Bagi Gerindra, kemenangan Prabowo dalam Pilpres 2024 penting karena partai meyakini perjuangan partai tidak bisa maksimal tanpa kekuasaan eksekutif. Kader pun memegang keyakinan, ”Prabowo Presiden, Gerindra Menang”.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·6 menit baca
Figur Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto telah membawa Gerindra menjadi partai kedua terbesar saat ini. Memasuki usia ke-14 tahun pada Minggu (6/2/2022), partai menyadari ketokohan Prabowo bukan satu-satunya tumpuan. Regenerasi internal dan adaptasi terhadap tantangan zaman juga digencarkan sebagai modal meraih simpati masyarakat agar bisa terus bertahan, bahkan meraih suara lebih besar pada Pemilu 2024.
Dalam sebuah acara sederhana di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, pimpinan partai merayakan kelahiran Partai Gerindra dengan memotong nasi tumpeng. Secara simbolis, Prabowo memberikan sepotong nasi tumpeng kepada Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani sebagai tanda syukur atas HUT Ke-14 Partai Gerindra, Sabtu (5/2/2022) malam.
Sejak didirikan pada 2008, Partai Gerindra melesat tak terbendung menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia. Pada Pemilu 2009 atau keikutsertaan pertamanya dalam ajang elektoral, Gerindra mendapatkan 4,5 persen dari total suara nasional dengan 26 kursi di parlemen. Raihan itu meningkat hampir tiga kali lipat di lima tahun berikutnya. Gerindra mendapatkan 73 kursi di parlemen dengan perolehan suara sebesar 11,81 persen dari total suara nasional.
Tak berhenti di situ, raihan suara Gerindra pada Pemilu 2019 kembali meningkat menjadi 13,57 persen dari total suara nasional atau tertinggi kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai pemenang pemilu.
Meskipun demikian, setelah melalui penghitungan dengan metode konversi perolehan suara menjadi kursi, Gerindra menduduki peringkat ketiga di parlemen. Peringkat pertama diisi oleh PDI-P (128 kursi), Golkar (85 kursi), lalu menyusul Gerindra (78 kursi).
Selain mengikuti pemilihan anggota legislatif (pileg), Gerindra yang didirikan oleh mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, pengusaha Hashim Djojohadikusumo, politisi Fadli Zon, dan Muchdi Pr, juga turut menjadi peserta pemilihan presiden (pilpres). Berbeda dengan kesuksesan pada pileg, Gerindra justru belum pernah berhasil dalam pilpres.
Meski belum berhasil, keikutsertaan berulang pada pilpres berpengaruh besar pada popularitas dan ketokohan Prabowo. Publik menganggapnya sebagai representasi Gerindra.
Pada 2009, Prabowo maju dalam pilpres sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang menjadi calon presiden (capres). Pada Pilpres 2014, Prabowo maju sebagai capres berpasangan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Radjasa. Lima tahun berikutnya, Prabowo kembali berkontestasi dalam Pilpres 2014 berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Meski belum berhasil, keikutsertaan berulang pada pilpres berpengaruh besar pada popularitas dan ketokohan Prabowo. Publik menganggapnya sebagai representasi Gerindra. ”Dominasi figur Pak Prabowo tidak bisa kami bantah dan abaikan begitu saja karena beliau adalah sandaran utama kami bisa sampai pada posisi sekarang,” kata Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani dalam wawancara daring bersama Kompas, Sabtu.
Terlebih, nama Prabowo selalu muncul dalam rangking teratas capres 2024 pilihan publik versi sejumlah lembaga survei. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia (IPI) yang dilakukan pada Desember 2021, misalnya, Prabowo menempati urutan pertama dari 19 nama tokoh yang muncul. Elektabilitasnya mencapai angka 24,1 persen.
Bagi Gerindra, kemenangan Prabowo dalam Pilpres 2024 penting karena partai meyakini perjuangan partai tidak bisa maksimal tanpa kekuasaan eksekutif. Begitu pula kekuasaan eksekutif tidak bisa efektif jika tidak didukung mayoritas anggota legislatif. ”Kader Gerindra dari lahir sampai sekarang selalu punya kalimat ’Prabowo Presiden, Gerindra Menang’. Di tahun 2024, tagline ini juga akan diperjuangkan,” kata Muzani.
Pendidikan kader
Namun, Muzani juga menambahkan, ketokohan saja tidak cukup untuk memperpanjang usia partai serta meraih dukungan suara. Diperlukan sistem kaderisasi untuk meregenerasi kader secara sistematis. Sejak 2014, pihaknya menerapkan kaderisasi dari tingkat pusat sampai ke kecamatan dengan edukasi intensif selama sepekan. Pendidikan itu diyakini berperan dalam mendongkrak suara Gerindra. Berbekal keberhasilan pada Pemilu 2014, sistem kaderisasi yang sama juga diterapkan pada 2019 dan akan kembali dilakukan jelang 2024.
Pendidikan ini wajib diikuti oleh kader yang ada di lembaga legislatif, pengurus partai, dan tokoh potensial yang masuk dalam kategori Gerindra Masa Depan (GMD). Substansi materi yang diberikan pada tiap kategori kader berbeda. Untuk anggota legislatif, misalnya, mendapatkan pembelajaran seputar penyusunan undang-undang atau peraturan daerah, budget, kontrol terhadap eksekutif, juga isu kekinian terkait hak asasi manusia, lingkungan hidup, perubahan iklim, korupsi, dan terorisme.
Regenerasi peran, kata Muzani, juga dilakukan oleh Prabowo kepada sejumlah tokoh, mulai dari wakil ketua umum, ketua harian, hingga sekjen. Mereka yang berada di lapis kedua pimpinan partai ini mengemban tugas kepartaian sehari-hari dan bisa mewakili peran ketua umum secara resmi.
”Kami mencoba mengombinasikan kekuatan figur pemimpin dengan kekuatan sistem yang terus kami galang agar keduanya bisa berjalan sehingga tuntutan tentang modernisasi partai bisa terpenuhi,” kata Muzani.
Muzani menambahkan, untuk menang di Pileg 2024, Gerindra juga tengah memetakan dan mempersiapkan figur caleg yang beragam baik latar belakang maupun karakternya.
Muzani menambahkan, untuk menang di Pileg 2024, Gerindra juga tengah memetakan dan mempersiapkan figur caleg yang beragam baik latar belakang maupun karakternya. Hal itu disesuaikan dengan konteks permasalahan yang dihadapi di daerah pemilihan (dapil). Berkaca dari Pemilu 2019, meski mendapatkan 78 kursi di DPR, Gerindra kehilangan kursi dari beberapa dapil strategis, seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara. Targetnya pada 2024, kursi dari sejumlah dapil itu bisa diraih kembali.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Sumatera Barat Gerindra Andre Rosiade membenarkan soal kaderisasi hingga tingkat daerah itu. Prabowo, menurut dia, senantiasa memberikan kesempatan kepada kader-kadernya yang mumpuni untuk tampil dan maju.
Ia mencontohkan dirinya, yang semula merupakan anak bawang di Gerindra pada 2015 di mana menjabat sebagai Kepala Departemen Penggalangan Jaringan Mahasiswa dan Pemuda DPP Gerindra. Lambat laun, ia ditunjuk menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra, lalu diberi kesempatan maju dengan nomor urut bagus sebagai caleg di Dapil Sumbar I dan terpilih. Kini, Andre menjabat sebagai Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi VI serta Ketua DPD Sumbar.
”Itu, kan, mencontohkan Pak Prabowo memberikan kesempatan,” tutur Andre.
Ada pula Wakil Ketua DPRD Sumatera Selatan dari Fraksi Gerindra, Kartika Sandra Desi. Kartika juga memulai kariernya dari pengurus Pimpinan Anak Cabang (PAC) Sumsel Gerindra. Lalu, ia didapuk menjadi Bendahara Dewan Piminan Cabang (DPC) Sumsel Gerindra, selanjutnya menjadi Ketua DPC Sumsel. Saat ini, selain menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sumsel, Kartika juga menjadi Ketua DPD Sumsel.
Regenerasi
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya melihat Gerindra sebagai partai berbasiskan tokoh. Namun, Gerindra juga memiliki variabel infrastruktur, yakni partai yang fokus pada penguatan jaringan di level daerah. Basis infrastruktur ini sudah kuat karena awalnya partai ini fokus pada segmen petani dan nelayan.
Yunarto menilai, basis infrastruktur Gerindra harus terus diperkuat. Misalnya, mereka bisa lebih fokus mendekatkan diri kepada para petani dan nelayan. Segmen yang berbeda dengan partai lain ini harus ditonjolkan sehingga betul-betul menjadi representasi dari partai dan Prabowo.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya
Wajah Gerindra, lanjut Yunarto, juga jangan hanya bertumpu pada sosok Prabowo. Proses regenerasi partai harus berjalan sehingga pada titik itu Prabowo mungkin saja bisa menjadi king maker. Ini terbukti ketika Megawati menjadi king maker pada Pemilu 2014. Ia memilih Joko Widodo agar maju sebagai capres usungan PDI-P. Hasilnya, raihan suara PDI-P langsung melonjak, bahkan menang dua kali pemilu berturut-turut.
Menjadi king maker bisa menjadi sebuah lompatan bagi Pak Prabowo untuk menjadi seorang negarawan dan membesarkan Gerindra menjadi partai modern.
”Itu yang harusnya dilihat. Menjadi king maker bisa menjadi sebuah lompatan bagi Pak Prabowo untuk menjadi seorang negarawan dan membesarkan Gerindra menjadi partai modern,” ujar Yunarto.