Identitas Penyelenggara dan Pegawai KPU Daerah Dicatut Parpol
Identitas sejumlah penyelenggara dan pegawai KPU di daerah dicatut parpol untuk memenuhi syarat peserta pemilu. Tak tutup kemungkinan data warga juga dicatut. Sementara itu, pencairan dana tahapan pemilu masih tersendat.
JAKARTA, KOMPAS — Nama sejumlah penyelenggara pemilu dan aparatur sipil negara di lingkungan Komisi Pemilihan Umum di daerah terindikasi dicatut oleh partai politik untuk memenuhi persyaratan keanggotaan calon parpol peserta Pemilihan Umum 2024. Tanpa aturan tegas, praktik pencatutan identitas ini bakal terus berulang dalam setiap pemilu.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, hingga hari ketiga verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, ada 11 laporan pencatutan nama oleh partai politik. Mereka yang dicatut merupakan penyelenggara pemilu di daerah dan namanya diunggah dalam daftar anggota parpol di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Dengan rincian, lima anggota KPU kabupaten/kota dan enam personalia sekretariat KPU kabupaten/kota.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Anggota KPU yang dicatut namanya masing-masing satu anggota KPU kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur, Maluku Utara, Sumatera Barat, Riau, serta dua orang anggota KPU di kabupaten/kota di Jambi. Adapun lima personalia sekretariat KPU kabupaten/kota yang dicatut namanya, yakni satu dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, dua orang di Maluku Utara, dan dua orang di Jawa Timur. Seluruhnya masuk dalam keanggotaan parpol tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
”Saat ini (nama parpolnya) belum bisa kami sampaikan karena masih dalam proses verifikasi administrasi. Kami membuka pengaduan masyarakat jika ada yang namanya dicatut,” ujarnya di Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Baca juga: Hindari Pencatutan Identitas, Publik Bisa Mengecek Keanggotaan Parpol
Atas laporan tersebut, katanya, mereka yang namanya dicatut mengisi formulir model tanggapan masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu. Laporan tersebut akan ditindaklanjuti oleh KPU karena penyelenggara pemilu tidak memenuhi syarat sebagai anggota parpol.
Nantinya KPU akan meminta klarifikasi kepada parpol yang bersangkutan untuk menjelaskan nama-nama penyelenggara yang dicatut tersebut. Jika pencatutan itu berdampak pada syarat minimal keanggotaan parpol, mereka harus melengkapi kekurangan keanggotaan yang berkurang di masa perbaikan.
”Kami mohon kecermatan operator akun Sipol parpol dalam mengunggah data keanggotaan parpol dan dipastikan tidak ada penyelenggara pemilu aktif yang namanya ada dalam keanggotaan parpol,” tutur Idham.
KPU akan meminta klarifikasi kepada parpol yang bersangkutan untuk menjelaskan nama-nama penyelenggara yang dicatut tersebut.
Partisipasi masyarakat
Selain itu, ia mengajak masyarakat untuk berpartisipasi mengecek namanya di Sipol. Masyarakat bisa membuka laman https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Cari_nik dan memasukkan nomor induk kependudukan. Jika ada yang menemukan ketidaksesuaian dan merasa keberatan, ada formulir tanggapan masyarakat yang bisa disampaikan melalui laman tersebut.
Baca juga: Penyerahan KTP-el Permudah Verifikasi Faktual
Anggota Dewan Pembina Perkumpukan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, dugaan pencatutan nama dan NIK warga sebagai anggota partai sejatinya bukan hal baru. Praktik itu ditengarai terjadi sejak beberapa pemilu yang lalu. Bedanya, dahulu publik tidak memiliki akses untuk mengecek apakah nama mereka dicatut sehingga praktik-praktik pencatutan nama oleh parpol cenderung terbiarkan dan tidak mendapatkan penyelesaian yang baik.
Perludem mencatat, saat Pilkada 2020 ada sejumlah calon penyelenggara pemilu ad hoc yang ingin mendaftar menjadi terganjal. Sebab, ketika dicek di Sipol, ternyata nama dan NIK mereka tercatat sebagai anggota parpol.
Di sinilah peran penting Sipol dalam rangka memastikan keabsahan, validitas, kebenaran, dan akurasi keterpenuhan persyaratan partai politik untuk menjadi peserta pemilu. Persyaratan yang banyak, besar, dan kompleks membutuhkan instrumen teknologi untuk lebih menyederhanakan dan meningkatkan kredibilitas proses verifikasi.
”Megingat sejumlah anggota dan sekretariat KPU saja dicatut namanya, maka KPU harus lebih masif menyosialisasikan keberadaan Sipol untuk publik agar lebih banyak lagi anggota masyarakat bisa memeriksa status keanggotaan mereka dalam Sipol,” ujar Titi.
Menurut dia, masih adanya parpol yang mencatut nama untuk keanggotaan disebabkan konsolidasi internal partai belum solid dalam mengelola keanggotaan. Selain itu, persyaratan menjadi peserta pemilu yang sangat berat disimpangi dengan jalan pintas lewat mencatut data warga untuk memenuhinya.
Baca juga: Bangun Partisipasi Publik dalam Pemilu sejak Awal
Apalagi, selama ini karena akses kontrol publik belum sepenuhnya baik untuk terlibat langsung mengecek dan mengawasi menyebabkan praktik pencatutan nama terus terjadi dan berulang. Praktik ini menjadi siasat memenuhi persyaratan pendaftaran. ”Ini memang kelemahan regulasi,” katanya.
Titi berpandangan, semestinya ada ruang menindak pelanggaran administratif yang bisa diterapkan atas pencatutan nama. Seharusnya ada teguran terbuka yang diberikan kepada parpol yang melakukan pencatutan sehingga setidaknya publik mengetahui bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pemenuhan persyaratan keanggotaan parpol.
Semestinya ada ruang menindak pelanggaran administratif yang bisa diterapkan atas pencatutan nama.
Selain itu, juga bisa dengan memerintahkan parpol melakukan pengumuman terbuka bahwa nama-nama yang dicatut tersebut bukanlah anggota parpol. ”Terobosan ini diperlukan dalam rangka memproteksi warga agar tidak mengalami kerugian akibat pentatutan nama dan NIK mereka oleh parpol,” tuturnya.
Baca juga: Percepat Pencairan Anggaran Pemilu
Dana pemilu
Terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2024, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan, Pemilu 2024 tetap bisa dilaksanakan meskipun anggaran yang tersedia untuk melaksanakan tahapan di 2022 tidak mencapai kebutuhan yang diusulkan. ”Dengan anggaran segitu, kira-kira pemilu jalan enggak. Insya Allah jalan,” ujarnya.
Berdasarkan data dari KPU, kebutuhan anggaran KPU untuk penyelenggaraan tahapan pemilu di tahun 2022 sebesar Rp 8,06 triliun. Rinciannya, anggaran untuk tahapan pemilu sebesar Rp 2,24 triliun (27,79 persen), sedangkan anggaran untuk dukungan tahapan sebesar Rp 5,81 triliun (72,08 persen). Namun, pemenuhan anggaran yang disetujui oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 3,69 triliun.
Anggaran untuk tahapan pemilu dipenuhi sebesar Rp 1,5 triliun atau 70,34 persen dari kebutuhan Rp 2,24 triliun. Sementara anggaran dukungan tahapan pemilu yang kebutuhannya mencapai Rp 5,81 triliun dipenuhi sebesar Rp 2,11 triliun atau 36,43 persen.
Dari tujuh jenis tahapan pemilu, Kemenkeu memberikan pemenuhan anggaran untuk empat jenis tahapan, yakni perencanaan program dan regulasi (65,72 persen); pendaftaran, verifikasi, dan penetapan peserta pemilu (77,81 persen); penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan (65,47 persen), serta pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (75,47 persen). Adapun untuk tahapan persiapan tahapan kampanye, persiapan pemungutan dan penghitungan suara, dan persiapan penetapan hasil pemilu belum dipenuhi oleh Kemenkeu.
Sementara anggaran dukungan tahapan digunakan untuk dua hal, yakni gaji sebesar Rp 1,42 triliun atau 79,61 persen dari kebutuhan serta sarana-prasarana, operasional perkantoran atau lainnya Rp 692 miliar atau 17,21 persen dari kebutuhan.
Baca juga: Anggaran Pemilu 2024 Tetap Rp 76,6 Triliun
KPU, katanya, kini tengah menyesuaikan kebutuhan dengan anggaran yang tersedia agar seluruh tahapan yang mendapat anggaran dari Kemenkeu bisa dilaksanakan. Tahapan yang dimaksud yakni perencanaan program dan regulasi; pendaftaran, verifikasi dan penetapan peserta pemilu; penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan; serta pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Menurut Hasyim, tiga tahapan yang pelaksanaannya di akhir pemilu justru mulai dilakukan sejak awal. KPU berencana membuat regulasi berupa Peraturan KPU untuk tiga tahap tersebut karena berkorelasi dengan penyusunan daftar pemilih. Selain itu, terkait dengan perlengkapan dalam pemungutan dan penghitungan suara berkorelasi dengan penyusunan PKPU tentang logistik pemilu. Sementara terkait persiapan kampanye, katanya, KPU awalnya berencana membuat PKPU tentang kampanye lebih awal agar ketika masuk tahapan kampanye pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Untuk anggaran dukungan tahapan, katanya, KPU sudah cukup lama tidak mengalokasikan anggaran untuk mobilitas.Adapun gedung KPU di provinsi dan kabupaten/kota sebagian bukan milik KPU. Ada gedung yang disewa dan dipinjamkan oleh kepala daerah. Bahkan, ada yang diminta kembali setelah inkumben kalah dalam pemilihan kepala daerah. ”Sumber pembiayaannya hanya dari APBN,” kata Hasyim.
KPU perlu memastikan kembali kebutuhan yang memang merupakan kebutuhan terkait kegiatan atau tahapan pemilu yang diperlukan tahun ini.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay mengingatkan, KPU perlu memastikan kembali kebutuhan yang memang merupakan kebutuhan terkait kegiatan atau tahapan pemilu yang diperlukan tahun ini. Kebutuhan dana pendukung perlu prioritaskan yang sangat esensial dulu dan dapat mengganggu kegiatan tahapan. Namun, honor petugas ad hoc jangan diturunkan.
”Kebutuhan sarana-prasarana yang lain ditunda dulu. Perlu berhemat dan tidak menjalankan penggunaan yang mewah,” ujarnya.
Selain itu, kata Hadar, KPU perlu berkoordinasi lebih intensif dengan Kementerian Keuangan untuk menunjukan kebutuhan mendasar dan prioritasnya. Dengan catatan, KPU perlu lebih transparan terkait kebutuhan dananya yang rinci. ”Pemerintah perlu menjamin ketersediaan kebutuhan yg mendasar dari penyelenggara pemilu dan turun tepat waktu,” tuturnya.