK.
Pada Selasa (2/8/2022), Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Supardi, mengatakan, penyidik telah berkoordinasi secara informal dengan perwakilan kejaksaan yang ada di Singapura untuk mendiskusikan langkah-langkah yang bisa diambil untuk memulangkan Surya. Penyidik juga telah berkomunikasi dengan perwakilan Interpol yang berada di Indonesia untuk menanyakan kemungkinan pengajuan red notice. Kepastian itu dibutuhkan karena sebelumnya Surya merupakan DPO KPK.
Supardi menduga, karena sudah menjadi DPO KPK, semestinya sudah ada red notice untuk Surya. Jika red notice sudah ada, negara bisa melacak posisinya dan mendapatkan informasi dari negara tempatnya berada.
”Pokoknya kalau (aparat) di negaranya ada orang (tersangka) itu, mereka memiliki kewajiban untuk memberitahukan, termasuk Singapura. Semua punya polisi dan masuk organisasi interpol,” katanya.
Penelusuran Kompas di situs resmi Interpol, www.interpol.int, nama Surya Darmadi belum terlihat dalam daftar red notice yang telah diterbitkan. Dalam daftar tersebut hanya ada empat warga negara Indonesia, yakni Udin Jawi, Nugroho Sofyan Iskandar, Djatmiko FebriIrwansyah, dan Daschbach Richard Jude yang selain berstatus WNI juga warga negara Amerika Serikat.
Tidak adanya buron Indonesia dalam daftar red notice di situs Interpol sebelumnya juga terjadi pada Harun Masiku, tersangka suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini meski sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2020.
Pada Juli 2021, KPK menyatakan bahwa Interpol sudah menerbitkan red notice untuk Harun, tetapi namanya tetap tidak tercantum dalam situs resmi Interpol.
Saat itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri beralasan, publikasi buron didasarkan pada permintaan negara lain. Sementara buron yang diajukan oleh negara aslinya tidak dipublikasikan di situs NCB-Interpol Indonesia. Dengan begitu, meski tidak terpublikasi, data Harun sebagai buron internasional tetap bisa diakses seluruh anggota Interpol (Kompas.id, 9/8/2021).