Survei popularitas dan elektabilitas sejumlah lembaga menempatkan Prabowo Subianto dalam posisi puncak dibanding tokoh lain yang berpotensi menjadi calon presiden yang diusung dalam Pemilu 2024.
Oleh
Rini Kustiasih
·6 menit baca
Sekalipun hari pemungutan suara untuk Pemilu 2024 belum ditetapkan, sejumlah lembaga survei telah beberapa kali merilis nama-nama tokoh potensial menjadi calon presiden. Nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto selalu berada di posisi puncak survei elektabilitas berbagai lembaga. Namun, sejauh mana peluangnya menjadi presiden ke-8 RI?
Kiprah Prabowo dalam kontestasi menuju RI 1 merentang sejak 17 tahun lalu. Pada 2004, ia mengikuti konvensi Partai Golkar, dan kalah dari Wiranto, seniornya di dinas militer. Pada 2009, Prabowo yang kini memiliki kendaraan sendiri melalui Partai Gerindra maju berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Kali ini, posisi Prabowo sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Namun, keduanya gagal memenangi kontestasi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hasrat menuju RI 1 belum punah. Prabowo maju lagi dalam Pemilu 2014 berpasangan dengan Hatta Rajasa dari Partai Amanat Nasional (PAN). Pada 2019, mantan Komandan Jenderal Korps Pasukan Khusus itu kembali maju dan berpasangan dengan Sandiaga Uno. Namun, dalam dua pemilu itu, Prabowo kalah dari lawan politiknya, Joko Widodo.
Setelah persaingan sengit dengan pasangan Jokowi- Ma’ruf Amin, Prabowo dan Sandiaga, pasangannya pada Pilpres 2019, bergabung dengan pemerintahan. Prabowo menjadi Menteri Pertahanan, sementara Sandi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dalam rapat koordinasi DPD Partai Gerindra di Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menerima permintaan para pengurus daerah untuk kembali mengusung Prabowo sebagai capres pada Pemilu 2024.
Sebelumnya, pada Kongres Luar Biasa Partai Gerindra, 8 Agustus 2020, dorongan agar Prabowo kembali maju dalam Pilpres 2024 juga muncul. Saat itu, Prabowo juga kembali didaulat menjadi ketua umum.
PKB merespons
Dorongan agar Prabowo maju lagi disambut cepat oleh Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid. Jazilul bahkan merespons dengan kemungkinan menduetkan Prabowo dengan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB. PKB menyatakan bukan hal yang mustahil untuk menjalin koalisi dengan Partai Gerindra.
Dalam acara bincang-bincang Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (13/10/2021), Jazilul mengurai kemungkinan koalisi itu. Pada acara bertajuk ”Peluang Prabowo di Pilpres 2024”, yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu pula, Jazilul mengungkapkan, PKB senang jika Prabowo maju kembali.
”Karena kita tahu sejarahnya tiga kali mencalonkan diri, dan sekarang maju lagi berarti gairahnya cukup besar. Tetapi, ada pengamat katakan, kalau menang, ya, bersama PKB karena selama ini kalau bersama PKB menang,” katanya.
Selain Jazilul, narasumber acara itu adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, politisi PDI-P Andreas Hugo Pareira, dan Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad.
Jazilul meyakinkan PKB mampu memilih mitra koalisi dan memainkan peran saling melengkapi dan menggenapi untuk mencapai kemenangan bersama. Sebab, baik PKB maupun Gerindra sama-sama tidak bisa mengajukan capres-cawapres sendiri. Kedua parpol itu harus berkoalisi untuk memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden, yakni 20 persen kursi DPR atau 25 persen raihan suara Pemilu 2019. Gerindra menguasai 13,5 persen kursi DPR, dan PKB 10 persen.
Kader PKB sebenarnya sudah menggadang Muhaimin menjadi capres. Namun, pencalonan itu memang belum dideklarasikan.
Soal pencapresan ini, Gerindra lebih adem menyikapi. Ferry mengatakan, internal Gerindra memang mengharapkan Prabowo kembali maju sebagai capres. Namun, keputusan akhir tentang itu akan kembali kepada kesediaan Prabowo. Sebab, saat ini Prabowo masih fokus membantu Presiden Jokowi dalam posisinya sebagai Menhan.
”Belum relevan bicara Pilpres 2024 sekarang karena baru 2021. Tanggalnya juga belum pasti, dan apakah nanti tiga periode (masa jabatan presiden), atau dua periode. Jadi, mungkin relevan dibicarakan setelah 2022,” ujarnya.
Kendati demikian, Gerindra menyambut baik hasil survei sejumlah lembaga yang menempatkan Prabowo di posisi puncak.
Belum relevan bicara Pilpres 2024 sekarang karena baru 2021. Tanggalnya juga belum pasti, dan apakah nanti tiga periode (masa jabatan presiden), atau dua periode. Jadi, mungkin relevan dibicarakan setelah 2022.
Ferry meyakini masuknya Prabowo ke dalam pemerintahan berkontribusi menambah elektabilitas. Sebab, kini Prabowo bisa diterima oleh pihak-pihak yang sebelumnya berseberangan dalam Pemilu 2019. Diharapkan ada pelebaran pemilih untuk Pemilu 2024. ”Indonesia ke depan perlu situasi yang lebih memastikan, stabil, dan aman. Dengan pengalaman Pak Prabowo di dalam pemerintahan, semoga memberikan rasa aman bagi semua kelompok di dalam dan luar pemerintah. Ini penting buat Indonesia ke depan,” ujarnya.
Saat ini Gerindra mulai menjajaki koalisi dengan melakukan pertemuan bersama partai-partai lainnya. Salah satunya PDI-P dengan munculnya wacana Prabowo-Puan. Kemampuan Prabowo menjalin koalisi ini dipandang sebagai nilai tambah jika dibandingkan dengan calon lainnya yang tak memiliki partai, atau belum tentu diusung partai.
Capres PDI-P
Sementara itu, menurut Andreas, Prabowo dengan Megawati memiliki hubungan pribadi yang baik. Silaturahmi di antara keduanya menjadi modal baik dan tidak akan menyulitkan proses politik selanjutnya. Namun, untuk menentukan capres yang diusung PDI-P, semua dikembalikan kepada keputusan Megawati.
”PDI-P memang bisa mencalonkan presiden sendiri, tetapi bukan berarti akan mencalonkan sendiri juga. Kami tidak jemawa, dan kami butuh teman-teman dari koalisi untuk bersama,” ucapnya.
Munculnya nama kader PDI-P dalam sejumlah survei, menurut Andreas, juga membuktikan kemampuan Megawati melakukan kaderisasi di internal partai. Nama-nama seperti Ganjar Pranowo, Puan Maharani, dan Tri Rismaharini adalah kader PDI-P. Ketiganya sama-sama berpotensi dipilih Megawati sebagai capres.
”Kalau kita main catur, kalau punya banyak pion untuk dimainkan, itu lebih bagus. Ini sesuatu yang menguntungkan buat PDI-P,” katanya.
Dalam menentukan capres, menurut Andreas, PDI-P berbeda dengan partai lain, yang sebagian besar memajukan ketua umum mereka sendiri. Namun, PDI-P tidak demikian. Dalam memilih calon, PDI-P tidak sekadar menghitung elektabilitas.
”Bukan sekadar elektabilitas. Dalam membuat keputusan itu, Ketum (Megawati) selalu melihat kepada rakyat dan melibatkan aspek transendental. Artinya, ada banyak hal dipertimbangkan karena ini akan menentukan nasib bangsa lima tahun ke depan,” ujarnya.
Tren menurun
Saidiman mengakui, ada konsistensi keunggulan Prabowo dalam berbagai survei. Namun, ada tren penurunan elektabilitas Prabowo. Dalam simulasi terbuka, Oktober 2020, SMRC mencatat elektabilitas Prabowo 21,8 persen. Namun, tahun ini skor itu turun menjadi 18,1 persen. Sebaliknya, untuk Ganjar dan Anies terjadi perubahan positif. Ganjar, misalnya, tahun lalu 7,7 persen, dan kini naik menjadi 15 persen.
”Kita harus ingat pula posisi ketiganya belum setara karena pengetahuan publik atas tiga nama ini bervariasi. Sekarang 98 persen rakyat kenal Prabowo, dan Ganjar, misalnya, hanya dikenal 67 persen orang. Namun, dari tingkat likeability, Ganjar lebih tinggi, yaitu disukai 85 persen dari orang yang mengenal atau tahu dirinya, sedangkan Prabowo hanya 73 persen dari yang mengenalnya,” kata Saidiman.
Artinya, resistensi kepada Prabowo lebih kuat daripada kepada Ganjar. Upaya menaikkan likeability ini, menurut Saidiman, lebih sulit daripada menaikkan keterkenalan seorang tokoh. Untuk dapat dipilih, Prabowo harus pula disukai, selain dikenal. Sementara ketika perhelatan pilpres digelar, semua calon akan relatif dikenal, dan pertaruhannya adalah siapa yang paling disukai pemilih.
Hal lain yang harus dipikirkan adalah pemilih yang semakin rasional. Dari survei yang digelar SMRC, ada tiga hal yang dipertimbangkan pemilih, yaitu hasil kerja tokoh tersebut, keterujian integritasnya, dan kedekatannya dengan publik.
Dengan segala potensi yang dimiliki, apakah Prabowo akan maju dan bangkit kembali usai kekalahan pada Pilpres 2019? Dinamika politik yang akan menentukan.