Kejagung Pertimbangkan ”Red Notice” untuk Tangkap Pemilik PT Duta Palma Group
Tersangka pembukaan perkebunan kelapa sawit tanpa izin, pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, diketahui ada di Singapura. Kejaksaan berencana meminta bantuan Interpol terbitkan ”red notice” untuk menangkap Surya.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Aset milik tersangka Surya Darmadi disita oleh penyidik Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan korupsi PT Duta Palma Group.
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung berencana meminta bantuan International Criminal Police Organization atau Interpol menerbitkan red notice untuk menangkap Surya Darmadi, pemilik PT Duta Palma Group, tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang lahan perkebunan sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Saat ini Surya diketahui berada di Singapura.
Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi bersama eks Bupati Indragiri Hulu (1999-2008), Raja Thamsir Rachman. Pemilik PT Duta Palma Group tersebut juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
Penyidik telah berkoordinasi secara informal dengan perwakilan kejaksaan yang ada di Singapura untuk mendiskusikan langkah-langkah yang bisa diambil dalam rangka pemulangan Surya.
Dalam kasus tersebut, PT Duta Palma Group diduga membuka dan mengelola perkebunan kelapa sawit tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Demikian pula izin lokasi dan izin usaha perkebunan bagi lima perusahaan yang berada di bawah naungan PT Duta Palma Group diduga diterbitkan secara melawan hukum. Kelimanya adalah PT Duta Palma Group, yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Supardi, Selasa (2/8/2022), mengatakan, penyidik telah berkoordinasi secara informal dengan perwakilan kejaksaan yang ada di Singapura untuk mendiskusikan langkah-langkah yang bisa diambil dalam rangka pemulangan Surya. Penyidik juga telah berkomunikasi dengan perwakilan organisasi Interpol yang berada di Indonesia.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung Supardi
”Jadi, orang yang memang kita kejar itu statusnya tersangka. Dengan adanya red notice, orang-orang itu akan dicari. Makanya ketika dia berada di beberapa negara, nanti red notice dari kita akan muncul. Mereka akan melihat di masing-masing negara,” tutur Supardi.
Menurut Supardi, Surya telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Namun, pihak kejaksaan belum meminta penerbitan red notice terhadapnya. Sampai saat ini, penyidik masih menanyakan kemungkinan diajukannya Surya untuk diterbitkan red notice. Sebab, sebelumnya, Surya juga sudah masuk dalam DPO Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Kan sudah DPO KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Logika saya sudah ada (red notice). Makanya, kan (red notice) itu ada masa waktunya, jadi kita tanyakan. Kalau sudah ada, berarti negara ini bisa melihat posisinya dan di sana memberikan informasi. Pokoknya kalau (aparat) di negaranya ada orang (tersangka) itu, mereka memiliki kewajiban untuk memberitahukan, termasuk Singapura. Semua yang punya polisi dan masuk organisasi Interpol,” kata Supardi.
Surya menjadi buronan KPK dalam perkara dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Surya masuk DPO KPK sejak 2019.
Aset perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT Duta Palma Group disita oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Kerugian negara
Sejauh ini, menurut perhitungan Kejagung, korupsi PT Duta Palma Group telah merugikan negara Rp 78 triliun. Supardi mengatakan, jumlah itu merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara ditambah kerugian perekonomian negara. Dari jumlah itu, kerugian keuangan negara sekitar Rp 10 triliun, sedangkan sisanya adalah kerugian perekonomian negara.
Menurut Supardi, penghitungan kerugian perekonomian negara tersebut dihitung dari berbagai aspek, seperti kewajiban pembayaran yang tak dipenuhi, termasuk dana reboisasi yang selama ini tidak dibayar PT Duta Palma Group. Selain itu, kerugian perekonomian negara dihitung juga dari nilai produksi sawit sejak perkebunan itu berdiri hingga saat ini, termasuk kerugian lingkungan akibat perambahan hutan yang diubah menjadi hutan kelapa sawit.
”Kan, itu kita nilai sebagai lahan yang tidak berizin atau lahan yang dimiliki secara melawan hukum. Maka, hasil yang diperoleh dari situ akan dianggap secara melawan hukum. Jadi, itu bukan keuangan negara saja," tutur Supardi.
Korupsi PT Duta Palma Group telah merugikan negara Rp 78 triliun. Supardi mengatakan, jumlah itu merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara ditambah kerugian perekonomian negara.
Menurut rencana, lanjut Supardi, lahan perkebunan sawit yang dikelola PT Duta Palma Group akan diserahkan kepada perusahaan di bawah naungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk dikelola. Namun, rencana itu belum terlaksana karena ada pihak dari PT Duta Palma Group yang menghalangi.
Aset perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT Duta Palma Group disita oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Supardi pun mengingatkan bahwa sikap tidak kooperatif dan menghalang-halangi penyidikan tersebut dapat dikenai sanksi pidana. Supardi juga membenarkan bahwa pengembangan kasus tersebut bisa menyasar kepada korporasi.
Pejabat bea cukai diperiksa
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, penyidik masih mengembangkan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group dengan memeriksa pihak terkait. Pada Selasa ini, penyidik memeriksa dua saksi dari pihak pemerintah dan swasta.
Mereka adalah AS selaku Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai pada Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan dan TTG selaku Direktur Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur. ”Pemeriksaan saksi tersebut untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” kata Ketut.