Konsep Otorita IKN Nusantara disebut tak bertentangan dengan konstitusi. Ketentuan mengenai tugas dan kewenangan akan diatur secara detail dalam aturan pelaksana UU IKN.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro (KUM)
Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara di Istana Negera, Jakarta, Senin (26/8/2019). Presiden mengumumkan bahwa sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur akan menjadi ibu kota negara.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat memastikan mekanisme pengawasan dalam konteks demokratisasi akan tetap berjalan di ibu kota negara Nusantara. Mekanisme pengawasan, termasuk kewenangan Otorita IKN Nusantara, akan diatur secara detail dalam peraturan pemerintah.
Wakil Ketua Komisi II DPR yang juga Ketua Panitia Kerja RUU IKN, Saan Mustopa, mengatakan, konsep Otorita IKN tidak bertentangan dengan konstitusi. Sebab, penyusunan konsep itu merujuk pada Pasal 18 huruf B Undang-Undang Dasar 1945. Untuk memperjelas konsep itu, pemerintah akan membentuk peraturan pelaksana yang berupa peraturan pemerintah (PP) ataupun peraturan presiden (perpres).
”Pada prinsipnya Otorita IKN itu penyelenggara pemerintahan daerah khusus IKN. Jadi, mereka memiliki kewenangan sebagaimana kepala daerah lainnya. Cuma, posisinya saja setara dengan menteri. Tetapi, dari sisi tugas-tugas pemerintahan, dia tetap menjalankannya. Kepala Otorita IKN tidak sebatas membangun dan menyiapkan pemindahan, tetapi juga menyelenggarakan pemerintahan,” ujarnya, Senin (24/1/2022), di Jakarta.
RINI KUSTIASIH
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu, Kamis (16/9/2021), di Jakarta.
Baik PP maupun perpres sebagai peraturan pelaksana dari UU IKN, menurut Saan, akan mengatur detail mengenai penyelenggaraan pemerintahan berikut tugas dan wewenang kepala Otorita IKN Nusantara, termasuk penentuan pajak dan retribusi daerah. Dalam konsep otonomi daerah, pajak dan retribusi daerah serta ketentuan lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dengan peraturan daerah (perda). Namun, karena IKN tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pengaturan mengenai wilayah dan penyelenggaraan pemerintahan di IKN diatur dengan peraturan kepala otorita IKN.
”Soal kewenangan dan peraturan kepala otorita IKN, akan dituangkan di dalam PP atau perpres. Peraturan itu akan sama dengan perda karena dia yang memiliki kewenangan menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus IKN,” tuturnya.
Anggota Komisi II DPR yang juga anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan, untuk menghindari kerancuan mengenai posisi Otorita IKN, sebaiknya PP dibentuk dengan memberikan pembedaan kewenangan antara Otorita IKN yang menyiapkan pembangunan dan pemerintahan daerah khusus IKN.
”Idealnya memang Otorita IKN menyiapkan dan membangun IKN, dan setelah kita pindah ibu kota baru diserahkan penyelenggaraan pemerintahannya kepada pemerintah daerah khusus IKN. Kami Fraksi Golkar menyuarakan hal itu di dalam rapat pansus,” katanya.
Kompas
Infografik linimasa penyusunan RUU Ibu Kota Negara
Namun, karena bunyi UU menyatakan Otorita IKN sekaligus adalah penyelenggara pemerintahan, menurut Zulkfikar, PP nantinya harus bisa mengatur bentuk pemerintahan IKN agar tidak menimbulkan persoalan dalam relasi antara pusat dan daerah serta relasi antardaerah.
Uji materi
Meski UU IKN belum disahkan dalam lembaran negara, sejumlah pihak menyatakan akan menguji materi substansi UU yang menjadi payung hukum pemindahan ibu kota negara tersebut. Salah satunya adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Berdasarkan konstitusi, kami membentuk UU IKN yang mengatur tentang pemerintahan daerah khusus, dan kekhususannya itu salah satunya ialah otorita.
Terkait rencana uji materi sejumlah elemen masyarakat, Saan mengatakan, hal itu merupakan hak konstitusi warga negara yang harus dihormati. Sebagai pembentuk UU, DPR akan menyiapkan argumentasi hukum terkait dengan konsepsi Otorita IKN berikut dengan penjelasan aspek formil dan materiil dalam pembentukan UU tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK), menurut dia, sudah pernah mengeluarkan putusan terkait dengan Pasal 18 B UUD 1945. Merujuk pada konstitusi, negara menghormati satuan-satuan pemerintahan, baik pemerintahan daerah khusus maupun istimewa. DPR juga telah meminta pendapat dari ahli hukum tata negara, yang mengungkapkan hal serupa.
”Berdasarkan konstitusi, kami membentuk UU IKN yang mengatur tentang pemerintahan daerah khusus, dan kekhususannya itu salah satunya ialah otorita,” ujarnya.
Kompas/Hendra A Setyawan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022). DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara menjadi undang-undang.
Saan menegaskan, representasi politik di IKN hanya bersifat nasional. Artinya, akan ada anggota DPR yang dipilih dari daerah pemilihan (dapil) IKN. Anggota DPR itu menjadi wujud representasi warga di IKN.
Peneliti otonomi daerah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mardyanto Wahyu Tryatmoko, mengatakan, konsep otorita ini mencampurkan antara konsep pemerintahan administratif dan pemerintahan daerah khusus. Jika merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, konsep pemda terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Namun, yang diatur di UU IKN berbeda karena lebih menyerupai pemerintahan administratif lantaran kepala pemerintahannya ditunjuk oleh presiden dan tidak memiliki DPRD.
”Yang harus dipikirkan lebih lanjut di dalam PP nanti ialah bagaimana mengimplementasikan peran kepala Otorita IKN yang setingkat menteri ini dalam mengelola sebuah daerah khusus. Sebab, kepala Otorita IKN tidak bisa mengeluarkan perda yang diakui di dalam tata urutan peraturan perundang-undangan,” kata Mardyanto.