Agar Tak Melenceng, Rencana Induk Ibu Kota Negara Mesti Diatur Detail di Undang-Undang
Jika rencana induk hanya diatur di dalam peraturan presiden atau peraturan pemerintah lainnya, dikhawatirkan rencana induk akan mudah diubah dan diganti oleh presiden atau pemerintahan yang baru.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentuk undang-undang diharapkan mengatur secara detail rencana induk atau (master plan) pembangunan ibu kota negara di dalam draf Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Sebab, menggantungkan pengaturan rencana induk sepenuhnya di dalam peraturan presiden atau peraturan pelaksana yang dibentuk oleh pemerintah akan memunculkan risiko perubahan dan melenceng dari konsepsi awal.
Peneliti bidang Otonomi Daerah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mardyanto Wahyu Triatmoko mengatakan, rencana induk seharusnya terintegrasi di dalam UU. Apalagi ini adalah rencana induk ibu kota negara baru, yang pengaturannya harus jelas dan tegas di dalam UU.
Jika rencana induk itu hanya diatur di dalam peraturan presiden (perpres), atau peraturan pemerintah lainnya, dikhawatirkan rencana induk akan mudah diubah dan diganti oleh presiden atau pemerintahan yang baru.
”Untuk pengaturan umumnya secara tegas harus ada cantolannya di dalam UU. Baru ketika ada pengukuran yang teknis dapat diatur di dalam peraturan pemerintah. Artinya, pengaturan master plan itu secara umum tetap harus ada disebut di dalam UU, dan pengaturan teknis mengenai beberapa kluster dari master plan itu dapat diturunkan ke dalam peraturan pelaksana,” ucapnya, Jumat (14/1/2022) di Jakarta.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, dalam rapat dengan Panitia Khusus RUU IKN DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/1/2022), menyebutkan, rencana induk yang dibuat oleh pemerintah bersifat umum.
Adapun untuk teknis dari rencana induk pembangunan IKN akan dituangkan ke dalam peraturan yang lebih teknis. Peraturan teknis itu sebaiknya dituangkan dalam bentuk peraturan presiden (perpres).
Ketua Pansus RUU IKN DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, rencana induk itu di dalam draf awal memang akan diatur di dalam perpres. Namun, di dalam pembahasan panja dan pansus berkembang pemikiran untuk memasukkan rencana induk di dalam draf RUU. Sebab, rencana induk itu dianggap penting sehingga perlu disebutkan di aturan setingkat UU dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari UU IKN nantinya.
”Jadi master plan itu bentuknya harus dengan persetujuan DPR, maka nantinya setingkat UU, dan menjadi bagian dari UU IKN. Tetapi yang jelas, karena ini penting, levelnya harus sama dengan UU,” ungkapnya.
Rumusan mengenai rencana induk dan isu-isu substansial lainnya diputuskan untuk dilanjutkan pada rapat, Senin (17/1/2022). Fraksi-fraksi juga akan dimintai pendapat mengenai hal ini. Masih ada empat isu substansial yang belum tuntas dibahas di dalam RUU IKN, yakni bentuk pemerintahan yang terkait dengan istilah otorita lantaran dianggap tidak ada di dalam konstitusi; pertanahan; pendanaan atau pembiayaan; dan rencana induk.
Ketua Panja RUU IKN DPR Saan Mustopa mengatakan, selama tiga hari, yakni sejak Jumat-Minggu ini, panja melakukan peninjauan lapangan ke calon lokasi IKN di Kalimantan Timur, dan kawasan perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) di Tangerang Selatan, Banten.
Ikuti konstitusi
Menyangkut dengan bentuk pemerintahan dan konsepsi otorita, menurut Mardyanto, harus tetap mengikuti konstitusi. Otorita memang tidak dikenal di dalam konstitusi sehingga jika istilah otorita yang dipakai akan rentan untuk memicu munculnya pengujian materi terhadap frasa tersebut.
”Di sisi lain, ada dua pengaturan yang ambigu di dalam RUU IKN. RUU ini kesannya ingin mencampurkan antara bentuk pemerintahan administratif dan konsep daerah otonom yang sifatnya khusus,” katanya.
Sesuai dengan konstitusi, pemerintahan daerah yang dikenal adalah provinsi, kabupaten/kota, daerah khusus, dan daerah istimewa. ”Otorita memang tidak ada di situ sehingga ini menimbulkan kebingungan,” katanya.
Pembentukan otorita, menurut Mardyanto, seharusnya sifatnya sementara atau hanya ketika pemindahan dan pembangunan dilakukan. Setelah itu, penyelenggaraan ibu kota, dan pemerintahannya diserahkan kepada pemerintahan daerah khusus ibu kota.
”Pola pemerintahan yang ada di DKI Jakarta saat ini sebenarnya sudah memadai sehingga bisa saja diterapkan kembali dalam perumusan bentuk pemerintahan di IKN. Kalau ingin membuat desain-desain yang macam-macam bentuknya, kenapa tidak dikembalikan lagi ke konstitusi sebelum diadopsi,” ujarnya.
Terkait otorita ini, Suharso menerangkan, pemerintah melandasakan usulan itu pada Pasal 18 dan Pasal 18 huruf B UUD 1945. Di dalam pasal itu diatur mengenai adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa, yang diatur dengan UU. Dengan mendasarkan terhadap pengakuan pada satuan-satuan pemda yang khusus atau istimewa itu, otorita merujuk pada konsep tersebut.
Secara terpisah, anggota Pansus RUU IKN dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hamid Noor Yasin, berharap agar pengesahan RUU IKN tidak terburu-buru. Masih diperlukan pematangan terkait beberapa isu krusial. Apalagi ada keinginan untuk memulai tahapan pemindahan ibu kota dilakukan pada semester awal 2024.
”Melihat semakin sedikitnya waktu pembangunan yang hanya tersisa 2 tahun, dan melihat kondisi keuangan negara yang belum memungkinkan untuk mengejar jadwal pemindahan awal tahun 2024, serta dengan mempertimbangkan kriteria kota layak huni, Fraksi PKS meragukan calon IKN yang baru dapat memenuhi kriteria kota layak huni,” ucapnya.