Lobi Politik Intens untuk Posisi Penjabat Kepala Daerah
Kepentingan pemenangan pemilu dan pilkada pada 2024 diduga turut jadi pemicu gencarnya lobi sejumlah pihak untuk dapatkan posisi penjabat kepala daerah.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F09%2F05%2F87917ae9-a72e-4ed2-a146-35b3c0343cb2_jpg.jpg)
Sebanyak sembilan pasang gubernur dan wakil gubernur terpilih hasil Pilkada 2018 dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (5/9/2018).
JAKARTA, KOMPAS - Lobi-lobi politik terkait pengisian penjabat kepala daerah belakangan ini semakin gencar dilakukan sejumlah pihak seiring makin dekatnya waktu berakhirnya masa jabatan kepala daerah di ratusan daerah. Di balik lobi-lobi itu ditengarai ada kepentingan terkait pemenangan pemilu dan pilkada pada 2024.
Untuk memastikan penjabat lepas dari kepentingan politik serta memiliki kapabilitas dan integritas dalam memimpin daerah, transparansi dan partisipasi publik perlu dibuka saat penentuan penjabat.
Pada 15 Mei 2022, ada lima gubernur yang akan mengakhiri masa jabatannya. Selanjutnya, pada 22 Mei menyusul 37 bupati dan enam wali kota. Total, pada tahun ini ada 101 kepala daerah dan kemudian 170 kepala daerah pada tahun 2023 yang akan berakhir masa jabatannya. Sebanyak 271 daerah itu selanjutnya akan dipimpin penjabat kepala daerah hingga terpilih kepala daerah definitif hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan digelar pada 27 November 2024.
Berdasarkan penelusuran Kompas, Selasa (10/5/2022), pada Senin lalu, Presiden Joko Widodo telah memutuskan penjabat gubernur untuk memimpin lima provinsi yang kepala daerahnya berakhir masa jabatannya pada Mei ini. Menurut rencana, para penjabat gubernur ini dilantik pada Kamis (12/5). Adapun 43 penjabat bupati/wali kota akan dilantik pada 22 Mei. Kewenangan terkait pengisian penjabat ini sebagian besar ada di Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Baca juga: Menyeleksi Sosok Penjabat Kepala Daerah
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F04%2F15%2Ffc9646d3-e498-4c3c-af16-a1c0894278d2_jpg.jpg)
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) memimpin jalannya kirab pelantikan Ahmad Riza Patria (kanan) sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta sisa masa jabatan 2017-2022 di Istana Negara Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Dalam diskusi XYZ Forum bertajuk ”Penjabat Menguasai Daerah: Kebijakan Terarah Vs Konservatisme Kebijakan” yang digelar di Kantor Redaksi Harian Kompas, Selasa, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo mengungkapkan intensnya lobi-lobi sejumlah pihak untuk posisi penjabat kepala daerah. Lobi itu, antara lain, dilancarkan gubernur, wali kota, serta bupati petahana.
Setelah ditelusuri, salah satu tujuan kepala daerah petahana melakukan lobi adalah agar calon penjabat yang didukungnya bisa membantu memenangkan petahana di Pilkada 2024. ”Kalau gubernurnya ngotot, (inginnya) penjabat bupati/wali kota ini, apalagi gubernurnya itu nanti mau mencalonkan lagi, ya, mohon maaf, pasti dia punya kepentingan,” ujar Tjahjo.
Hadir pula secara daring dan luring sebagai narasumber dalam acara ini Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang juga Wali Kota Bogor Bima Arya, dan Dewan Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan.
Selain itu, hadir pula sebagai penanggap Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto, Ketua Umum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia Lukman Said, Ketua Bidang Pemerintahan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nikson Nababan, serta peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Heroik Pratama.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F12%2F06%2F85b2cab9-dc3f-4d18-b934-1d0720c5e037_jpg.jpg)
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, saat wawancara khusus dengan Kompas di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Tjahjo melanjutkan, karena ada indikasi kepentingan politik di balik lobi itu, dirinya mengaku meminta Kemendagri sebagai kementerian yang berwenang dalam pemilihan penjabat untuk tak memilihnya. ”Saya ingin netralitas, ingin tegak lurus, karena konsolidasi demokrasi sangat penting,” katanya.
Adanya lobi untuk pengisian penjabat itu selaras dengan keterangan sejumlah elite partai politik dan anggota DPR yang diwawancarai Kompas, April lalu. Mereka menyampaikan, lobi di antaranya dilakukan aparatur sipil negara yang mengincar posisi penjabat. Dalam lobi ini, mereka memberi iming-iming imbalan uang hingga berjanji mengamankan suara partai pendukungnya di Pemilu 2024 (Kompas, 18/4/2022).
Baca juga: Kasak-kusuk Tawaran Uang hingga Suara Jelang Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
Ridwan Kamil pun mengakui adanya lobi dari kepala daerah yang masa jabatannya akan berakhir. ”Saya maklumi saja, mungkin ada kenyamanan dari incumbent atas calon-calon yang diajukannya. Tetapi, tidak semua saya iyakan karena pertimbangan saya lebih pada kapasitas dan punya kepemimpinan karena mereka akan menjadi makhluk politik,” kata Koordinator Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia ini.
Terlepas dari lobi-lobi itu, Kamil menekankan pentingnya proses pemilihan penjabat dijelaskan dengan transparan. Selama ini, ia tak pernah tahu alasan pemerintah pusat memilih figur tertentu untuk menjadi penjabat bupati/wali kota. Selain itu, penting pula bagi pemerintah pusat memberi penjelasan kepada publik untuk mencegah spekulasi liar muncul, yang bisa menciptakan instabilitas di daerah. Terlebih para penjabat akan menjabat selama tahapan pemilu dan pilkada pada 2024 digelar, saat suhu politik biasanya memanas.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F05%2F10%2Fa9dd33ef-15a1-466d-af83-0a127b58a026_jpg.jpg)
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berbicara dalam Diskusi Forum XYZ dengan tema Penjabat Menguasai Daerah: Kebijakan Terarah Vs Konservatisme Kebijakan di gelar di Kantor Redaksi Harian Kompas, Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Lukman Said menuturkan, DPRD juga tak pernah diberi penjelasan seputar penentuan penjabat kepala daerah. Padahal, para penjabat itu nantinya akan jadi mitra DPRD.
Tiga kriteria
Adapun Bima Arya menekankan, penjabat kepala daerah memiliki tantangan legitimasi, pengetahuan, dan kemampuan politik. Guna menjawab ketiga tantangan itu, politisasi dalam menentukan penjabat harus dicegah. Terlebih, kualitas penjabat kepala daerah yang dipilih sangat menentukan keberlanjutan pembangunan.
Apeksi pun mengusulkan agar ada proses seleksi dalam pengisian penjabat. Harus ada kriteria yang dipenuhi sehingga seseorang layak menjadi penjabat kepala daerah.
Djohermansyah mendukung usulan ini. Dalam panitia seleksi pemilihan penjabat bisa dilibatkan lembaga pengawas eksternal, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara. Ia juga menekankan pentingnya pemerintah mengedepankan prinsip demokrasi, transparansi, kompetensi, dan kebutuhan daerah dalam penentuan penjabat. Ini sesuai yang disebutkan dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penjabat kepala daerah, 20 April lalu.

Heroik Pratama mengatakan, lobi politik dalam ruang gelap pengisian penjabat kepala daerah bisa dihindari jika pemerintah menerapkan prinsip transparansi dan partisipasi publik. ”Perintah MK bisa jadi sumber hukum untuk membuat peraturan teknis yang bisa memastikan transparansi dan akuntabilitas,” ucapnya.
Agus Pramusinto juga menekankan pentingnya pemilihan penjabat. Mereka yang dipilih harus dipastikan netral, obyektif, dan tak menjadi mesin politik bagi kepentingan politik tertentu. ”Penyelenggaraan pilkada, pemilihan legislatif, dan pilpres harus fair,” katanya.
Baca juga: MK Perintahkan Pemerintah Buat Peraturan Terkait Pengisian Penjabat Kepala Daerah
Tim khusus
Menurut Akmal Malik, dalam penunjukan penjabat, pemerintah telah membentuk tim berisi perwakilan dari sejumlah kementerian, di antaranya Kemenpan dan RB, Kemendagri, Badan Kepegawaian Negara, dan Kementerian Sekretariat Negara. Tim ini sebelumnya belum pernah ada karena penunjukan penjabat biasanya diserahkan kepada Kemendagri.
Asal muasal pembentukan tim ini, menurutnya, berkaitan pula dengan situasi menjelang Pemilu 2024. Mendagri lantas melaporkan kepada Presiden tentang kebutuhan tim lintas instansi untuk menyeleksi penjabat-penjabat yang berkualitas.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F05%2F09%2F1ff5943e-b025-42dd-82b1-23dd09405c54_jpeg.jpg)
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik
“Tentunya dengan filter yang cukup kuat, dari kementerian-kementerian yang kompeten, kami meyakini, penjabat-penjabat yang hadir tahun ini adalah mereka yang memiliki kualifikasi sangat bagus dan memiliki kualifikasi di atas rata-rata,” ujar Akmal.
Pemerintah dipastikannya tidak akan sembarangan dalam memilih penjabat. Mereka yang dipilih tentu harus memiliki pemahaman yang cukup di bidang pemerintahan dan steril dari kepentingan politik. Mereka harus mampu bekerja secara profesional. Ini mengingat tantangan yang dihadapi oleh penjabat semakin berat di tengah pandemi Covid-19.
“Di sinilah sesungguhnya profesionalisme seorang ASN diuji dan seorang ASN sebagai abdi masyarakat bisa menerjemahkan visi misi presiden agar sampai 2024 bisa berjalan dengan baik,” tutur Akmal. (BOW/PDS/RTG/HAR)