Yang Berembus Setelah Megawati, Prabowo, dan Puan Bertemu...
Spekulasi beredar setelah pertemuan Megawati, Prabowo, dan Puan. Salah satunya, Prabowo akan berduet dengan Puan di Pilpres 2024. Jika ini betul, kerja berat menanti karena elektabilitas mereka kini tak meyakinkan.
Oleh
Rini Kustiasih
·6 menit baca
PETIKAN LAYAR MEDSOS PUAN MAHARANI
Tangkapan layar akun media sosial Ketua DPR Puan Maharani menunjukkan pertemuan di Istana Negara, Jakarta, antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto saat pelantikan Panglima TNI, Rabu (17/11/2021).
Setiap kali ada pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto pasti memantik beragam analisis dan spekulasi mengenai politik. Maklumlah, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerindra itu sama-sama menjadi sosok penting dalam perpolitikan nasional.
Demikian pula ketika Megawati dan Prabowo bertemu di Istana Negara, Jakarta, di sela-sela menunggu pelantikan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, Rabu (17/11/2021). Terlebih tak hanya mereka berdua yang bertemu. Ada pula putri Megawati yang kini menjabat Ketua DPR, Puan Maharani. Pertemuan itu terungkap di publik setelah Puan mengunggah foto mereka bertiga di akun media sosialnya.
Apakah ini mengisyaratkan adanya kristalisasi koalisi di antara kedua partai? Ataukah pertemuan ini akan menyolidkan wacana duet Prabowo-Puan untuk Pemilu Presiden 2024 seperti yang menyeruak beberapa waktu belakangan?
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, pertemuan ketiganya di istana itu menunjukkan Megawati sebagai sosok penting dalam interaksi antarelite, termasuk bagi Prabowo. Megawati penting karena dia bisa menjadi salah satu kingmaker dalam pencalonan presiden 2024.
Megawati yang mewakili PDI-P menjadi penentu dalam pencalonan itu karena partainya memiliki tiket khusus untuk Pilpres 2024. PDI-P adalah satu-satunya partai yang dapat mencalonkan capres sendiri di dalam Pilpres 2024 atau tidak perlu berkoalisi dengan partai lain. Capaian PDI-P di Pemilu 2019 telah memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), yakni 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Alasan kedua, menurut Arya, karena Megawati memiliki hak prerogatif untuk menentukan siapa calon yang akan diusung partainya dalam Pemilu 2024. Kongres V PDI-P pada 2019 telah memandatkan Megawati untuk menentukan capres dari partai berlambang banteng dengan moncong putih itu.
”Ketiga, Ibu Mega adalah mantan wakil presiden, mantan presiden, dan kini menjabat ketua umum partai dalam waktu yang panjang,” katanya saat dihubungi, Jumat (19/11/2021), di Jakarta.
DOKUMENTASI DPP PDI-P
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri bersiap membuka sekolah partai secara virtual dari kediamannya di Jakarta, Jumat (10/9/2021) siang.
Pertemuan antara Megawati, Prabowo, dan Puan, sekalipun konteksnya kebetulan dan tidak direncanakan sebelumnya, menurut Arya, menunjukkan pula bagaimana komunikasi politik itu terjadi antarelite.
Dari pertemuan itu, dapat pula dibaca Prabowo mulai membangun kerja sama atau komunikasi politik dengan partai-partai lain. Sebab, Prabowo sadar partainya harus berkoalisi untuk mengusung capres. ”Dia sadar juga bahwa ada rival-rival politik yang akan menjadi kompetitor potensial baginya di 2024,” ujarnya.
Sejumlah spekulasi muncul dari pertemuan itu, antara lain apakah pertemuan ini menandakan koalisi PDI-P dan Gerindra makin konkret, misalnya dengan menduetkan Prabowo dengan Puan sebagai capres dan cawapres?
Analisis politik
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pertemuan itu kebetulan saja dan tidak direncanakan sebelumnya. Soal berbagai spekulasi atau pertanyaan yang muncul dari pertemuan itu, baik yang terungkap dari politisi maupun pengamat politik, hal itu dipandang sebagai sesuatu yang sah-sah saja.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto di Jakarta International Expo, Jakarta, Minggu (12/1/2020).
”Semua analisis yang dilakukan oleh para pengamat sah-sah saja. Ada yang mengatakan PDI Perjuangan dengan Gerindra, ada analisis juga yang mengatakan PDI Perjuangan dengan PKB, PAN, dan PPP sebagai cermin gotong royong kekuatan nasionalis-Soekarnois dan Islam. Ada juga yang menganalisis PDI Perjuangan, karena bisa maju sendiri, lalu mengambil purnawirawan TNI. Ada juga yang menegaskan dengan Golkar,” kata Hasto.
Namun, semua analisis itu berasal dari pengamat atau politisi. Semua analisis tentang peta koalisi itu sah saja disampaikan sebagai bagian dari wacana publik yang biasa muncul sebelum pemilu.
Mengenai kemungkinan koalisi dengan partai lain, termasuk Gerindra, Hasto mengatakan, politik bagi PDI-P mengedepankan gotong royong seluruh kekuatan nasional berdasarkan kesadaran historis, khususnya dengan merangkul seluruh komponen bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan NKRI. ”Atas dasar spirit gotong royong tersebut, kerja sama parpol ditempatkan bagi kemajuan Indonesia Raya yang kokoh dengan Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Kebinekaan Indonesia,” katanya.
Dari hasil Pemilu 2019, PDI-P merupakan satu-satunya partai yang telah memenuhi syarat untuk bisa mencalonkan sendiri. Oleh karena itu, menurut Hasto, kerja sama politik yang dibangun PDI-P akan ditempatkan guna membangun basis legitimasi yang lebih kuat untuk memenangi Pemilu 2024.
KOMPAS/DOKUMENTASI PDIP
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (kiri) didampingi Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menandatangani prasasti peresmian 25 kantor cabang PDI-P, Minggu (30/5/2021).
Meski demikian, saat ini Hasto menegaskan, partainya lebih fokus membangun kerja sama dengan seluruh parpol yang mendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin untuk mengatasi seluruh dampak akibat pandemi Covid-19.
Sebelumnya, PDI-P melalui berbagai pengurus terasnya juga menegaskan kewenangan untuk menentukan capres itu ada di tangan ketua umum. PDI-P juga tidak mau terburu-buru menentukan siapa capres PDI-P.
”Politik itu, kan, soal momentum. Bukan soal cepat atau lambat. Nanti pada waktunya, Ibu Ketum yang akan menentukan,” kata politisi PDI-P, Andreas Hugo Pereira.
Juru bicara Partai Gerindra, Habiburokhman, mengatakan, dirinya belum sempat bertemu dengan Prabowo sehingga tidak mengetahui persis detail pembicaraannya dengan Megawati dan Puan. Namun, bagi Gerindra, pertemuan tersebut adalah bentuk silaturahmi yang amat baik seperti yang selama ini selalu terjaga.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Keakraban diperlihatkan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat Prabowo berkunjung ke kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
”Pak Prabowo sejak dahulu memang dekat dan akrab dengan Bu Mega dan Mbak Puan. Kalau bertemu pasti seru dan diwarnai tawa dan canda. Soal kemungkinan koalisi di 2024 sangat terbuka sekali. PDI-P dan Gerindra punya sejarah pertemanan yang panjang. Kami pernah kerja sama di 2009 dan pernah berbeda pilihan di 2014 dan 2019, tetapi kami tidak pernah bermusuhan secara ideologi dengan mereka,” kata anggota Komisi III DPR ini.
Menurut Habiburokhman, partainya meyakini elektabilitas Prabowo dalam Pemilu 2024. Dalam beberapa survei, elektabilitas Prabowo selalu yang tertinggi. ”Pak Prabowo rata-rata selalu yang teratas,” ucapnya.
Keuntungan elektoral
Sekalipun hubungan antara PDI-P dan Gerindra selama ini baik, menurut Arya, belum tentu koalisi kedua partai itu akan berjalan mulus, termasuk dengan menduetkan Prabowo-Puan. Sebab, ada hitung-hitungan keuntungan elektoral yang mesti dipikirkan oleh kedua partai, terutama PDI-P.
”Pertimbangannya 50:50. Ganjar (Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga kader PDI-P) unggul karena dia menang di popular vote, sedangkan Puan unggul karena dia putri Bu Mega dan dukungan elite politik,” katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kiri) didampingi FX Rudyatmo (kanan) saat mengunjungi pameran fotografi bertajuk ”Sang Akar” di Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (12/11/2021). Pameran tersebut menceritakan perjalanan karier politik Rudyatmo, sebagai kader PDI-P, selama 44 tahun.
Dengan situasi semacam itu, PDI-P tidak akan memberikan rekomendasi pencalonan presiden secara cepat, karena setiap tindakan politik PDI-P akan direspons atau memunculkan reaksi dari partai lain. ”Kalau PDI-P buru-buru menentukan calonnya, partai lain akan mencari calon lain yang dapat mengalahkannya. Jadi, kira-kira PDI-P akan memberikan keputusannya itu last minute (menit-menit terakhir),” katanya.
Hal lain yang juga mesti dihitung ialah elektabilitas Prabowo yang stagnan, sementara kompetitornya, seperti Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, menunjukkan gerak progresif. Hal ini sebenarnya juga terjadi saat Pemilu 2014. Ketika itu, elektabilitas Prabowo stabil, sedangkan Jokowi terus naik.
Jadi, menurut Arya, kalaupun duet Prabowo-Puan diwujudkan, hal itu akan membutuhkan kerja keras kedua partai. Terlebih elektabilitas Puan dari hasil survei sejumlah lembaga belum terlihat menonjol.
Apa yang muncul saat ini memang baru sekadar analisis politik. Namun, apa pun analisis politiknya, hal terpenting saat ini ialah penentuan jadwal Pemilu 2024. Jika tidak ada pemilu, apakah akan ada kandidasi?