Menjaga Asa Pariwisata Yogyakarta di Tengah Pandemi dan “Klitih”
Menyambut tahun 2022, muncul harapan perbaikan kondisi pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, asa perbaikan itu harus dijaga di antara sejumlah masalah, seperti pandemi yang belum usai dan maraknya ”klitih”.

Wisatawan berfoto di Jembatan Boyong lama di Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/11/2021).
Sektor pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendapat tekanan hebat akibat pandemi. Menyambut tahun 2022, harapan perbaikan muncul seiring kasus Covid-19 yang terkendali dan kunjungan wisatawan yang meningkat. Namun, asa perbaikan kondisi pariwisata itu harus dijaga di antara sejumlah masalah, seperti pandemi yang belum usai dan klitih atau kejahatan jalanan yang marak.
Selama dua tahun terakhir, sektor pariwisata di DIY mengalami masa-masa kelam. Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 mengharuskan mobilitas manusia dibatasi sehingga jumlah kunjungan wistawan pun anjlok. Akibatnya, sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan perekonomian DIY mengalami keterpurukan.
Data statistik makro jelas menunjukkan adanya kontraksi dalam dunia pariwisata di DIY selama pandemi Covid-19. Salah satu indikator terjadinya kontraksi itu adalah tingkat okupansi atau keterisian kamar hotel di DIY yang terjun bebas setelah pandemi Covid-19 terjadi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, rata-rata okupansi hotel berbintang di DIY pada tahun 2020 hanya 39,73 persen, menurun signifikan dibandingkan kondisi tahun 2019 yang sebesar 58,23 persen. Adapun rata-rata okupansi hotel nonbintang tahun 2020 hanya 14,15 persen atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 30,07 persen.
Klitih ini harus kita selesaikan secara komprehensif, enggak bisa hanya dengan penegakan hukum.

Grafik perbandingan okupansi hotel berbintang di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2019, 2020, dan 2021.
Memasuki tahun 2021, para pelaku pariwisata di DIY belum benar-benar bisa bernapas lega. Sebab, pada awal dan pertengahan tahun ini, sempat terjadi lonjakan kasus Covid-19 di DIY sehingga pembatasan kegiatan masyarakat pun kembali digalakkan.
Pada Juni 2021, okupansi hotel berbintang di DIY sempat membaik di angka 45,73 persen, sementara keterisian hotel nonbintang 12,12 persen. Namun, setelah adanya lonjakan kasus Covid-19 mulai pertengahan Juni, sektor perhotelan kembali mengalami tekanan hebat. Pada Juli 2021, keterisian hotel berbintang di DIY anjlok menjadi 13,32 persen, sementara okupansi hotel nonbintang 6,39 persen.
Baca juga:
- Grafik Interaktif Okupansi Hotel Berbintang di DIY
- Okupansi Hotel 60 Persen, Pariwisata Yogyakarta Membaik dari Tahun Lalu
Kondisi okupansi hotel itu baru membaik setelah kasus Covid-19 di DIY mulai melandai sejak September lalu. Di bulan Oktober, keterisian hotel berbintang di DIY telah naik menjadi 61,65 persen dan hotel nonbintang sebesar 17,40 persen. Kondisi yang membaik itu terus berlanjut pada akhir tahun seiring kasus Covid-19 yang relatif terkendali.
Perbaikan itu juga didukung oleh banyaknya kementerian dan lembaga yang menggelar acara di DIY menjelang akhir tahun. Selain itu, kunjungan wisatawan yang meningkat pada akhir tahun turut berkontribusi positif.

Wisatawan menikmati suasana malam di kawasan wisata Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, Selasa (28/12/2021).
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono mengatakan, pada pertengahan Desember 2021, okupansi hotel di DIY sempat mengalami lonjakan. Pada 17-18 Desember, okupansi sejumlah hotel di DIY bahkan sempat mencapai 90 persen. ”Ini karena banyak kementerian yang menggelar acara di DIY,” katanya saat dihubungi, Senin (27/12/2021).
Namun, setelah itu, okupansi hotel di DIY justru mengalami penurunan. Menurut Deddy, saat masa libur Natal pada 25-26 Desember lalu, rata-rata okupansi hotel di provinsi tersebut sekitar 60 persen. Sementara itu, pada 31 Desember atau malam Tahun Baru 2022, reservasi hotel di DIY mencapai 68 persen.
Momen kebangkitan
Melihat situasi pandemi yang terkendali dan kunjungan wisatawan yang mulai meningkat, tahun 2022 diharapkan menjadi momen kebangkitan bagi sektor pariwisata di DIY. Namun, kenaikan kunjungan wisatawan itu tentu diharapkan tidak berdampak pada lonjakan kasus Covid-19. Oleh karena itu, penerapan protokol kesehatan secara ketat tak bisa ditawar-tawar lagi.
Deddy menyatakan, pada masa libur Natal dan Tahun Baru ini, manajemen hotel-hotel di DIY siap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Manajemen hotel juga siap menggunakan Aplikasi Peduli Lindungi untuk melakukan skrining terhadap tamu yang masuk. Saat ini, dari sekitar 400 hotel dan restoran yang menjadi anggota PHRI DIY, sekitar 98 persennya sudah memiliki QR Code Aplikasi Peduli Lindungi.
Baca juga: Cegah Pengunjung Melimpah, Polda DIY Terapkan Ganjil Genap di Destinasi Wisata

Pengunjung memindai QR Code Aplikasi Peduli Lindungi sebelum masuk ke Hotel Grand Zuri Malioboro, Kota Yogyakarta, Rabu (22/12/2021).
Deddy menambahkan, jika ada anggotanya yang melanggar protokol kesehatan, PHRI DIY akan memberikan peringatan. Selain itu, PHRI DIY juga mempersilakan pemerintah memberikan sanksi kepada hotel dan restoran yang melanggar protokol kesehatan. ”Komitmen kami, jangan sampai ada kluster Covid-19 baru di hotel dan restoran,” ujarnya.
Namun, Deddy juga mengatakan, meskipun kondisinya mulai membaik, hotel-hotel di DIY sebenarnya belum benar-benar pulih dari dampak pandemi Covid-19. Sebab, pandemi yang terjadi selama dua tahun terakhir menghadirkan tekanan yang luar biasa pada sektor perhotelan. Apalagi, pada Desember ini, manajemen hotel di DIY masih harus membayar pajak dan utang.
Baca juga: Masih Dibayangi Pandemi, Okupansi Hotel Belum Kembali Normal
”Hotel-hotel sudah mulai bangkit, tapi belum baik-baik saja karena Desember ini pengeluaran cukup banyak karena harus membayar utang dan pajak,” ungkap Deddy.
Menurut Deddy, selama pandemi Covid-19, sejumlah hotel di DIY bahkan terpaksa merumahkan sebagian karyawannya. Pada masa-masa awal pandemi, jumlah karyawan yang dirumahkan itu bisa mencapai 60 persen. ”Kalau sekarang, sebagian karyawan yang dirumahkan sudah masuk lagi. Jadi, yang dirumahkan mungkin tinggal sekitar 30 persen,” katanya.

Kepadatan lalu lintas terjadi di kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, Rabu (22/12/2021) siang.
Viral ”klitih”
Selain pandemi, persoalan lain yang bisa menghambat laju perbaikan sektor pariwisata di DIY adalah fenomena klitih atau kejahatan jalanan yang kerap terjadi di provinsi dengan status istimewa itu. Jika tidak segera diatasi secara tuntas, fenomena klitih terancam menodai citra DIY sebagai daerah tujuan wisata yang aman dan nyaman.
Selama beberapa hari terakhir, klitih di DIY kembali menjadi sorotan setelah adanya beberapa kasus kejahatan jalanan yang viral di media sosial. Bahkan, sejak Selasa (28/12) lalu, warganet ramai-ramai memopulerkan tagar #YogyaTidakAman dan #SriSultanDaruratKlithih di Twitter untuk menyuarakan keresahan mereka mengenai klitih.
Baca juga: ”Klitih” Terus Terjadi di DIY, Tagar #YogyaTidakAman Menggema di Twitter
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Anak DIY Sari Murti menilai maraknya aksi klitih di DIY tak bisa dilepaskan dari banyaknya geng yang beranggotakan para remaja di DIY. Sebagian geng itu beranggotakan pelajar di sekolah tertentu dan kerap bermusuhan dengan geng dari sekolah lain.
”Sebagian remaja itu kan lebih nyaman di geng karena mungkin keluarganya kurang perhatian. Kalau di geng, mereka merasa diterima hangat,” ujar Sari.

Petugas kepolisian menggiring sejumlah pelaku klitih atau kejahatan jalanan di Markas Kepolisian Resor Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (29/12/2021).
Menurut Sari, sebagian remaja itu terlibat klitih karena ingin diakui. Dengan melakukan klitih, mereka merasa hebat dan mendapat pengakuan dari teman-temannya. ”Sebagai remaja, mereka kan butuh pengakuan dan validasi,” ungkapnya.
Wakil Kepala Polda DIY Brigadir Jenderal (Pol) Slamet Santoso menyatakan, untuk mencegah terus berulangnya klitih, Polda DIY akan menggelar patroli skala besar. Selain itu, upaya penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku juga dilakukan. ”Terhadap pelaku-pelaku akan kami maksimalkan (penegakan hukum) sebagai efek jera kepada mereka,” ujarnya.
Baca juga: Cegah ”Klitih” Terus Terulang, Polda DIY Gelar Patroli Skala Besar
Proses penegakan hukum itu antara lain terlihat dari penangkapan enam pelaku klitih yang menganiaya pengendara sepeda motor di Jalan Kaliurang Kilometer 9, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (27/12/2021) dini hari lalu. Akibat penganiayaan itu, korban mengalami luka robek di telapak tangan, jari telunjuknya nyaris putus, dua gigi depan patah, dan punggungnya luka-luka.
Selain patroli dan penegakan hukum, Slamet menyebut, Polda DIY juga akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencegah berulangnya klitih. Sebab, untuk menyelesaikan masalah klitih, dibutuhkan solusi yang komprehensif. ”Klitih ini harus kita selesaikan secara komprehensif, enggak bisa hanya dengan penegakan hukum,” kata Slamet.

Kepala Kepolisian Resor Sleman Ajun Komisaris Besar Wachyu Tri Budi Sulistiyono menunjukkan celurit yang disita dari pelaku klitih atau kejahatan jalanan dalam konferensi pers, Rabu (29/12/2021), di Kepolisian Resor Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X sempat mengemukakan wacana pembentukan tempat pendidikan khusus anak nakal untuk mengatasi persoalan klitih. Menurut Sultan, pada masa lalu, pernah ada tempat pendidikan khusus untuk anak nakal. Tempat yang dikenal dengan nama Prayuwana itu berlokasi di dekat Alun-alun Selatan Kota Yogyakarta serta di dekat obyek wisata Tlogo Putri Kaliurang, Kabupaten Sleman.
”Dulu pada waktu saya kecil, di Alun-alun Kidul dan di Tlogo Putri itu ada tempat pendidikan anak nakal. Jadi, kalau orangtuanya kewalahan, (anaknya) diserahkan untuk dibina dan dididik. Namanya Prayuwana,” kata Sultan.
Baca juga: Atasi ”Klitih”, Pemda DIY Kaji Wacana Bentuk Tempat Pendidikan Anak Nakal
Namun, Sultan menyebut, Pemda DIY masih mengkaji kemungkinan menghidupkan kembali Prayuwana. ”Nanti itu kita bicarakan. Seperti Prayuwana, nanti kita bicara lebih jauh. Yang penting, (pelaku klitih) kan sudah ditangkap, ya sudah berproses saja dulu,” ujar Raja Keraton Yogyakarta itu.
Sultan juga berharap masalah klitih bisa segera diatasi sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman. Selain itu, masalah klitih juga diharapkan tidak mengganggu sektor pariwisata DIY yang sedang dalam pemulihan. ”Untuk meredam berita (tentang klitih) dan meredam kekhawatiran masyarakat. Yang penting, masalah klitih tidak muncul lagi yang bisa mengganggu di bidang pariwisata,” ungkapnya.